Laut Cina Selatan Konflik Regional Asia Pasifik

Coastal States tidak boleh mengurangi batas laut negara lain yang berbatasan langsung dengannya United Nations 2012. Namun keenam negara, Cina, Filipina, Taiwan, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Vietnam memiliki versi yang berbeda satu sama lain dalam hal pengklaiman kepemilikan batas Laut China Selatan, hak teritorial yang diklaim dapat dilihat pada gambar III.2.1 Gambar III.B.2.1 Peta Laut Cina Selatan Sumber: http:www.brookings.eduresearchpapers201408south-china-sea-perspective-bader- lieberthal-mcdevitt Diakses pada 22 Agustus 2014 Berdasarkan peta diatas, berikut pengklaiman kepemilikan Laut Cina Selatan dari masing-masing negara selain Cina, yaitu Polling 2013:6: 1. Malaysia mengklaim kepemilikan batas Laut Cina Selatan berdasarkan batas laut yang disepakati dengan Indonesia tahun 1969 dan Thailand tahun 1979 serta berdasarkan peta Malaysia tahun 1979. Namun, garis pantai yang diakui Malaysia sebenarnya dianggap tidak sah, hal ini disebabkan peta yang dikeluarkan Malaysia tahun 1979 tersebut tidak pernah didaftarkan pada CLCS. 2. Filipina hampir mengklaim keseluruhan dari garis batas Laut Cina Selatan yang ditetapkan oleh CLCS. Filipina mengkalim batas tersebut termasuk Kepulauan SpartlyPulau Kalayan dimana kesepakatan kepemilikan pulau tersebut berdasarkan hasil dari Treaty of Paris antara Spanyol dan AS tahun 1898 di Paris, terkait kekalahan dan penyerahan wilayah jajahan Spanyol ke AS. 3. Vietnam menyatakan garis batas yang dibuat CLCS tidak sah karena Vietnam tidak pernah menyetujui pembentukan batas laut yang disepakati oleh komunitas internasional, selain itu Vietnam memiliki peta kepemilikan Laut Cina Selatan sesuai versinya sendiri yaitu keseluruhan Laut Cina Selatan termasuk Kepulauan Paracel dan Spartly. 4. Brunei mengklaim garis batas Laut Cina Selatan didasarkan kepada tiga hal yaitu: perbatasan laut dengan Malaysia berdasarkan Konstitusi Inggris pada tahun 1958, memperpanjang garis laut terluar dari 200 mil laut Brunei yang dinyatakan pada tahun 1982 oleh Kerajaan Brunei dan telah disetujui oleh Malaysia, serta perpanjangan batas laut terluar mencapai 60 mil sesuai dengan peta Brunei tahun 1988. Melihat beberapa negara Asia Tenggara dan Cina saling bersikeras mengklaim kepemilikan Laut Cina Selatan, maka hal tersebut membuat AS khawatir, hal ini disebabkan karena tensi di wilayah ini semakin tinggi sedangkan, menurut AS semua negara berhak menikmati laut lepas termasuk kebebasan berlayar di wilayah laut internasional, baik kapal komersial maupun kapal militer. Selain itu, kebebasan bernavigasi di zona internasional juga telah tercantum dalam United Nations on the Law of the Sea UNCLOS pasal 87 Fravel 2012:300. Isi pasal tersebut yang dicantumkan dalam website resmi PBB adalah pasal 87ayat 1 berbunyi: The high seas are open to all States, whether coastal or land-locked. Freedom of the high seas is exercised under the conditions laid down by this Convention and by other rules of international law. It comprises, inter alia, both for coastal and land-locked States:a Freedom of navigation; b Freedom of overflight; c Freedom to lay submarine cables and pipelines, subject to Part VI; d Freedom to construct artificial islands and other installations permitted under international law, subject to Part VI; e Freedom of fishing, subject to the conditions laid down in section 2; f Freedom of scientific research, subject to Parts VI and XIII United Nations 2013. Laut lepas adalah wilayah yang terbuka bagi semua negara baik pantai maupun daratannya. Kebebasan beraktivitas di laut lepas diatur oleh konvensi dari aturan yang dibuat berdasarkan hukum internasional, kebebasan tersebut meliputi: a kebebasan navigasi; b kebebasan terbang diatasnya; c kebebasan meletakkan kabel dan pipa bawah laut, yang dijelaskan pada Bagian VI; d kebebasan membangun pulau buatan dan instalasi lainnya yang diatur berdasarkan hukum internasional, dijelaskan di Bagian VI; e kebebasan menangkap ikan, yang ditetapkan pada bagian 2; f kebebasan melakukan riset ilmiah, yang dijelaskan pada Bagian VI dan XIII Terjemahan penulis Mengacu pada pasal PBB diatas, maka seharusnya tensi di wilayah Laut Cina Selatan dapat berkurang, dan CLCS juga menyatakan bahwa setiap negara yang berkonflik di wilayah ini perlu mengacu pada hukum internasional yang berlaku sehingga konflik di Laut Cina Selatan tidak berlarut Polling 2013:23.

