Keberagamaan pekerja perusahaan Bumn : studi kasus bni syariah cabang rs fatmawati jakarta selatan

(1)

KEBERAGAMAAN PEKERJA PERUSAHAAN BUMN

Studi Kasus BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan

Oleh:

TAUFIK HIDAYATULLAH

101032221681

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ABSTRAKSI

KEBERAGAMAAN PEKERJA PERUSAHAAN BUMN Studi Kasus BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan

Di era globalisasi ini ternyata agama masih mendapat tempat sebagai hal sakral yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan duniawi. Di era di mana orang terlalu mementingkan kehidupan duniawi, hal ini tidak serta merta pada BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan. Sebuah konsekuensi logis bagi sebuah perusahaan yang berlandaskan Syariat Islam. Bagaimana pekerja BNI Syariah mengaktualisasikan keberagamaan mereka di tengah-tengah tuntutan perusahaan atas kinerja yang optimal? Apakah semua pekerja mampu

menyesuaikan keberagamaan mereka dengan landasan perusahaan tempat mereka bekerja? Ataukah, aktivitas keberagamaan mereka hanya menonjol di lingkungan pekerjaan saja?

Menggunakan metode kualitatif ditambah data kuantitatif, dalam skripsi ini Taufik Hidayatullah mencoba menelusuri tingkat keberagamaan pekerja Muslim di BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan dan kaitannya dengan kinerja kerja mereka. Diklasifikasi berdasarkan lima dimensi keberagamaan yang dipopulerkan oleh R. Stark dan C.Y. Glock yaitu: dimensi keyakinan, dimensi praktek agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi konsekuensi agama. Ditambah aktivitas keberagamaan di perusahaan. Melalui penelitian yang memakan waktu kurang lebih dua bulan, Maret sampai dengan April, temuan yang dihasilkan menyatakan tingkat keberagamaan yang cukup tinggi pada pekerja BNI Syariah serta adanya pengaruh yang agama signifikan terhadap kinerja kerja mereka. Hal ini membuktikan betapa masih ada orang yang peduli terhadap keberagamaan mereka di tengah-tengah gemelut nafsu duniawi.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah Swt., Tuhan Yang tidak henti-hentinya memberikan ridha dan inayah, taufik dan hidayah, serta kesabaran dan ketabahan yang begitu besar kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurah selalu kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw., sang revolusioner sejati yang telah membawa rahmat bagi seluruh alam.

Genap satu tahun sudah usia penyusunan skripsi ini karena memang sempat mengalami kendala yang begitu berat. Setelah sempat mengalami serangkaian perubahan sejak proposal judul disetujui, setelah sempat mengalami serangkaian perubahan struktur organisasi kampus, akhirnya skripsi ini dapat selesai meskipun masih jauh dari kesempurnaan.

Sebuah penantian yang cukup lama untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata 1 (S1) pada Jurusan Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth.:

1. Bapak Dr. H. Amsal Bachtiar, M.A. selaku mantan Dekan dan Bapak Drs. M. Amin Nurdin, M.A. selaku Dekan baru Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Hj. Hermawati, M.A. selaku mantan Ketua Jurusan dan Bapak Muhammad Ismail, S.Ag. selaku mantan Sekretaris Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan masukan dan


(4)

pertimbangan-pertimbangan yang sangat berarti bagi penulis sejak sebelum pengajuan proposal judul sampai dengan masa penyusunan skripsi.

3. Ibu Dra. Ida Rasyidah, M.A. selaku Ketua Jurusan baru dan Ibu Jauharotul Jamilah, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan baru Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungan serta semangat yang diberikan.

4. Bapak Drs. Masri Mansoer, M.A. selaku Pembimbing I dan Ibu Dra. Marzuqoh, M.A. selaku Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan ketabahan harus membimbing penulis selama kurang-lebih satu tahun. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan-masukan, rekomendasi-rekomendasi, koreksi-koreksi, dan semangat serta dorongan yang begitu besar kepada penulis hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap staf pengajar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat atas semua ilmu yang diberikan kepada penulis.

6. Segenap petugas Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mencari data dan informasi tentang skripsi penulis.

7. Pimpinan dan segenap staf karyawan BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan terutama kepada Bapak Taufik Dwinanto, Bapak A. Riva’i, Bapak Wahyu Avianto, dan Ibu Retno atas data-data


(5)

dan informasi yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Warnet-warnet yang pernah penulis singgahi dalam beburu tambahan data dan informasi dalam penyusunan skripsi ini.

