Cara Dingin Karagenan Asam Asetil Salisilat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus. Selain sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia, senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia seperti protein, karbohidrat, lemak dan gula juga harus diperhatikan Depkes RI, 2000.

2.3.2 Ekstraksi Dengan Penggunaan Pelarut

Dengan menggunakan metode penyarian atau pelarut dalam ekstraksi dapat dibedakan macam-macam cara ekstraksi diantaranya:

a. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan kamar. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Depkes RI, 2000

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna exhaustive extraction yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak, terus menerus sampai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak. Depkes RI, 2000 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Cara Panas

1. Refluks

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. Depkes RI, 2000

2. Soxhletasi

Soxhletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik. Depkes RI, 2000

3. Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik dengan pengadukan kontinyu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 o C. Depkes RI, 2000

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96 o C-98 o C selama waktu tertentu 15-20 menit. Infus pada umumnya digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Depkes RI, 2000

5. Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama lebih dari 30 menit dan temperatur sampai titik didih air. Depkes RI, 2000 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.3 Freeze Drying

Pengeringan-beku atau lyophilization adalah proses pengeringan dimana pelarut atau media suspensi yang dapat mengkristal pada temperatur rendah dan sesudahnya mensublimasi dari padat langsung ke fase uap. Pengeringan beku mengubah es atau air dalam fase amorf menjadi uap. Karena tekanan uap es rendah, maka volume uap menjadi besar. Tujuan pengeringan beku adalah untuk memproduksi suatu substansi dengan stabilitas yang baik dan tidak berubah setelah rekonstitusi dengan air, meskipun hal ini sangat tergantung juga pada langkah terakhir proses yaitu pengemasan dan kondisi penyimpanan. Keuntungan dari proses pengeringan-beku adalah : 1. Pengeringan dengan suhu rendah dapat mengurangi penurunan produk sensitif – panas. 2. Produk cair dapat secara akurat terdosiskan. 3. Kandungan air dari produk akhir dapat dikontrol selama proses. 4. Produk obat dapat memiliki bentuk fisik yang menarik. 5. Produk obat dengan luas permukaan spesifik yang tinggi dengan cepat kembali Oetjen dan Haseley, 2004

2.4 Inflamasi

2.4.1 Pengertian Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi kompleks dalam jaringan ikat vascular terjadi karena rangsangan eksogen dan endogen. Peradangan adalah respon normal, pelindung terhadap cedera jaringan disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya atau agen mikrobiologis. Ini Berupaya untuk menonaktifkan atau menghancurkan organisme asing, menghilangkan iritasi yang merupakan tahap pertama perbaikan jaringan. Proses inflamasi Biasanya mereda pada proses Penyelesaian atau penyembuhan tapi kadang-kadang berubah menjadi radang yang parah, yang mungkin jauh lebih buruk dari penyakit ini dan dalam kasus ekstrim, juga dapat berakibat fatal Sen et al, 2010. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kemerahan, suhu yang meningkat, pembengkakan, nyeri, dan hilangnya fungsi adalah tanda klasik dari inflamasi. Inflamasi dapat diprovokasi oleh berbagai agen berbahaya, bahan asing, toxines, infeksi, bahan kimia, patogen, reaksi kekebalan tubuh dan luka fisik Sen et al, 2010.

2.4.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi

Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan melepaskan beberapa fosfolipid yang diantaranya adalah asam arakidonat.Setelah asam arakidonat tersebut bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat ke dalam bentuk yang tidak stabil hidroperoksid dan endoperoksid yang selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Bagian prostaglandin dan leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan Katzung, 1998.

2.4.3 Jenis Inflamasi

Umumnya peradangan terbagi menjadi dua jenis yaitu a peradangan akut dan b peradangan kronis. Reaksi inflamasi terurai oleh mekanisme yang berbeda dan terjadi pada fase seperti: a. fase akut : vasodilatasi lokal sementara dan Peningkatan permeabilitas kapiler b. fase sub-akut : Infiltrasi atau leukosit dan fagositosis sel c. fase Kronis proliferatif : kerusakan jaringan dan fibrosis Sen et al, 2010. Peradangan akut adalah tanggapan awal dari tubuh mengambil faktor risiko seperti infeksi atau trauma dll, ini adalah garis tidak spesifik dan pertahanan pertama tubuh terhadap bahaya. Fitur utama dari peradangan akut termasuk a akumulasi cairan dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta plasma di lokasi yang terkena dampak, b aktivasi intravaskular datar atau memungkinkan, c polymorph-nuklir neutrofil sebagai sel inflamasi. Ketika faktor-faktor risiko memperpanjang dan tidak dihapus, peradangan akut dan kemudian akan berubah menjadi peradangan kronis. Hal ini terjadi untuk durasi yang lebih lama dan terkait dengan adanya macrofagen, limfosit, sel darah proliferasi, fibrosis dan nekrosis jaringan. Para macrofagen menghasilkan sejumlah macam produk biologis aktif yang menyebabkan Kerusakan jaringan dan karakteristik fibrosis peradangan kronis Sen et al, 2010.

