Ruang Lingkup Permasalahan PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Ruang Lingkup Permasalahan

Bencana alam adalah salah satu faktor yang dapat membuat perubahan terhadap kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya. Kehidupan sosial masyarakat merupakan bagian yang tidak terlepas dari pengaruh alam. Apabila terjadi bencana, maka sistem sosial yang berada di sekitarnya akan mengalami dampak tersebut 1 Demikianlah yang dialami oleh masyarakat yang tinggal di tiga kabupaten di Bali, yaitu: kabupaten Karang Asam, kabupaten Klungkung, dan kabupaten Tabanan, saat peristiwa gunung Agung meletus. Pada bulan November 1963, gunung Agung yang berada di Bali meletus 2 . Dampak yang ditimbulkannya membawa berbagai kerusakan terhadap lingkungan alam, dan kehidupan sosial masyarakat disekitarnya. Masyarakat dari tiga kabupaten yang disebutkan sebelumnya menjadi kelompok sosial yang paling besar kerugiannya. Selain menelan korban jiwa, bencana alam letusan gunung Agung juga merusak segi kehidupan masyarakat, seperti lahan pertanian, perekonomian, dan bidang kehidupan lainnya. Besarnya jumlah korban dan kerugian yang dialami masyarakat akibat dari minimnya peralatan yang dimiliki pemerintah Indonesia untuk mendeteksi waktu dan besarnya kekuatan dari letusan gunung Agung. Hal inilah yang membuat masyarakat tidak bersiap menghadapi bencana alam tersebut. 1 Soerjono Soekanto,Teori Sosiologi Tentang Perubahan, Jakarta: Ghalia Indonesia, Hlm. 29. 1983 2 wawancara dengan Inengah Sumandiyase. tokoh masyarakat Hindu Bali , tanggal 10 April 2007 Universitas Sumatera Utara Saat letusan terjadi, kelompok masyarakat diungsikan ke Denpasar sebagai tempat yang lebih aman dibanding ketiga kabupaten dekat wilayah Gunung Agung tersebut. Masyarakat berada dibawah perlindungan pemerintah dengan membentuk lembaga baru yaitu Komando Operasi Gunung Agung yang disingkat dengan KOOGA. Badan ini juga menjadi penanggungjawab terhadap masyarakat selama di pengungsian. Selama dua bulan di pengungsian, korban bencana alam meletusnya gunung Agung, hanya hidup dari bantuan pemerintah dan masyarakat. Harta dan perlengkapan yang mereka miliki semuanya tidak dapat digunakan lagi. Keadaan ini membuat pemerintah dan juga masyarakat pengungsi, berfikir keras untuk mencari cara bagaimana agar para pengungsi dapat melanjutkan kehidupan mereka kembali seperti semula. Untuk menunggu kondisi pemukiman mereka dapat digunakan kembali dengan baik, membutuhkan waktu yang lama 3 . Pemerintah akhirnya membuat program untuk pengungsi yang masih berada di tempat pengungsian. Pada awalnya mereka pengungsi akan ditransmigrasikan, kedua daerah yaitu Irian Jaya, dan Kalimantan. Fasilitas yang mereka dapatkan adalah, tanah seluas 2 hektar dan perlengkapan rumah tangga yang lengkap. Pengungsi juga akan menjadi tanggungan negara selama masa pra- produktif. Mereka harus mandiri ketika masa produktif tiba 4 . Proses pelaksanaan program transmigrasi pada dasarnya adalah mengurangi kepadatan penduduk di suatu daerah, dengan tujuan pemerataan jumlah penduduk antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Tujuan 3 Wawancara dengan Inengah Sumandiyase, tanggal 10 April 2007 4 Wawancara dengan Wayan Kings ar masyarakat Hindu Bali di desa Pegajahan , tanggal 28 April 2007 Universitas Sumatera Utara transmigrasi juga dilakukan untuk mempercepat pembangunan yang merata di masing-masing daerah. Sebelum para pengungsi diberangkatkan kedaerah tujuan transmigrasi Irian Jaya dan Kalimantan, sebuah perusahaan perkebunan Perusahaan Negara Perkebunan datang menawarkan