9. Keluarga tercinta, ayahanda tercinta, almarhum H. Emus Alamsyah (w. 31 Juli 2006), atas didikan keras yang begitu berarti bagi penulis meski terkadang di antara kita sering terjadi perlawanan. Abangku tercinta, almarhum Syah Nurhalim (w. 25 April 2005), terima kasih atas warisan kamarnya sehingga penulis dapat menyusun sekripsi ini dengan nyaman. Semoga Allah Swt. menempatkan mereka di Surga

Jannatunna’im. Ibunda tercinta, Hj. Djani Amdja, yang begitu sabar mensubsidi dan menanti kelulusan penulis: “Kapan lulusnya sih? Kuliah mulukagak lulus-lulus.” Abangku tercinta, Nurzain Hae, S.Pd. (Zen Hae) Sang Penyair, yang dengan senang hati merelakan satu set komputernya dan warisan buku-bukunya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Abangku tercinta, Muhammad Muhajirin, S.Ag, atas warisan buku-bukunya dan dorongan semangatnya yang tidak henti-henti. Abangku tercinta, A. Zainuddin. Mpokku tercinta, Maesyuroh dan Mariam Linda. Serta adik-adikku tercinta, Haslinda Iqbal, Luqman Syah, dan Zulkarnain Ghazali. Teima kasih yang tak terhingga atas segala kontribusi materi dan moral yang terus mengalir dari kalian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Maulana “Goval” Yusuf (UHAMKA) atas pinjaman printer Lexmark Z515.


(6)

11.Teman-teman Sosiologi Agama, Sang Inspirator, Ibu Anita (Ny. Agung). Teman-teman sejati, senasib, seperjuangan, Ahmad “De Aji” Bajri, Andi “Kampleng” Hasan, Aminuddin, Saiful “Icho” Bahri, Diky “Cing Aji” Jumhana, atas kebersamaan yang masih tetap terjaga dan

sharing yang begitu bermanfat. Munawaroh “Waway”, Ahmad

Syamsuddin, dan Roby Wisudawan, serta teman-teman Sosiologi Agama lainnya, terima kasih atas dukungan moral dan semangat dari kalian kepada penulis.

12.Segenap pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis mengakui tidak mampu membalas jasa-jasa mereka yang begitu besar. Hanyalah kepada Allah Swt. harapan penulis satu-satunya. Semoga Allah Swt. membalas segala budi baik mereka.

Sangat jauh harapan penulis untuk sebuah kesempurnaan. Dan penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam skripsi ini. Terima kasih atas segala perhatian, dan atas segala kekurangan penulis mohon maaf. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat. Amin Allahumma Amin...!

Kembangan, 05 Mei 2007


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Sitematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Keberagamaan... 13

1. Pengertian Keberagamaan... 13

2. Dimensi-dimensi Keberagaman ... 14

B. Pekerja... 19

1. Pengertian Pekerja... 19

2. Undang-undang Ketenagakerjaan dan Institusi ... 20

C. BUMN... 25

1. Pengertian BUMN... 25

2. BNI Sebagai BUMN ... 26

BAB III PROFIL BNI SYARIAH A. Sejarah Berdirinya BNI Syariah ... 31


(8)

B. Visi dan Misi BNI Syariah... 32

1. Visi ... 32

2. Misi ... 33

C. Manajemen dan Organisasi BNI Syariah... 34

1. Sistem Manajemen BNI Syariah... 34

2. Struktur Organisasi BNI Syariah ... 34

D. Produk BNI Syariah ... 36

1. Produk Dana... 36

2. Produk Pembiayaan... 36

3. Produk Jasa ... 37

E. Profil Responden... 38

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA HASIL PENELITIAN A. Dimensi-dimensi Keberagamaan Pekerja ... 39

1. Dimensi Keyakinan... 39

2. Dimensi Praktek Agama ... 45

3. Dimensi Pengalaman... 55

4. Dimensi Pengetahuan Agama ... 60

5. Dimensi Konsekuensi ... 64

B. Aktivitas Agama Pekerja Di Perusahan ... 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

B. Saran-saran... 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan perekonomian di Indonesia semakin lama semakin

meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin bertambahnya perusahaan-perusahaan besar yang bermunculan bagaikan jamur di musim hujan. Keuntungannya adalah selain menambah pemasukan devisa negara juga— sitidaknya—mampu mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang bermunculan sangat beragam dari Perusahaan-perusahaan kecil sampai perusahaan besar, dari perusahaan nasional sampai perusahaan multinasional.

Perusahaan nasional yang lebih dikenal dengan Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) yaitu badan usaha milik negara yang didirikan sesuai Undang-undang No. 9 tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang, dan badan usaha lainnya yang didirikan dengan Undang-undang tersendiri yang terdapat unsur kepemilikan negara.1 Salah satu contoh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. yang lebih

dikenal dengan BNI. BNI merupakan bank umum pemerintah pertama yang didirikan pada tanggal 5 Juli 1946. Selain sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BNI juga merupakan salah satu pelopor dalam pengembangan bank syariah di Indonesia. Hal ini merupakan perealisasian dari Undang-undang Nomor 1

“Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 4/PBI/2002 Tentang Pemantauan

