untuk mencukupi dan bisa bekerja dilapangan. Pihak PNP tidak terlalu selektif terhadap persyaratan mengenai status calon karyawan.
Momen yang sangat pentingpun tiba, ketika masyarakat diberangkatkan ketiga kota, yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Irian Jaya. Bencana
gunung Agung sangat membuat masyarakat Hindu Bali yang tinggal di sekitarnya sangat memperihatinkan, yaitu terjadinya perubahan sosial. Mereka harus pindah
dari tempat kediaman mereka dan merubah pola hidup mereka setiap harinya.
3.4 Masa Kotrak Kerja Pertama Hingga Ke-Tiga
Masyarakat Hindu Bali sebelum ditimpa bencana alam letusan gunung Agung, hidup sebagai masyarakat petani. Pola hidup ini sedikit mengalami
perubahan, yaitu menjadi tenaga kerja dalam perusahaan perkebunan. Kegiatan kelompok masyarakat Hindu Bali yang baru adalah sebagai buruh dalam
perkebunan karet PNP II. Golongan kerja kontrak pada babakan ini tergolong cukup besar, yaitu 60
kepala keluarga, dengan perincian satu kelaurga minimal 5 orang, jadi jumlah keseluruhan apabila dirata-ratakan berjumlah 60 x 5 = 300 orang. Dalam
pembagian kelompok kerja, mereka dibagi mejadi dua kelompok besar, berdasarkan areal kerja, satu kelompok ditempatkan di areal Pondok Agung
dengan jumlah 30 kepala keluarga, dan sisanya 30 kepala keluarga ditempatkan di Pondok Bali.
Penempatan ini bertujuan untuk memudahkan kelompok kerja tersebut mencapai tempat mereka bekerja, dengan pekerjaan pertama kali, bekerja sebagai
Universitas Sumatera Utara
pembabat rumput di sekitar tanaman karet, mencangkol, dan sebagian besar mereka bekerja sebagai penderes mengumpulkan getah dari batang karet.
31
Sebelumnya telah dijelaskan tentang posisi buruh pada tahun 1960 hingga tahun 1980 kurang terpandang di masyarakat, tetapi pekerjaan ini harus diterima
oleh masyarakat Hindu Bali karena keadaan terpaksa. Mereka akan bekerja sebagai buruh kontrak selama 6 tahun, sesudah masa kontrak berakhir maka,
mereka akan kembali ketempat mereka semula yaitu Karangasem.
32
Sebagai masyarakat baru sampai di tempat baru, terlihat kejanggalan dalam proses hidup setiap harinya. Masyarakat yang mayoritas agama Hindu ini
menunjukkan proses hidup setiap harinya sesuai denga ajaran Hindu, sedangkan masyarakat yang dijumpai adalah masyarakat yang heterogen. Perbauran antara
kedua kelompok penduduk ini terlihat tidak mudah untuk disatukan. Kehidupan masyarakat yang hidup dikompleks perkebunan menjadi salah
satu faktor yang membuat masyarakat terhambat bergaul dengan masyarakat yang lainnya. Organisasi ataupun komunitas yang akhirnya terbentuk dalam masyarakat
Hindu Bali yang ada dikompleks adalah organisasi yang bernuansa etnisitas Bali dan komunitas agama yaitu Hindu.
Belum ada organisasi yang permanen ketika masa kontrak pertama dijalani, hanya bentuk komunitas yang sifatnya kecil dan sempit, seperti arisan
masyarakat, dan kelompok Hindu, hal ini dilatarbelakangi dari perjanjian kontrak hanya 6 tahun, jadi belum terpikir menjadi keluarga yang permanen di
Perbaungan.
31
Wawancara dengan Inengah Sumandyase, Tanggal 24 September 2007
32
Wawancara dengan Asmadi Masyarakat desa Pegajahan , tanggal 22 September 2007
Universitas Sumatera Utara
Banyak dari tenaga kontrak kerja adalah kelompok muda, atau usia menjelang perkawinan. Kelompok muda baik laki-laki maupun perempuan.
Ketertutupan terhadap masyarakat luar, sehingga mereka dominan mencari pasangannya di sesama masyarakat yang tinggal di kompleks perkebunan. Laki-
laki muda menjadikan wanita yang satu etnisitas menjadi pasangan keluarga. Di sisi lain pasangan yang dulunya hanya sebagai persyaratan kerja melanjutkan
hubungan mereka kejenjang pernikahan. Proses ini sudah berlangsung pada masa kontrak pertama belum berakhir. Keluarga baru ini hidup dari hasil pekerjaan
mereka sebagai tenaga kontrak. Kontrak pertama akan segera berahir yaitu tahun 1969, segera pihak
perusahaan memberikan dua tawaran kepada masyarakat yang mengikuti kontrak, yaitu perpanjangan masa kerja dengan lama 3 tahun dan kembali ke tempat
mereka semula dimana biaya transportasi ditanggung oleh perusahaan. Mereka tidak diberi tunjangan atau pesangon, tetapi dalam satu sisi pihak yang
melanjutkan kontrak mendapat nilai lebih, dimana mereka juga mendapat biaya ganti biaya pulang ke Bali. Tidak ada unsur paksaan dari pihak perusahaan
memilih salah satu dari tawaran yang diberikan oleh pihak Perusahaan Negara Perkebunan II. Mereka menentukan sendiri pilihan masing-masing.