2.4.4 Obat Antiinflamasi

Obat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara yaitu menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obatan antiinflamasi terbagi dalam golongan steroid yang terutama bekerja dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya dan golongan non steroid yang bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan pada biosintesis prostaglandin Setyarini, 2009. Obat-obatan antiinflamasi sangat efektif menghilangkan rasa nyeri dan inflamasi dengan menekan produksi prostaglandin dan metabolisme asam arakidonat dengan cara penghambatan sikloooksigense dan lipooksigenase pada kaskade inflamasi. Penekanan prostaglandin sebagai mediator inflamasi pada jaringan menyebabkan kurangnya rasa nyeri dan pembengkakan sehingga fungsi otot dan sendi membaik Setyarini, 2009. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.5 Beberapa Metode Uji Antiinflamasi

1. Metode Pembentukan Edema Buatan Metode ini berdasarkan pengukuran volume dari edema buatan. Volume edema diukur sebelum dan sesudah pemberian zat yang diuji. Banyak bahan-bahan radang yang telah digunakan untuk induksi edema yang meliputi ragi, formalin, dextran, telur albumin, kaolin dan polisakarida sulfat seperti karagenan. Di antara bahan-bahan induksi edema, karagenan telah ditemukan untuk menjadi bahan yang paling sesuai dan memberikan nilai input yang baik untuk anti-inflamasi Parmar prakash 2006. 2. Metode Pembentukan Eritema Metode ini berdasarkan pengamatan secara visual terhadap eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bulunya. Hewan percobaan dihilangkan bulu menggunakan suspensi barium sulfat. Dua puluh menit kemudian dibersihkan menggunakan air panas. Hari berikutnya senyawa uji disuspensikan dan setengah dosisnya diberikan 30 menit sebelum pemaparan UV. Setengah dosisnya lagi diberikan setelah 2 menit berjalan pemaparan UV. Eritema dibentuk akibat iritasi sinar UV berjarak 20 cm diatas marmot. Eritema dinilai 2 dan 4 jam setelah pemaparan Vogel, 2002. 3. Metode Iritasi dengan Panas Metode ini berdasarkan pengukuran luas radang dan berat edema yang terbentuk setelah diiritasi dengan panas. Mula-mula hewan diberi zat warna tripan biru yang disuntik secara IV, dimana zat ini akan berikatan dengan albumin plasma. Kemudian pada daerah penyuntikan tersebut dirangsang dengan panas yang cukup tinggi. Panas menyebabkan pembebasan histamine endrogen sehingga timbul inflamasi. Zat warna akan keluar dari pembuluh darah yang mengalami dilatasi bersama- UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sama dengan albumin plasma sehingga jaringan yang meradang kelihatan berwarna. Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan mengukur luas radang akibat perembesan zat ke jaringan yang meradang. Pengukuran juga dapat dilakukan dengan menimbang edema yang terbentuk, dimana jaringan yang meradang dipotong kemudian ditimbang Vogel, 2002. 4. Metode Pembentukan Kantong Granuloma Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk di dalam kantong granuloma. Mula-mula benda terbentuk pellet yang terbuat dari kapas yang ditanam di bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan makrofag ke tempat radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbul granuloma Vogel, 2002. 5. Metode Induksi Oxazolon Edema Telinga Mencit. Pada percobaan ini tikus telinga tikus diinduksi 0,01 ml 2 larutan oxazolon ke dalam telinga kanan. Inflamasi terjadi dalam 24 jam. Kemudian hewan dikorbankan dibawah anastesi lalu dibuat preparat dengan 8 mm dan perbedaan berat preparat menjadi indicator inflamasi udem Vogel, 2002; Parmar, 2006.

2.5 Karagenan

Karagenan dikenal juga dengan nama carragenan, carragenin, carraghenates, chondrus extrax dan irish moss extrak. Karagenan merupakan suatu ekstrak kering ganggang laut merah Rhodopyceae yang diperoleh dari species Chondrus crispus Sweetman, 2009. Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki beberapa keuntungan antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan dan memberikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi dibanding senyawa iritan lainnya Siswanto dan Nurulita, 2005.

2.6 Asam Asetil Salisilat

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis Gunawan, 2008. Farmakodinamik: Gambar 2.1. Asam Asetil Salisilat  Mekanisme Kerja Asam asetil salisilat bekerja menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel prostagladin sintetase, yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida ; pada dosis yang tepat obat ini akan menurunkan pembentukan prostagladin maupun tronboksan A 2, tetapi tidak leukotrien Gunawan, 2008; Katzung, 1998  Efek Antiinflamasi Asam asetil salisilat menghambat perlekatan granulosit pada pembuluh yang rusak, menstabilkan membran lisosom, dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan Katzung, 1998. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Efek Samping Terjadi gangguan pada lambung gastritis, pendarahan saluran cerna, muntah, tinusitus, penurunan pendengaran, vertigo, meningkatkan kadar asam urat serum dan hepatitis ringan Muatchler, 1991; Guawan, 2008; Katzung, 1998. 17

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmasi Pharmacy Drug Research, Pharmacy Medicinal Chemistry, Pharmacy Natural Analysis, dan Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai dari bulan Mei sampai November 2012.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : neraca analitik wiggen hauser, spuit injeksi suplantar dan peroral 1 mL dan 3 mL, stopwatch, timbangan hewan, blender, vacum rotari evaporator, freeze dryer, masker, pletismometer, kandang tikus, sonde, tissu gulung, lebel, spatel, elenmeyer, gelas ukur, sarung tangan, alumunium foil, lumpang dan stamfer, termometer, kertas saring, kapas.

3.2.2 Bahan Penelitian

Simplisia yang digunakan adalah lumut hati Mastigophora diclados mastigophoraceae, yang diperoleh dari Gunung Slamet Purwokerto sebanyak 1 kg basah, simplisia kering 100,8 g, serbuk kering 98,7 g, yang digunakan dalam ekstraksi 90 g,warna hijau, bau khas aromatis.

3.2.3 Bahan Kimia Bahan Antiinflamasi

Karagenan dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, asam asetil