Kegiatan Lalu Lintas Devisa Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan Umum,” artikel diakses . id . go . bi . www :// http dari , 2007 Januari 7 tanggal


(10)

10 Tahun 1998 yang memungkinkan bank-bank umum untuk membuka layanan syariah, BNI membuka layanan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah dengan konsep dual system banking yakni dua layanan perbankan, umum dan syariah sekaligus. Diawali dengan pembentukan Tim Bank Syariah di tahun 1999, Bank Indonesia (BI) kemudian memberikan izin prinsip dan usaha untuk beroperasinya Unit Usaha Syariah. Sebagai bank yang beroperasi berdasarkan syariah Islam dan berlandaskan

pada Al-Quran dan Hadis, sudah selayaknya pula pekerja-pekerja di BNI Syariah memiliki kinerja yang disesuaikan dengan latar belakang operasional bank tersebut. Paling tidak, ada perbedaan jika dibandingkan dengan pekerja pada bank-bank umum pada umumnya. Dalam konteks ketenagakerjaan, tenaga kerja dan perkerja memiliki

perbedaan makna. Undang-undang tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.2 Namun, kata yang sering digunakan adalah "tenaga kerja". Meskipun demikian, selanjutnya penulis akan menggunakan kata "pekerja", sesuai dengan kaidah yang ada dan sesuai dengan obyek kajian adalah orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan. Setiap tenaga kerja belum tentu pekerja tetapi setiap pekerja sudah pasti tenaga kerja. Karena setiap tenaga kerja adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan tetapi belum bekerja, sedangkan pekerja merupakan srtiap orang yang sudah 2

Undang-undang RI No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Bandung: Citra Umbara, 2003, Bab I (ketentuan umum), Pasal I ayat (2) dan (3), h. 3.


(11)

bekerja dan merupakan tenaga kerja, yaitu dengan menerima upah atau imbalan lainnya. Pada awalnya manusia sejak awal sejarah telah menunjukkan

kecenderungan bekerja sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup, sebab itulah manusia disebut makhluk bekerja (homo faber). Pekerjaan merupakan usaha yang direncanakan untuk menghasilkan nilai atau manfaat bagi orang lain.3 Pekerja berarti orang yang bekerja. Bekerja berarti melakukan pekerjaan. Maka pekerja berarti orang yang melakukan suatu usaha yang direncanakan untuk menghasilkan nilai atau manfaat. Dilihat dari kacamata agama, bekerja bukan hanya sekedar mencari nafkah

untuk kelangsungan hidup tetapi juga merupakan suatu pengabdian kepada sesama manusia, rumah tangga, bangsa dan negara, serta yang lebih penting lagi adalah pengabdian kepada Tuhan Yang Mahakuasa.4 Pengabdian kepada Tuhan Yang Mahakuasa ini merupakan pencerminan keberagamaan pekerja dalam menjalankan keyakinan agamanya masing-masing. Pekerja seperti ini meyakini bahwa apapun yang mereka lakukan semata-mata karena Tuhan Yang Mahakuasa (lillahi taala). Kata "keberagamaan" berasal dari kata "beragama" yang mendapat awalan

"ke-" dan akhiran "-an". Kata "beragama" sendiri dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan: menganut (memeluk) agama, beribadat, taat kepada agama (baik hidupnya menurut agama). Misalnya, "ia berasal dari keluarga yang taat

3

Ir. Herlianto, M.Th., Urbanisasi, Pembangunan, dan Kerusuhan Kota (Jakarta: PT Alumni, 1997), h. 55.

4

M. Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindungan dalam Hubungan Industrial (Jakarta: Sarana Bhakti Persada, 2004), h. 1.


(12)

beragama".5 Kata "keberagamaan" dalam penelitian sosial keagamaan lebih dikenal dengan sebutan "religiusity" atau "religiusitas". Religiusitas berbeda dengan pemahaman tentang agama-agama yang lebih menunjukkan keadaan kelembagaan, kebaktian kepada Tuhan atau kepada "dunia atas" dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya. Religiusitas lebih melihat aspek-aspek yang di "dalam hati", riak getaran hati nurani, dan sikap personal.6 Kondisi-kondisi yang menurut R.Stark dan C.Y. Glock dapat menunjuk kepada ketaatan dan komitmen kepada agama.7 Adapun Dalam sebuah perusahaan BUMN sendiri ketaatan dan koitmen kepada agama setiap pekerja sekiranya menjadi aspek lain yang menarik untuk ditelusuri lebih dalam. Dalam UUD 1945 negara menjamin kemerdekan tiap-tiap penduduk untuk

memluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.8 Agama sebagai sebuah sistem yang mengatur hubungan hamba dengan Tuhannya. Agama adalah prinsip kepercayaan terhadap Tuhan atau dewa atau lainnya dengan menjalankan kebaktian, kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.9 Agama membawa peraturan yang merupakan hukum-hukum yang harus dipatuhi dan dapat menguasai diri seseorang sehingga membuat patuh dan tunduk kepada Tuhan dengan menjalankan agama.10 Jika demikian, maka kebebasan beragama menjamin manusia untuk mengabdikan diri

5

J.S. Badudu Sota Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h. 11.

