Sejarah Hubungan Aliansi Militer AS dan Jepang Paska Perang Dunia

Meskipun Jepang telah mendapatkan kemerdekaan pada 8 September 1951 sesuai pasal 1 dalam San Francisco Peace Treaty yang menyatakan bahwa Sekutu menjamin kedaulatan wilayah Jepang, namun pada poin 9 Deklarasi Potsdam dinyatakan bahwa angkatan bersenjata Jepang akan dilucuti dihapuskan, dan industri militer Jepang dihilangkan, sehingga Jepang menjadi negara demiliterisasi yang tidak memiliki status kepemilikan militer nasional skala besar Mueller 2007. Pernyataan yang sama mengenai Jepang tidak memiliki militer skala besar juga tertera dalam pasal 9 Konstitusi Jepang yang dinyatakan oleh Ministry of Defense sebagai berikut: “Aspiring sincerely to an international peace based on justice and order, the Japanese people forever renounce war as a sovereign right of the nation and the threat or use of force as means of settling international disputes. In order to accomplish the aim of the preceding paragraph, land, sea, and air forces, as well as other war potential, will never maintained. The right of belligerency of the state will not be recognized” Ministry of Defense 2004 Demi menciptakan sebuah perdamaian internasional berdasarkan asas keadilan dan ketertiban, sebagai negara yang berdaulat, rakyat Jepang menyatakan akan meninggalkan cara kekerasan perang dalam menghadapi permasalahan internasional. Dalam rangka mewujudkan pernyataan diatas maka angkatan darat, laut dan udara tidak akan ikut terlibat dalam potensi perang mendatang. Hak untuk terlibat perang tidak akan diakui Terjemahan penulis Berdasarkan Pasal 9 Konstitusi Jepang diatas disebutkan bahwa pasukan militer Jepang dilarang bersikap agresif dalam menyelesaikan perselisihan internasional, sebaliknya Jepang harus bersikap netral dan damai ketika menemui masalah internasional, sehingga kebijakan pertahanan ini dinamakan Kebijakan Pasif Cai 2008. Meskipun kebijakan pasif telah digunakan Jepang sebagai bentuk kebijakan luar negerinya dan Jepang dilarang untuk memiliki angkatan bersenjata militer, namun berdasarkan perjanjian keamanan dengan AS yaitu Treaty of Mutual Cooperation and Security, Jepang diperbolehkan memiliki pertahanan nasional dikenal dengan Japanese Self-Defense Forces JSDF yang dibentuk pada tahun 1954 O.Hague 2007:61. Sebelum Treaty of Mutual Cooperation and Security direvisi pada 19 Januari tahun 1960, landasan kerjasama aliansi militer antara Jepang dan AS adalah San Francisco Treaty yang menandai berakhirnya penempatan tentara Sekutu di Jepang serta menjadi awal hubungan aliansi militer AS dengan Jepang. Di dalam Perjanjian San Francisco, AS menyatakan kepentingannya dalam menjaga perdamaian dan keamanan kawasan Asia Timur, sehingga AS akan mempertahankan militernya di wilayah Jepang dan AS berperan sebagai pelindung keamanan Jepang dan juga Timur Jauh. Kegunaan utama dari JSDF adalah menjaga pertahanan teritori negara dari dalam The Shield sedangkan adanya pasukan militer AS di Jepang adalah sebagai penjaga garis depan wilayah Jepang The Spear O.Hague 2007:61. Japan Self Defense Force JSDF atau yang sering dikenal dengan Self Defense Force SDF telah resmi bekerja pasca Perang Dunia II dan bertugas untuk menjaga pulau-pulau Jepang dari ancaman eksternal dan tidak diizinkan digunakan ke luar negeri serta SDF dilarang memiliki senjata nuklir atau senjata apapun yang bersifat ofensif Reed 1983:28. Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan Jepang melalui website resminya, mengatakan bahwa Japan Self Defense Force dibagi menjadi tiga unit yaitu Ground Self Defense Force GSDF, Maritime Self Defense Force MSDF, dan Air Self Defense Force ASDF. Jumlah personil SDF sampai pada tahun 2005 adalah sekitar 250.000 tentara serta SDF memiliki 6 anggaran dana nasional atau sekitar 50 miliar dolar AS setara dengan 589 trilyun rupiah. Meskipun Japan Self Defense Force tidak diizinkan digunakan di luar negeri berdasarkan konstitusi Jepang, namun setelah beberapa tahun Japan Self Defense Force dibentuk, mereka diizinkan untuk dikirim ke luar negeri dengan tujuan sebagai pasukan penjaga perdamaian bersama AS dan PBB. Beberapa misi perdamaian yang pernah dilakukan oleh Self Defense Force adalah SDF pernah mengirimkan kapal “penyapu” ranjau pada 26 April 1991 ke Teluk Persia, tujuannya adalah untuk membersihkan ranjau-ranjau yang masih aktif maupun tidak selama Perang Teluk terjadi Muneo 2014:2. Misi kedua SDF adalah ditugaskan sebagai pasukan perdamaian dibawah United Nations Transitional Authority in Cambodia UNTAC pada 19 Agustus 1992 dan membantu pembangunan jalan, jembatan bagi warga Kamboja. Ketiga, misi bagi SDF adalah mengirimkan kapal maritim SDF ke Afganistan pada 9 November 2001 bersama dengan militer AS dan NATO, SDF bertugas untuk menginvasi Afganistan setelah kejadian pengeboman 9 September 2001. Selain itu, PM Koizumi dan kabinetnya juga mengizinkan SDF mengirimkan kapal maritimnya ke Samudera Hindia berdasarkan UU Khusus Anti-Terorisme tahun 2001 sebagai bentuk dukungan aliansi Jepang kepada AS dalam melawan terorisme dunia Muneo 2014:3. Setelah melihat peranan SDF di luar negeri cukup penting sebagai pasukan pendukung AS, maka AS manyatakan bahwa Jepang merupakan mitra aliansi yang strategis bagi AS. Selain itu, sejalan dengan kepentingan AS untuk menjaga perdamaian dan keamanan di Timur Jauh, maka AS menempatkan pasukannya di Jepang, dan penempatan pasukan militer AS di Jepang juga sebagai pelindung Jepang jika Jepang diserang oleh musuh O.Hague 2007:63. Pernyataan bahwa pasukan militer AS adalah sebagai pelindung Jepang tertera dalam pasal 6 Treaty of Mutual Cooperation and Security sebagai berikut: “For the purpose of contributing to the security of Japan and the maintenance of international peace and security in the Far East, the United States of America is granted the use by its land, air and naval forces of facilities and areas in Japan…” Institute of Oriental Culture, University of Tokyo 1960 Sebagai tujuan bentuk kontribusi dalam menjaga keamanan Jepang dan pemeliharaan perdamaian internasional di Timur Jauh, maka AS diizinkan untuk menggunakan fasilitas angkatan darat, laut dan udaranya di wilayah Jepang Terjemahan penulis Berdasarkan pernyataan tersebut maka, aliansi kedua negera ini memiliki mutual interest yaitu dari sisi Jepang, mereka lebih merasa aman karena pertahanan negera dapat dijaga oleh AS sehingga dapat meminimalkan ancaman serangan eksternal, serta Jepang tetap dapat mempertahankan isi pasal 9 dalam UU konstitusinya O.Hague 2007:63. Sedangkan keuntungan jangka panjang bagi AS adalah kepentingan AS dalam menghadang perluasan ideologi komunis dari Uni Soviet dan Cina di kawasan Asia Pasifik pada masa perang dingin dapat terlaksana karena pusat militer AS di Asia berada di wilayah Jepang, yang dianggap strategis McDougall 1997:20.