33
25 15 KK kepala keluarga memilih kembali ke Bali, dengan berbagai alasan, sedangkan bagian yang lainnya memilih tetap sebagai buruh kontrak.
Bagian masyarakat yang memilih perpanjangan kontrak dominan kelompok keluarga yang berumah tangga setelah di tempat kontrak. Sebagai keluarga yang
33
Wawancara dengan John B, tanggal 27 Agustus 2007
Universitas Sumatera Utara
membentuk kepala keluarga diperantauan, mereka belum memiliki harta warisan, bagian yang lainnya adalah keluarga yang tidak memiliki harta warisan, atau
sebelumnya adalah keluarga yang tidak memiliki orang tua. Bagi mereka yang memilih kembali ke Bali, dilatarbelakangi oleh alasan
kondisi sebagai kerja kontrak, mereka menilai bahwa mereka lebih terpandang sebagai petani di ladang sendiri dari pada menjadi buruh kontrak. Situasi ladang
yang sudah pulih dan bisa diusahakan kembali juga turut mendorong mereka kembali ke Bali.
Tidak terlalu terlihat pengurangan jumlah masyarakat Hindu Bali yang melanjutkan kontrak pada periode pertama ini, oleh karena banyak kelompok
keluarga yang baru kawin sebelum proses kontrak pertama berakhir. Kelompok keluarga yang kembali ke Bali, pada dasarnya adalah keluarga yang sudah lama
dan sudah memiliki keturunan dalam perkawinannya. Menghabiskan perpanjangan kontrak kerja tidak terlalu lama, sebab
perpanjangan kontrak hanya 3 tahun yang berahir tahun 1969, tetapi masyarakat Hindu Bali mulai memikirkan bagaimana cara mempertahankan tata cara
kehidupan mereka di kecamatan Perbaungan. Untuk itu sesama kelompok masyarakat Hindu Bali, yang tinggal di Pondok mulai membentuk arisan
keluarga. Arisan keluarga yang dibentuk ini bukan hanya memikirkan tentang
keuangan ataupun materi, mereka juga membicarakan langkah-langkah rencana pendirian satu unit tempat ibadah. Masyarakat Hindu Bali mulai membuat
tabungan sebagai persiapan dana. Mereka melakukan tabungan khusus untuk
Universitas Sumatera Utara
kegiatan ini akibat keadaan mereka yang selama ini sama sekali tidak pernah melakukan pemujaan terhadap yang Maha Kuasa di tempat yang seharusnya yaitu
Candi, tetapi melakukannya di rumah mereka masing-masing. Atas dasar inilah mereka tidak pernah merasakan kepuasan dalam menyampaikan rasa syukur
mereka kepada yang Mahakuasa. Masa perpanjangan kontrak kerja yang kedua akan segera berakhir pada
bulan Agustus 1972. kembali masyarakat atau pekerja kontrak diberikan tawaran, antara pulang ke Bali dan melanjutkan. Waktu perpanjangan sama seperti
lamanya kontrak kerja pertama yaitu 3 tahun. Setengah dari 60 kepala kaluarga yang berangkat dulunya kesumatera, 13 bagian memilih kembali ke kampung
halaman mereka masing-masing. Sebanyak 8 kepala keluarga dari 60 kepala keluarga melanjutkan kontrak
kerja yang ketiga kalinya. Dalam menyelesaikan masa kontrak ketiga ini tidak jauh beda dengan masa yang kontrak kerja babak kedua. Perbedaan antara masa
kontrak kerja pertama dan yang kedua dengan masa kontrak kerja yang ketiga terletak pada jumlah kepala keluarga baru sesudah di tempat kontrak. Setelah
melakukan perkawinan, secara otomatis masuk menjadi anggota kelompok kontrak kerja.
Selama tiga tahun menghabiskan perpanjangan kontrak, para kelompok kerja Hindu Bali, hanya menghabiskan waktunya sebagai tenaga kontrak. Diakhir
masa kontrak kerja yang terakhir, kelompok kerja ini dikejutkan oleh sebuah berita baru, dimana sistem kontrak yang diberlakukan selama ini dan selalu
menakuti masyarakat ini, dihapuskan.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok masyarakat Hindu Bali yang dulunya terlibat kontrak kerja disamakan kedudukannya dengan karyawan lokal, tanpa dibatasi oleh lama kerja,
tetapi sistem kerja dan juga gaji yang diberlakukan kepada mereka sama halnya dengan ketika masa kontrak kerja.
Sistem karyawan lokal yang berlakukan kepada masyarakat Hindu Bali ini menjadi salah satu faktor pendorong kepada masyarakat Hindu Bali menjadi
kelompok masyarakat yang permanen. Sebagai salah satu ujut dari keseriusan masyarakat Hindu Bali menjadi kelompok masyarakat yang nenetap di desa
Pegajahan, terlihat dari perayaan Galungan tahun 1975 tersebut, dimana mereka mendirikan sebuah rumah yang didekorasi sesuai dengan dekorasi Pura.
Masyarakat Hndu Bali yang masih tinggal di Perbaungan melaksanakan ritual penyembahan kepada yang Mahakuasa di tempat tersebut. Demikianlah
masyarakat Hindu Bali melaksanakan ritual keagamaannya sampai tahun 1989 di desa Pegajahan kecamatan Perbaungan..
Universitas Sumatera Utara
BAB IV MASYARAKAT HINDU BALI MEMBENTUK SEBUAH