6

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metodologi Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES, 1989), hh. 126-127.

7

R. Stark dan C.Y. Glock, "Dimensi-dimensi Keberagamaan," dalam Roland Robertson, ed., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis (Jakarta: PT RajaGarafindo Persada, 1993), h. 291.

8

Ibid., h. 24. 9

Departemen Pndidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 9.

10


(13)

kepada Tuhannya masing-masing. Dengan tidak bermaksud mencampuri privasi masing-masing dalam menjalankan agamanya penulis mencoba memberikan gambaran singkat mengenai keberagamaan atau religiusitas setiap pekerja muslim tentunya. Terlebih pekerja BNI Syariah, yang notabene BNI Syariah beroperasi berdasarkan syariah Islam dan berlandaskan Al-Quran dan Hadis, maka keberagaman pekerja menjadi menarik untuk dibahas. Apakah keberagamaan

orang yang bekerja pasti sejalan dengan perusahaannya atau malah sebaliknya? Berdasarkan pemikiran tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menganalisa tentang keberagamaan pekerja. Selanjutnya hasil penelitian tersebut akan penulis tuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul

“Keberagamaan Pekerja Perusahaan BUMN”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Demi mempermudah penelitian—mengingat pembahasan yang cukup luas—untuk lebih memfokuskan pembahasan penulis membatasi masalah hanya mengenai keberagamaan pekerja di perusahaan BUMN, dalam hal ini Bank BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan. Kemudian penulis juga lebih menspesifikasikan lagi hanya pada pekerja Muslim atau pekerja yang beragama Islam yang ada di Bank BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan yang notabene merupakan salah satu perusahaan BUMN di Indonesia. Adapun perumusan masalah tersebut adalah: bagaimana keberagamaan pekerja Muslim di Bank BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan. Yang dibatasi pada lima dimensi yaitu dimensi keyakinan, dimensi praktek agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi konsekuensi, serta ditambah dengan aktivitas agama di perusahaan. Apakah keberagamaan mereka


(14)

sejalan dengan kinerja mereka sebagai pekerja perusahaan yang latar belakang visi dan misinya berlandaskan Islam.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama penelitian ini tentunya untuk mengetahui bagaimana keberagamaan pekerja Bank BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan, disesuaikan dengan lima dimensi keberagamaan dan dikaitkan dengan kinerja mereka.

Sedangkan manfaat yang sekiranya dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:

1. Sebagai syarat mutlak untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata 1 (S1). 2. Sebagai masukan bagi para pekerja dalam mengaktualisasikan

keberagamaannya apalagi mereka harus bekerja di perusahaan yang berdasarkan syariah Islam dan ternama pula serta harus berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang berlaku dan dituntut kinerja yang optimal di perusahaan tempat mereka bekerja.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan yang penulis teliti dalam memperlakukan pekerja yang pada dasarnya juga sedang melakukan pengabdian kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

4. Sebagai bahan informasi untuk penelitian serupa.

5. Sebagai tambahan dokumentasi penulis yang dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu.


(15)

D. Metodologi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penulis melakukan penelitian pada perusahaan BUMN Bank BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan yang berlokasi di Jalan RS Fatmawati Jakarta Selatan. Penulis memilih lokasi tersebut berdasarkan pertimbangan kemudahan untuk memasukinya. Tentunya lebih mempermudah penulis untuk melakukan penelitian karena penulis memahami betul pemetaan lokasi tersebut. Hary Yuswadi menyebutkan bahwa penentuan lokasi dan

setting penelitian selain dibingkai dalam kerangka teoritik juga dilandasi oleh pertimbangan teknis operasional. Untuk itu, lokasi dan setting penelitian dipertimbangkan berdasarkan kemungkinan dapat-tidaknya dimasuki dan dikaji lebih mendalam.11

2. Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian tersebut kurang-lebih dua bulan. Dimulai dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2007. 3. Populasi dan Sampel

Sampel utama (key informan) penelitian ini adalah pekerja tetap Bank BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan yang beragama Islam. Kemudian dipilih beberapa sampel untuk dijadikan responden. Prinsip-prinsip dasar penentuan sampel mengacu pada masalah teknis pelaksanaan dan kualitas produk yang dihasilkan. Dalam hal ini penentuan sampel harus sesederhana mungkin dan sampel yang dipilih haruslah betul-betul

11

Hary Yuswadi, “Pengumpulan Data di Daerah Perlawanan Petani: Sebuah Pengalaman Lapangan dari Jember”, dalam Burhan Bungin, ed., Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), h. 101.


