5.3. Sikap Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam
Sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon baik secara positif maupun negatif terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penilaian emosional afektif disamping komponen pengetahuan kognitif serta kecenderungan untuk bertindak konatif Sarwono, 1997.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada sikap penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam, terdapat 61,7 penjual makanan yang memiliki sifat
berkategori baik dan 38,3 yang memiliki sikap berkategori cukup. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan penjual makanan yang setuju bahwa daun pisang adalah
pembungkus makanan yang paling aman yaitu sebanyak 100, sebanyak 93,6 yang menyatakan setuju bahwa plastik kresek tidak baik untuk membungkus makanan dan
sebanyak 87,2 yang menyatakan setuju bahwa styrofoam tidak baik untuk membungkus makanan. Hal ini sejalan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh
BPOM RI yaitu Peringatan Publik tentang Kantong Plastik “Kresek” Nomor: KH.00.02.1.55.2890 dan Keterangan Pers tentang Kemasan Makanan “Styrofoam”
Nomor: KH.00.02.1.55.2888. Sikap penjual makanan yang baik diperoleh dari pengalaman penjual makanan
maupun orang lain lingkungan baik itu keluarga maupun rekan dan kerabat penjual makanan yang memiliki pengalaman setelah menggunakan plastik dan styrofoam.
Pengalaman tersebut mempengaruhi sikap penjual makanan terhadap penggunaan plastik dan styrofoam.
Universitas Sumatera Utara
5.4. Tindakan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam
Suatu sikap belum tentu secara otomatis dapat terwujud menjadi suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau situasi yang memungkinkan seperti sarana dan prasarana dan juga dukungan dari pihak lain Notoatmodjo, 2003.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap tindakan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam, terdapat hanya 19,1 penjual makanan yang
memiliki tindakan yang baik, 68,1 yang memiliki tindakan berkategori cukup dan masih terdapat 12,8 penjual makanan yang memiliki tindakan yang buruk.
Berdasarkan hasil wawancara, masih banyak penjual makanan yang menggunakan plastik kresek sebagai pembungkus makanan yaitu sebanyak 53,2
dan sebanyak 57,4 penjual makanan yang mengemas makanan panas menggunakan styrofoam. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan penjual makanan mengenai
bahaya yang terdapat pada plastik kresek dan juga styrofoam. Penjual makanan menganggap bahwa kemasan yang berbahaya hanyalah plastik kresek hitam atau
dengan kata lain plastik kresek berwarna dan styrofoam tidak memiliki bahaya apapun dan ini tidak sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh BPOM RI
tentang plastik kresek, dimana disebutkan bahwa kantong plastik kresek berwarna terutama hitam kebanyakan merupakan produk daur ulang yang sering digunakan
untuk mewadahi makanan dan styrofoam dilarang penggunaannya pada makanan panas BPOM, 2009.
Banyaknya penjual makanan yang menyatakan tidak menggunakan pembungkus makanan selain plastik dan styrofoam didasarkan pada alasan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan plastik dan styrofoam sebagai pembungkus makanan, dimana sebanyak 38,3 penjual makanan yang menyatakan bahwa plastik kresek dan styrofoam dipilih
karena dinilai cukup praktis penggunaannya. Alasan lain menyebutkan bahwa penggunaan plastik kresek dikarenakan harganya yang murah yaitu sebanyak 31,9
dan mudah didapat yaitu sebanyak 21,3. Hal ini menunjukkan bahwa betapa populernya kemasan plastik dan styrofoam saat ini. Sifatnya yang praktis, harganya
yang murah dan banyak disediakan pasar, menjadi alasan penjual makanan untuk tetap mempergunakan plastik kresek dan styrofoam. Tidak adanya pembungkus
makanan aman yang praktis dan murah membuat penjual makanan tetap memilih plastik kresek dan styrofoam. Walaupun tidak menutup kemungkinan adanya
pembungkus makanan yang aman dan praktis, namun ketersediannya sangat terbatas dan berharga mahal, hal ini berkaitan erat dengan biaya produksi yang harus
dikeluarkan penjual makanan untuk pembungkus makanan. Tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu
Notoatmodjo, 2005: 1.
Praktik terpimpin, yaitu apabila seseorang telah melakukan sesuatu namun masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2. Praktik secara mekanisme, yaitu apabila seseorang telah melakukan atau
mempraktikkan suatu hal secara otomatis. 3.
Adopsi, yaitu tindakan yang sudah berkembang, dimana tindakan bukan hanya sekedar rutinitas, namun sudah dilakukan modifikasi dan menjadi prilaku atau
tindakan yang berkualitas.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan teori tindakan di atas, dapat dilihat bahwa tindakan penjual makanan yang berkategori cukup termasuk ke dalam tindakan atau praktik yang
terjadi secara mekanisme, dimana penjual makanan menggunakan plastik dan styrofoam secara otomatis dan belum menggantinya dengan pembungkus lain yang
menyebabkan tindakan penjual makanan belum berkembang ke arah tindakan yang berkualitas.
5.5. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam