46
menjadi baik atau buruk. Dari hasil wawancara penulis terdapat subjek penelitian yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi dia
menjadi lesbian adalah keluarga. Hambatan yang sering dirasakan para lesbian dalam keberagamaan
khusunya lesbian Muslim yang priawan, adalah mereka kesulitan dalam menentukan tempat untuk salat ketika dibenturkan dengan masyarakat. Hal ini
salah satu yang membuat para lesbian cenderung tertutup dalam ritual keberagamaan.
C. Gambaran Umum Dimensi Keberagamaan Kaum Lesbian
Dalam bab ini, penulis memperlihatkan keberagamaan kaum lesbian komunitas Our Voice secara umum. Berikut adalah temuan penulis
dilapangan mengenai dimensi-dimensi keagamaan kaum lesbian secara umum:
1. Dimensi Keyakinan
Dalam dimensi keyakinan ini, kaum lesbian pada umumnya meyakini terhadap agamanya masing-masing tanpa harus mempertanyakan
dan memikirkan selama itu dianggap benar. Akan tetapi itu berlaku hanya sebagian anggota saja.
Ada pula sebagian anggota yang masih mempertanyakan dan memikirkan mengenai keimanan tersebut. Hingga pada akhirnya mereka
terbelengu pada sikap tidak ber-Tuhan.
47
2. Dimensi Ritualistik
Pada dimensi ini, temuan penulis dalam komunitas Our Voice khususnya kaum lesbian untuk masalah ritual ibadah, mereka
menjalankan sesuai agamanya masing-masing. Terbukti ketika kita sedang diskusi, ditengah-tengah diskusi tiba waktu salat Ashar. Maka diskusi
dihentikan sejenak untuk orang Muslim menjalankan ibadah salat ashar. Sebagian anggota yang beragama Muslim menjalankan ibadah salat Ashar
dengan berjamaah dimushalah dan yang non Muslim pun menghormatinya dengan tidak mengganggu ibadah salat tersebut.
Begitu pun umat Kristiani, ketika kita hendak melakukan jalan- jalan pada hari Minggu. Umat kristiani menjalankan ibadah terlebih
dahulu dengan pergi kegereja. Teman-teman yang lainnya pun tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Untuk segi yang lain, seperti misalnya umat Muslim, melakukan ibadah puasa dan membayar zakat. Penulis mengakui kalau itu belum
dapat penulis temukan secara umum mereka menjalankan ibadah-ibadah tersebut apa tidak. Karena agama dalam komunitas ini sangat tertutup.
Sehingga penulis kesulitan dalam mengetahui ritual keberagamaan secara umum. Hanya sebagian orang saja yang sudah mulai terbuka terhadap
sikap keberagamaan mereka. Penulis mengakui bahwa masih ada anggota komunitas yang
penulis tidak mengetahui bagaimana ia menjalankan praktik ibadahnya. Karena lagi-lagi penulis terbatas dalam mengetahui agama yang dianut
48
oleh masing-masing anggota di komunitas Our Voice. Hal ini dikarenakan mereka sangat tertutup dalam hal agama.
3. Dimensi Pengalaman
Dalam dimensi ini, menurut hasil penelitian penulis dilapangan bahwa kebanyakan dari anggota komunitas Our Voice khususnya lesbian
tidak pernah merasakan dengan bermacam pengalaman yang bersifat batin. Hanya saja ia merasa perbuatannya selalu diawasi oleh Allah.
4. Dimensi Intelektual
Pada dimensi ini, dari hasil penelitian penulis, hampir seluruh anggota komunitas Our voice ini mengetahui pengetahuan agama yang
cukup. Karena kebanyakan dikomunitas tersebut merupakan orang-orang berpendidikan tinggi. Bahkan ada pula yang lulusan dari pesantren.
Tidak bisa dipungkiri kalau pengetahuan agama mereka boleh dikatakan lebih dari cukup. Tetapi ketika penulis menanyakan mengenai
kehidupan mereka jika dipandang dari agama, mereka selalu berargumen bahwa sebenarnya mereka mengetahui kalau hubungan sesama jenis
dilarang oleh semua agama. Namun mereka tidak mau agama dihubungkan dengan kehidupannya.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan pendapat Murtadho Muthahari, bahwa moral dan agama mempunyai hubungan yang erat
karena agama merupakan dasar tumpuhan akhlak dan moral.
6
6
Murtadho, Muthahari, Perspektif Al- Qur’an Tentang Manusia dan Agama, terj,
DJalaludin Rahmat, Bandung: Mizan, 1984, h. 15.
49
5. Dimensi Konsekuensial
Dalam dimensi ini, temuan penelitian penulis dilapangan bahwa semua anggota dalam komunitas ini berteman sangat baik. Mereka
menolong satu sama lain ketika ada yang membutuhkan pertolongan. Ketika berbeda agama pun mereka tidak menjadi masalah untuk mencari
kebaikan. Dengan lingkungan sosial pun mereka berusaha menolong antara
sesama makhluk Tuhan. Meski masyarakat memandang mereka sebelah mata.
Dari hasil penelitian penulis, rasa tolong menolong dan rasa prihatin terhadap sesama manusia itu diaplikasikan oleh mereka dengan
mengadakan bakti sosial. Dari kalangan manapun dan dari agama apapun mereka tidak mempermasalahkan.
Baginya, agama menyuruh umatnya untuk berbuat baik, maka dari itu mereka berlomba-lomba dalam kebaikan. Ini merupakan ciri
konsekuensi dari pengetahuan keagamaan dan keimanan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Cara pandang hidup yang selalu didasari
oleh ajaran agama yang benar, akan mudah diterima oleh lingkungan sekitar karena ajaran agama itu pada dasarnya bersifat universal.
Akan tetapi fakta berkata lain, dari hasil penelitian penulis masyarakat belum sepenuhnya menerima keberadaan kaum lesbian.
Dengan dalih kaum lesbian melanggar agama, yang sebenarnya mereka itu mengetahui bahwa agama melarang percintaan sesama jenis. Akan tetapi
50
mereka tetap melakukannya dengan alasan para kaum lesbian juga mempunyai hak yang sama seperti manusia lainnya.
Hal serupa juga senada dengan perkataan Sudirman Tebba, sebagaimana kita ketahui bahwa Tuhan melarang hubungan diantara
orang-orang yang sesama jenis kelamin, seperti sesama laki-laki gay dan sesama perempuan lesbian.
7
7
Sudirman Tebba, Tafsir Al- Qur’an Ayat-ayat Seks, Jakarta: Pustaka Irvan, 2006, h.
120.
51
BAB IV ANALISIS INTER-KASUS DIMENSI KEBERAGAMAAN KAUM