(16)

merepresentasikan keadaan populasi yang sesungguhnya. Dari beberapa literatur atau bacaan tentang metodologi penelitian dapat diperoleh informasi bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10 % populasi ada pula yang menyatakan minimal 5 % dari populasi.12 Untuk lebih representatif penulis akan memilih sampel 20 % dari seluruh populasi yang berjumlah 100 orang.13 Sementara teknik sampling yang penulis gunakan adalah teknik random atau acak.

4. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif dengan jalan observasi dan wawancara mendalam untuk memperoleh pemahaman yang otentik mengenai pengalaman responden. Kebanyakan peneliti kualitatif menganggap bahwa observasi dan wawancara mendalam (dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka) merupakan metode yang potensial untuk tujuan tersebut.14 Selain itu penelitian ini juga didukung dengan data-data kuantitatif sederhana yang diperoleh melalui penyebaran angket atau kuesioner. Metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif-analisis, sebagai upaya memberikan gambaran komprehensif tentang keberagamaan pekerja Muslim di Bank BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan. Metode deskriptif itu sendiri bermaksud membuat gambaran mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian tertentu sehingga diperoleh gambaran yang

12

Yusuf Irianto, M.Com., “Metode Pengumpulan Data dan Kasus Penelitian Remunerasi dan Manajemen Kinerja di Kalimantan Timur serta Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Jawa Timur”, dalam Burhan Bungin, ed., op. cit., hh. 44-45.

13

Profil Perusahaan BNI Syariah, Jakarta, 2002. 14

Dr. Deddy Mulyana, M.A., Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 156.


(17)

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi tertentu.15

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Metode Interview (wawancara)

Penulis menggunakan metode wawancara mendalam (wawancara tak terstruktur, wawancara terbuka, wawancara intensif, atau wawancara kualitatif) yang bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden.16 Dalam wawancara ini penulis melakukan tatap muka langsung dengan responden dan untuk membantu kelancaran wawancara penulis menggunakan bantuan pedoman wawancara (interview guide) yang merupakan catatan yang berisi daftar dari pokok-pokok untuk ditanyakan seputar lima dimensi keberagamaan mereka. Adapun orang-orang yang diwawancarai adalah: Taufik Dwinanto, Asisten Unit Pemasaran Bisnis BNI Syariah; Retno, Staf BNI Syariah; A. Rivai, Analis Pengelolaan Pengembangan Produk dan Sisdur BNI Syariah; dan Wahyu Avianto, Pengelola Pengembangan Produk dan Sisdur BNI Syariah.

b. Observasi atau Pengamatan

Yaitu pengumpulan data di mana penulis mengadakan pengamatan langsung terhadap fenomena dan obyek yang diteliti.17 Pengamatan

15

Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 1998), h. 18. 16

Dr. Deddy Mulyana, M.A., op. cit., h. 181, dikutip dari Norman K. Denzin, The Research Act: A Theoretical Introduction to Sociological Methods, edisi ke-3 (Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall, 1989), p. 105.

17

Winarno Soerakhman, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tasito, 1986), cet. 7, h. 102.


(18)

dilakukan terhadap aktivitas keberagamaan dan aktivitas kerja para responden.

c. Angket (kuesioner)

Umumnya dalam penelitian survei lapangan sarana berupa kuesioner atau panduan pertanyaan merupakan elemen yang esensial (harus ada) untuk kepentingan pengumpulan data. Produk akhir pengumpulan data melalui kuesioner umumnya berupa angka, tabel, analisis statistik, dan deskripsi serta kesimpulan hasil penelitian.18 Dalam hal ini penulis akan menyebarkan angket (kuesioner) kepada setiap responden untuk memperoleh informasi yang relevan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian di mana informasi tersebut mempunyai nilai

reliability dan validity yang setinggi mungkin. Adapun jumlah pertanyaan yang diajukan adalah 35. Dari 35 pertanyaan angket yang ada, penulis membaginya sebagai berikut: 5 pertanyaan tentang dimensi keyakinan, 10 pertanyaan tentang dimensi praktek agama, 5 pertanyaan tentang dimensi pengalaman, 5 pertanyaan tentang dimensi pengetahuan agama, dan 5 pertanyaan tentang dimensi konsekuensi. Sementara 5 pertanyaan lagi tentang aktivitas agama pekerja di perusahaan.

6. Analisis Data

Dari segi kualitatif penulis memperoleh data melalui wawancara dan observasi (pengamatan) dan dari segi kuantitatif penulis memperoleh data melalui penyebaran angket (kuesioner). Selanjutnya data hasil penelitian yang telah dikumpulkan angket dianalisis melalui persentase setelah ditabulasi

18


(19)

berdasarkan jumlah frekwensi jawaban responden untuk setiap alternatif jawaban. Sebagai pedoman untuk menganalisis data penulis menggunakan rumus sebagai berikut:

% 100

× = Ρ

n f

Keterangan:

P = Prosentase

f = Frekwensi Jawaban

n = Jumlah sampel yang diteliti 100% = Bilangan Konstan (tetap) 7. Pedoman Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini berlandaskan pada Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini disesuaikan dengan pokok permasalahan yang dibahas dan penulis membaginya dalam lima bab. Kemudian dari beberapa bab yang ada dibagi lagi ke dalam beberapa sub-bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I membahas pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II membahas kajian teori tentang keberagamaan, pekerja, dan perusahaan BUMN. Kajian keberagamaan meliputi pengertian keberagamaan dan dimensi-dimensi keberagamaan. Kajian pekerja meliputi pengertian pekerja,


(20)

undang-undang ketenagakerjaan, dan institusi. Kajian BUMN meliputi pengertian BUMN dan BNI sebagai perusahaan BUMN. BAB III membahas Profil Bank BNI Syariah Cabang RS Fatmawati Jakarta Selatan yang meliputi sejarah berdirinya, manajemen dan organisasi, visi

dan misi, dan produk BNI Syariah. BAB IV membahas temuan dan analisa hasil penelitian yang meliputi

dimensi-dimensi keberagamaan pekerja dibagi berdasarkan lima dimensi keberagamaan: dimensi keyakinan, dimensi praktek agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi konsekuensi. Serta aktivitas agama

pekerja di perusahaan. BAB V membahas penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.


(21)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Keberagamaan

1. Pengertian Keberagamaan

Seperti yang telah penulis utarakan sebelumnya pada BAB I bahwa secara bahasa kata “keberagamaan” berasal dari kata “beragama” yang mendapat awalan “ke-”. Awalan “ke-“ di sini lebih bermakna “keadaan” atau “kondisi”. Kata “beragama” sendiri diartikan menganut (memeluk) agama, beribadat, taat kepada agama (baik hidupnya menurut agama).19 Maka kata “keberagamaan” dapat diartikan suatu keadaan beragama atau keadaan menganut (memeluk) agama, keadaan beribadat, keadaan taat kepada agama (baik hidupnya menurut agama).

Djamaluddin Ancok dalam bukunya “Psikologi Islami” memandang keberagamaan sebagai suatu pembicaraan mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan agama dengan penganutnya, atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut agama) yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.20 Sebagaimana yang dikatakan Hamka bahwa keberagamaan atau religiusitas bukanlah ‘uzlah atau kecenderungan untuk menarik diri, melainkan dia memberikan dorongan kepada setiap orang untuk “berani hidup” tapi “tidak takut mati”. Keberanian untuk hidup itu hanya akan timbul jika orang bisa 19

J.S. Badudu Sota Mohamad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h. 11.

20


(22)

menangkap makna hidup.21 Bisa dikatakan bahwa dalam hal ini keberagamaan merupakan manifestasi atau gambaran sebuah fenomena komunikasi hamba dengan Tuhannya yang dapat dilihat melalui tingkah lakunya.

Pendapat Djamaluddin Ancok di atas senada dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad Djamaluddin bahwa keberagamaan merupakan manifestasi seberapa jauh individu penganut agama dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari dalam setiap aspek kehidupan.22 Abdul Aziz Al-Bone menambahkan bahwa keberagamaan atau religiusitas adalah ketergantungan kepada Tuhan dan kehidupan abstrak serta komitmen kepribadian seseorang, pengalaman dan komitmen, cara berpikir, berbuat, berperilaku moral, dan tindakan lainnya.23 Intinya pandangan-pandangan di atas menjelaskan kepada kita bahwa keberagamaan berarti penampakan dari sebuah abstraksi hubungan Tuhan dengan hambanya secara perorangan. Jadi, keberagamaan di sini sifatnya sangat individu atau personal sekali.

2. Dimensi-dimensi Keberagamaan

R. Stark dan C.Y. Glock menuliskan bahwa pada kenyataannya pembahasan terinci tentang keberagamaan atau ekspresi agama sangat bervariasi. Menurut mereka agama-agama yang berbeda diasumsikan memiliki perbedaan pula dalam kepenganutannya. Penganut Katolik misalnya, diharapkan ikut serta secara teratur dalam sakramen Katolik dan Persekutuan 21

M. Dawam Raharjo, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim (Bandung: Mizan, 1996), h. 375.

22

Muhammad Djamaluddin, Religiusitas dan Stres Kerja pada Polisi (Yogyakarta: UGM Press, 1995), h. 44.

23

Abdul Aziz Al-Bone, Sinopsis Disertasi: Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga, Pengendalian diri, dan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam dengan Religiusitas siswa pada SMU Negeri Jakarta Timur, h. 5.