pekerjaan kepada pengungsi melalui pemerintah. Perusahaan ini membutuhkan karyawan sejumlah 60 kepala keluarga Mereka akan di kontrak selama 6 tahun. Fasilitas yang disediakan PNP ialah rumah kecil sederhana dengan dua buah kamar tidur dan dilengkapi dengan perlengkapan rumah tangga. Selama mereka belum menerima gaji biaya rumah tangga di tanggung Perusahaan. Mereka mulai menaggung biaya sendiri bila gaji pertama sudah diterima. Sistem kontrak kerja pada dasarnya merupakan hasil kesepakatan antara karyawan dengan perusahaan swasta yang melibatkan Direktorat Jenderal perlindungan dan perawatan kerja. Ketiga pihak yang berkaitan dengan perjanjian kontrak bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya tindakan-tindakan yang merugikan dari masing-masing pihak. Karyawan dan pihak pengusaha menandatangani kontrak kerja setelah sama-sama mengetahui hak dan kewajiban masing-masing saat kontrak dilaksanakan 2 . Kontrak kerja yang diterima oleh para pengungsi dari Bali ini tidak seperti Kontrak Kerja yang diatur oleh Undang-Undang Ketenaga Kerjaan Indonesia, sebab tidak ada perjanjian yang ditulis diatas kertas segel. Perjanjian kerja yang 2 Departemen Perundang-udangan, Peraturan Upah Minimum di 27 Propinsi di Indonesia Pada Perusahaan Swasta dan Upah Lembur, Pedoman Petunjuk Penyelesaian Industrial Upah, Djakarta: Sinar Grafika. 1991. Universitas Sumatera Utara mereka lakukan hanyalah perjanjian lisan saja. Pihak Perusahaan berusaha untuk menjelaskan kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan para pengungsi ini dan beberapa persyaratan yang harus mereka patuhi. Syarat-syarat yang diajukan pihak Perkebunan diantaranya adalah, harus berangkat dengan anggota keluarga istri dan anak. Jumlah tanggungan tidak boleh lebih dari tiga orang dan siap menjalani kontrak selama 6 tahun. Oleh karena calon karyawan harus sudah berkeluarga, maka beberapa orang yang masih muda dan belum berkeluarga, berusaha untuk mencari pasangan sementara agar mereka boleh berangkat. Pasangan sementara ini akan selalu bersama-sama di tempat tinggal mereka yang baru Kecamatan Perbaungan yang telah disediakan oleh pihak perusahaan. Kebersamaan ini menjadi hal yang unik ketika sudah sampai di tempat tinggal mereka. Sebagian dari mereka akhirnya melanjutkan kebersamaan mereka kejenjang pernikahan. Pasangan yang pada awalnya hanya untuk memenuhi syarat kontrak kerja, akhirnya memutuskan untuk benar-benar menikah. Pekerjaan keseharian masyarakat Hidu-Bali yang baru, adalah sebagai karyawan kontrak di perkebunan PNP IX yang pada awalnya mereka adalah petani. Kelompok masyarakat kontrak ini hidup dengan peraturan kerja perusahaan. Kegiatan kerja yang mereka lakukan di PNP IX adalah membabat, menyemprot, mencangkol, dan menderes perkebuan PNP pada saat itu masih menanam pohon karet Mereka bekerja tujuh jam dalam satu hari, dan hari kerja dalam satu minggu berjumlah enam hari. Karyawan menerima gaji setiap satu kali Universitas Sumatera Utara dalam satu bulan, tepatnya di akhir bulan. Mereka boleh meminjam di pertengahan bulan apabila mereka tidak memiliki persediaan perlengkapan rumah-tangga. Pada tahun 1969 kontrak kerja mereka berakhir sesuai dengan perjanjian kerja yang mereka sepakati selama 6 tahun. Pada saat itu juga, pihak perusahaan menawarkan dua pilihan, yaitu : apakah mereka akan mengakhiri kontrak mereka atau akan melanjutkan kembali.15 kepala keluarga dari karyawan kontrak yang berasal dari pulau Bali ini memilih untuk kembali ke pulau Bali dengan pertimbangan bahwa mereka masih memiliki harta warisan di pulau Bali yang dapat mereka