B. Penempatan Pasukan Militer AS di Jepang

Berdasarkan Treaty of Mutual Cooperation and Security pasal 6 tahun 1960 yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, secara legal AS dapat menempatkan pangkalan militernya di wilayah Jepang. Pangkalan militer AS ini kemudian digunakan sebagai garda depan saat Perang Dingin dan Perang Korea tahun 1950- 1953 berlangsung, bahkan Jepang disebut sebagai “rare base” oleh AS karena dapat mempermudah pergerakan tentara AS di Semenanjung Korea McDougall 1997:36. Pangkalan Militer AS di Jepang memiliki sekitar 135 fasilitas militer yang tersebar di beberapa prefektur Jepang yaitu Okinawa, Kanagawa, Nagasaki, dan Tokyo. Terlihat pada gambar II.B Jumlah personil militer AS yang ditempatkan di Jepang adalah sekitar 52.000 personil dengan penempatan 26.000 personil tersebar di daratan Jepang dan 25.000 personil lainya di tempatkan di Prefektur Okinawa Muto 2004. Gambar II.B Peta Penyebaran Fasilitas Pangkalan Militer AS di Jepang Sumber: http:www.tokyoprogressive.orgcontentus-bases-japanampo diakses pada 2 September 2014 Berikut adalah beberapa pusat pangkalan militer AS di darataan Jepang: 1. Pangkalan Udara Misawa Pangkalan Udara Misawa terletak di Pulau Honshu, Kota Misawa, Prefektur Aomori. Wilayah ini berada sekitar 400 km sebelah utara Tokyo dan hanya berjarak 5 km dari Samudera Pasifik. Jumlah populasi di Prefektur Aomori adalah sekitar 42.000 jiwa termasuk jumlah pasukan militer AS sekitar 3.800 personil, 700 pekerja sipil AS, dan 1.100 pasukan angkatan udara Jepang JASDF. Unit militer AS yang ada di Pangkalan Udara Misawa adalah 35 th Fighter Wing sebagai pasukan penerbang yang mengendarai pesawat tempur F-16 dan dibagi menjadi empat kelompok, 2 skuadron, 27 unit pendukung skuadron CNIC, Naval Air Facility Misawa 2008. Pada saat Perang Dunia II terjadi, Pangkalan Udara Misawa dijadikan sebagai lokasi latihan tempur bagi angkatan bersenjata Jepang yang akan dikirim untuk menyerang Pearl Harbour, karena lokasi ini dikelilingi oleh perairan yang mirip dengan lokasi Pearl Harbour. Saat pasukan Sekutu menyerang daratan Jepang, Pangkalan Udara Misawa ikut hancur dengan total kerusakan mencapai 90, kemudian pangkalan ini dibangun kembali saat AS menghadapi Perang Korea, Perang Vietnam, serta menjadi lokasi yang strategis untuk misi pengintaian Uni Soviet dan Cina pada tahun 1950an. Pasukan Bela Diri Jepang JASDF pertama kali bergabung bersama angkatan udara AS adalah saat JSDF terbentuk pada tahun 1954 CNIC, Naval Air Facility Misawa 2008. 2. Pangkalan Udara Yokota Pangkalan Udara Yokota terletak di Pulau Honshu, Kota Fussa, Selatan Tokyo dengan jumlah pasukan militer AS sekitar 14.000 personil, dan menempati lahan seluas sekitar 136.000 m 2 . Unit pasukan militer di Pangkalan Udara Yokota adalah 374 Airlift Wing, unit ini ditugaskan beroperasi di seluruh kawasan Asia Timur dengan dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok operasi, kelompok pendukung pasukan khusus, kelompok pemelihara peralatan, dan kelompok medis. Misi dari 374 Airlift Wing adalah memberikan komando supply untuk pelaksanaan pemberian pasokan logistik, kargo, peralatan militer, dan sebagai pasukan evakuasi. Nama Pangkalan Udara Yokota sebelumnya adalah Lapangan Udara Tama yang dibangun oleh Kerajaan Jepang pada 1940 sebagai salah satu kekuatan utama militer Jepang. Lapangan Udara Tama digunakan sebagai lokasi pengujian dan pelatihan bagi tentara Jepang saat Perang Dunia II berlangsung, serta dijadikan sebagai tempat bertemunya Jepang dan Italia ketika mendiskusikan strategi perang Patrick M. Cronin 2012. Ketika Jepang menyerah pada Sekutu tahun 1945, Lapangan Udara Tama kemudian diduduki oleh tentara kavaleri AS dan diganti dengan nama Fussa Army Airfield, setelah itu AS kembali memutuskan mengganti nama Fussa Army Airfiled menjadi Yokota Air Base serta pada tahun 2005, Pangkalan Udara Yokota dijadikan sebagai markas besar bagi JASDF Patrick M. Cronin 2012:10. 3. Pangkalan Udara Angkatan Marinir Iwakuni Marine Corp Air Station MCAS Iwakuni adalah pangkalan udara bagi angkatan militer marinir AS yang terletak di Pulau Honshu, Kota Iwakuni di Prefektur Yamaguchi. Lokasi ini berada 300 km sebelah barat dari Okasa dan 30 km sebalah barat daya dari Kota Hiroshima dan jumlah personil marinir saat ini sekitar 15.000 personil termasuk