(23)

Suci (Holy Communion), tetapi bagi pemeluk agama Islam hal itu terasa asing. Demikian pula kewajiban setiap Muslim untuk pergi ke Mekkah, paling tidak sekali dalam hidupnya, juga asing bagi penganut agama lain. Contoh lain, orang Hindu pantang makan daging sapi, penganut Islam dan Yahudi mengharamkan daging babi, Protestan Evangelis berpantang alkohol, dan hingga sekarang penganut Katolik tidak makan daging sapi pada hari Jumat. Namun, di luar perbedaan-perbedaan yang bersifat khusus dalam keyakinan dan praktek tersebut, nampaknya terdapat konsensus umum dalam semua agama di mana keberagamaan itu diungkapkan. Konsensus inilah yang menurut pendapat R. Stark dan C.Y. Glock menciptakan seperangkat dimensi inti dari keberagamaan itu. Setidaknya ada lima dimensi yang kesemuanya dibedakan di mana dalam setiap dimensi aneka ragam kaidah dan unsur-unsur lainnya dari berbagai agama di dunia dapat digolong-golongkan. Dimensi-dimensi tersebut adalah: keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi-konsekuensi.24

a. Dimensi Keyakinan

Dimensi ini berisikan pengaharapan-pengharapan di mana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak

24

R. Stark dan C.Y. Glock, Dimesi-dimensi Keberagamaan, dalam Roland Robertson, ed., Agama dalam Analisa dan Inerpretasi Sosiologis (PT RajaGrafindo Persada, 1993), hh. 294-295.


(24)

hanya di antara agama-agama, tetapi seringkali juga di antara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.25

b. Dimensi Praktek Agama

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting:

Ritual mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua agama mengharapkan para penganutnya melaksanakan.

Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi.26

c. Dimensi Pengalaman

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (kenyataan terakhir: bahwa ia akan mencapai suatu keadaan kontak dengan perantara supranatural). Dimensi berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seorang pelaku atau didefinisikan oleh suatu

25

Ibid. 26


(25)

kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dengan suatu esensi ketuhanan, yakni dengan Tuhan, dengan kenyataan terakhir, dengan otoriti transendental. Mengenai hal ini, Stark dan Glock menegaskan bahwa ada kontras-kontras yang nyata dalam berbagai pengalaman tersebut yang dianggap layak oleh berbagai tradisi dan lembaga keagamaan, dan agama juga bervariasi dalam hal dekatnya jarak dengan prakteknya. Namun, setiap agama memiliki paling tidak nilai minimal terhadap pengalaman subyektif keagamaan sebagai tanda keberagamaan individual.27

d. Dimensi Pengetahuan Agama

Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Pada dasarnya pengetahuan dan keyakinan saling berkaitan satu sama lain. Namun demikian, keduanya tidak perlu saling bergantungan. Keyakinan tidak perlu diikuti syarat pengetahuan, sebaliknya semua pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada keyakinan. Dengan kata lain, seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya, atau kepercayaan seseorang bisa saja kuat atas dasar pengetahuan agama yang sedikit.28

e. Dimensi Konsekuensi

Berbeda dengan ke empat dimensi sebelumnya, dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek,

27

Ibid. 28


(26)

pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan di sini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.29

Dari kelima dimensi keberagamaan tersebut kita dapat memahami tingkat keberagamaan seseorang. Adapun sikap keberagamaan seseorang dapat diindikasikan melalui kerangka sebagai berikut:

a. Keterlibatan tingkat ritual (ritual involvment), yaitu tingkat sejauh mana seseorang mengerjakan ritual agama mereka.

b. Keterlibatan ideologis (ideological involvment), yaitu tingkat sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agama mereka.

c. Keterlibatan intelektual (intelectual involvment), yaitu tingkat sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya, seberapa jauh akativitasnya dalam menambah pengetahuan agama.

d. Keterlibatan pengalaman (experiental involvment), yang menunjukkan apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang spektakuler yang merupakan kewajiban yang datang dari Tuhan.

e. Keterlibatan konsekuen (consequential involvment), yaitu tingkat sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya.

29


(27)

B. Pekerja

1. Pengertian Pekerja

Pekerja sering diidentikkan dengan tenaga kerja atau buruh yaitu orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.30 Imbalan dalam bentuk lain di sini adalah imbalan selain uang tunai. Mengingat istilah upah identik dengan uang tunai. Dengan kata lain imbalan tersebut dapat berupa barang dan sejenisnya.

Sementara Mohamad Syaufii Syamsuddin menyebutkan bahwa sedikitnya ada tiga segi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengartikan pekerja. Pertama, dari segi perorangan, bekerja adalah gerak dari badan dan pikiran guna memelihara kelangsungan hidup jasmani maupun rohani. Kedua, dari segi kemasyarakatan, bekerja adalah melakukan perbuatan untuk menghasilkan barang atau jasa guna memuaskan kebutuhan masyarakat.