b. Laut Cina Timur

Selain sengketa perbatasan Laut Cina Selatan, terdapat isu sengketa lain yang masih belum terselesaikan yaitu klaim atas kepemilikan Pulau SenkakuDiaoyu oleh dua negara besar di Asia Timur yaitu Jepang dan Cina. Sengketa pulau SenkakuDiaoyu mulai memanas ketika AS mengembalikan Pulau Ryukyu dan Daito yang berada di bawah U.S Trussteeship ke Jepang pada tahun 1972, ketika itu Cina menolak jika status pulau SenkakuDiaoyu termasuk di dalam pulau-pulau yang telah dikembalikan ke Jepang oleh AS. Atas penolakan Cina tersebut, maka pulau SenkakuDiaoyu berada dalam status quo selama beberapa tahun. Peta pulau SenkakuDiaoyu yang menjadi sengketa kedua negara dapat dilihat pada Gambar III.B.2.2 di bawah ini Smith 2013: Gambar III.B.2.2 Peta Sengketa Laut Timur Cina Sumber: http:www.eia.govcountriesregions-topics.cfm?fips=ecs diakses pada 22 Juli 2014 Pulau SenkakuDiaoyu menjadi perhatian Jepang dan Cina ketika pada tahun 1969 komisi ekonomi PBB yaitu UN Economic Commission for Asia and the Far East melaporkan adanya temuan potensi sumber daya alam seperti minyak, gas bumi dan hidrokarbon yang ada di pulau tersebut. Jepang dan Cina sepakat untuk menghindari topik pembicaraan terkait pulau SenkakuDiaoyu selama beberapa tahun seperti pernyataan Presiden Deng Xiaoping kepada PM Jepang Takeo Fukuda bahwa wajar jika antar negara memiliki perbedaan pandangan terhadap suatu isu seperti penyebutan nama pulau Senkaku bagi Jepang, dan Diaoyu bagi Cina maka lebih baik untuk menghindari pembicaraan terkait pulau tersebut Kai 2013. Namun, tensi atas klaim pulau tersebut kembali muncul pada tahun 2010 ketika kapal nelayan Cina menabrak dua kapal Polisi Pantai Jepang di perairan dekat pulau SenkakuDiaoyu dan kapten kapal nelayan tersebut ditahan oleh Jepang, selain itu tahun 2012 Jepang membeli 3 dari 5 pulau di sekitar pulau SenkakuDiaoyo yang mengakibatkan kemarahan Cina terhadap Jepang. Kemungkinan adanya kontak senjata antara Jepang dan Cina cukup besar mengingat kedua negara memiliki armada laut yang kuat, selain itu aliansi antara Jepang-AS juga dapat menimbulkan kesalahan persepsi bagi Cina sehingga kemungkinan Cina memilih mengambil tindakan agresif sangat besar dimana hal tersebut dapat memicu perang di kawasan Asia Timur Smith 2013.

C. Peningkatan Kekuatan Militer Cina

Perkembangan perekonomian Cina mulai kembali maju ketika Cina telah mengubah bentuk pemerintahannya menjadi republik pada tahun 1949 kemudian pada tahun 1950, Cina kembali memulai industri dalam negerinya dengan meningkatkan investasi dalam sektor industri baja, beton dan alat berat serta pemerintah juga memaksimalkan sumber daya alam yang dimiliki Cina. Hasilnya pada tahun 1978 pertumbuhan GDP Cina mengalami peningkatan dari 3 pertahun sebelum tahun 1978 menjadi 8 pertahun setelah tahun 1978. Dalam satu dekade GDP Cina kembali meningkat pesat yaitu dari 3.0 trilyun dolar tahun 2000 menjadi 10.1 trilyun dolar di tahun 2010 dan gambar GDP Cina dapat dilihat pada Gambar III.2.3 dibawah ini Zhu 2012:106 Grafik III.C.1 Nilai Gross Domestic Product GDP Cina tahun 1990-2010 Sumber: http:www.ccusd93.orgeducationcomponentsscrapbookdefault.php?sectiondetailid=32938 diakses pada 16 Agustus 2014 Berdasarkan data yang diliris oleh The Institute for Security and Development Policy melalui website resminya menyatakan meningkatnya 100 200 300 400 500 600 700 800 900 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Milyar Dollar AS pertumbuhan perekonomian Cina juga diiringi dengan meningkatnya kekuatan militer negaranya dimana Cina memfokuskan untuk membangun, melengkapi dan melatih tentara nasional Cina yang dikenal dengan The Peoples Liberation Army PLA. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya anggaran dana untuk pembiayaan belanja militer Cina yaitu dari 27,9 milyar dolar AS di tahun 2000 menjadi 78 milyar dolar AS di tahun 2010. Jika dibandingkan dengan anggaran belanja militer AS, terlihat jelas bahwa anggaran belanja Cina meningkat pesat, perbandingan anggaran belanja militer kedua negara dapat dilihat pada Grafik dibawah ini Erickson 2013:810 : Grafik III.C.2 Anggaran Belanja Militer AS 2002-2010 Sumber: The Stockholm International Peace Research Institute SIPRI Military Expenditure Database http:milexdata.sipri.orgresult.php4 diakses pada 1 September 2014