kelola kembali. Sebagian lagi menyatakan ingin melanjutkan kontrak kerja ini, sebab mereka beranggapan bahwa hidup sebagai karyawan kontrak ini lebih terjamin. Mereka lebih memilih tinggal karena apabila mereka kembali ke daerah asalnya meeka juga tidak memiliki apa-apa lagi. Bagi yang memilih pulang ke Bali disebabkan mereka masih mempunyai warisan yang dapat di mamfaatkan kembali setelah keadaan menjadi baik. Kelompok kontrak kerja yang tidak kembali dengan barbagai alasan tetap berkedudukan sebagai karyawan kontrak, dimana kontrak diperpanjang selama tiga tahun. Alasan melanjutkan kontrak sangat beragam. Sebagian mengatakan bahwa mereka terkait utang, ada yang tidak balik dengan alasan bahwa mereka di Bali tidak memiliki harta lagi dan alasan yang lainnya. Masyarakat Hindu-Bali yang melanjutkan kontrak kerja mulai memikirkan bagaimana membentuk pola integrasi dengan masyarakat perkebunan, yaitu menjadi masyarakat yang permanen. Berawal dari pertemuan arisan mereka Universitas Sumatera Utara merencanakan sebuah perkumpulan etnis. Mereka mulai membentuk paguyuban- paguyuban sebagai bentuk realisasinya mereka membentuk organisasi solidaritas sesama anggota yang dinamakan dengan “Parisada Hindu Dharma” di desa Pegajahan Kecamatan Perbaungan, khususnya bagi mereka yang tergolong sebagai karyawan dari Bali yang beragama Hindu. Dalam lingkungan menuju pemukimana mereka, mereka membuat nama baru yaitu desa Pegajahan kampung Bali. Disekitar gerbang manuju perkampungan, mereka membuat gapura, yang menyerupai bangunan Hindu-Bali. Sebagai bukti kongkrit dari komunitas masyarakat Hindu-Bali, maka disekitar perkampungan mereka mendirikan bangunan yang fungsinya sama seperti Pura, dimana umat Hindu melaksanakan upacara ritual keagamaan. Masyarakat mulai mempersembahkan sesajen di tempat upacara keagaamaan tersebut. Komunitas yang baru terbentuk ini, merupakan komunitas yang bernuansa keagamaan yaitu agama Hindu dan juga kesukuan yaitu etnis Bali. Ketika kontrak kedua berakhir pada tahun 1972 jumlah masyarakat Hindu Bali yang kembali pulang ke pulau Bali sekitar 60 dari sisa kepala keluarga yangbelum pulang. Pada akhir kontrak kerja periode yang kedua inipun pihak perusahaan masih menawarkan perpanjangan kontrak kepada mereka yang masih ingin bekerja dan masih ada keterkaitan dengan perususahaan. Tawaran tersebut banyak juga yang menerimanya, terutama masyrakat Hindu Bali yang baru membentuk keluarga setelah mereka tinggal di Kecamatan Perbaungan. Alasan Universitas Sumatera Utara mereka adalah karena tidak mempunyai harta warisan di Pulau Bali, juga karena keluarga mereka sekarang adalah keluarga yang lahir di perantauan. Keluarga ini semakin permanen didukung dengan situasi mereka pada tahun 1975 bukan lagi sebagai karyawan kontrak tetapi mereka sudah di golongkan oleh perusahaan sebagai karyawan lokal. Masyarakat yang baru inilah yang meneruskan budaya Hindu Bali, meskipun jumlah mereka semakin sedikit. Pada tahun 1989 mereka berhasil mendirikan sebuah Pura di Desa Pegajahan Kecamatan Perbaungan. Berdirinya Pura membuat mereka semakin giat dalam melaksanakan ritual keagamaan. Mereka lalu membentuk organisasi keagamaan yang lebih besar lagi. Masyarakat Hindu Bali yang memilih tinggal di kecamatan Perbaungan ini akhirnya dapat membentuk sebuah komunitas yang permanen. Berdasarkan uraian-uraian yang telah di paparkan diatas maka penulis mencoba menulis skripsi ini dengan judul : Dari Kontrak Kerja Membentuk Sebuah Komunitas; Studi Kasus Masyarakat Hindu Bali di Desa Pegajahan Kecamatan Perbaungan 1963-1990

1.2 Rumusan Permasalahan