Ketiga, dari segi spiritual, bekerja adalah kewajiban dan hak asasi manusia dalam memuliakan dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.31 Dalam melakukan pekerjaan atau bekerja maka pekerja akan memperoleh dua keuntungan sekaligus, yaitu keuntungan materi untuk kehidupan duniawi dan kebaikan untuk di akhirat nanti. Syamsuddin Abdullah mengutip pendapat Max Weber yang mengatakan bahwa dalam jiwa kapitalis pekerjaan merupakan kegiatan yang berguna dan benar, karena kegiatan itu sendiri

30

UU RI No. 13 Tahun 2003: Tentang Ketenagakerjaan, BAB 1 (ketentuan umum), pasal 1 ayat (2) dan (3), h. 3.

31

M. Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindungan dalam Hubungan Industrial (Jakarta: Sarana Bhakti Persada, 2004), h. 10.


(28)

bukan semata-mata untuk mendapatkan kesenangan material.32 Bisa dikatakan bekerja juga untuk mendapatkan kesenangan atau keuntungan spiritual.

2. Undang-undang Ketenagakerjaan dan Institusi a. Undang-undang Ketenagakerjaan

1) Pengupahan

Tercantum dalam Pasal 88 bagian kedua tentang pengupahan: (1) Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan

yang memenuhi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. (2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh.

(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:

a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur;

c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerja;dan sebagainya

Juga tercantum pada Pasal 93 yang berbunyi:

32

Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat: Pendekatan Sosiologi Agama (Jakarta: Logos, 1997), h. 32.


(29)

(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja atau buruh tidak melakukan pekerjaan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila:

a. Pekerja atau buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

b. Pekerja atau buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

c. Pekerja atau buruh tidak masuk bekerja karena menikah, menikahkan, mengkhitan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d. Pekerja atau buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya

karena sedang menjalankan kewajibannya terhadap negara;

e. Pekerja atau buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; dan sebagainya

2) Fasilitas Kesejahteraan

Dalam hal ini terdapat dalam beberapa pasal di antaranya bagian ketiga Pasal 99 tentang kesejahteraan:


(30)

(1) Setiap pekerja atau buruh dan keluarga berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.

(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Diikuti oleh Pasal 100 tentang kesejahteraan:

(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja atau buruh dan keluarga, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan.

(2) Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja atau buruh dan ukuran kemampuan perusahaan.

(3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja atau buruh dan ukuran kemampuan perusahaan.

(4) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), diatur dengan peraturan pemerintah.

Juga terdapat dalam Pasal 80 yaitu, perusahaan wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja atau buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.


(31)

3) Mogok Kerja

Terdapat dalam Pasal 137 tentang mogok kerja. Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja atau buruh dan serikat pekerja atau buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

4) Kesempatan dan Perlakuan yang Sama

Setiap pekerja atau buruh memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa adanya diskriminasi. Hal ini tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Pasal 5 dan 6 tentang kesempatan dan perlakuan yang sama.

5) Waktu Kerja

Penetapan waktu kerja terdapat dalam beberapa pasal di antaranya Pasal 77 Bab X tentang perlindungan pengupahan dan kesejahteraan:

(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. (2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu


(32)

(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

(4) Ketentuan waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan keputusan menteri.

Juga terdapat dalam Pasal 79 yang berbunyi:

(1) Pemerintah wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja atau buruh.

(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari dalam 6 (enam) hari kerja

dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari dalam 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; dan sebagainya

b. Institusi

Institusi tentang pekerja terdapat dalam UUD 1945 Pasal 33 Bab XIV tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, yaitu:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.


(33)

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan pada demokrasi ekonomi dengan prinsip keberamaan, efisien, berkeadilan, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

C. BUMN

1. Pengertian BUMN

Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan UU RI No 19/2003 tentang BUMN adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimililki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam pengertian ini maka yang perlu dipahami adalah tidak selamanya modal BUMN dimiliki seluruhnya oleh negara.33

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu badan usaha milik negara yang didirikan sesuai Undang-undang No. 9 tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang, dan badan usaha lainnya yang didirikan dengan Undang-undang tersendiri yang terdapat unsur kepemilikan negara.34

33

“RUU Pelayaran Tersandung Masalah Hak Pengelolaan (HPL),” artikel diakses tanggal 7 Januari 2007, dari http://www.inaport1.co.id.

34

“Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 4/PBI/2002 Tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan Umum,” artikel diakses tanggal 7 Januari 2007, dari http://www.bi.go.id.


(34)

Merupakan dominasi ekonomi di negara-negara sosialis, di mana di

negara tersebut BUMN tidak secara penuh tinggal sejarah seperti di negara kapitalis. Tantangan yang mendasar: adaptasi lingkungan yang berubah dan varians yang besar dibandingkan perusahaan-perusahaan barat. BUMN

memiliki keunikan sebagai perusahaan negara.35

2. BNI Sebagai BUMN

PT Bank Negara Indonesia (BNI) Persero Tbk. merupakan bank umum

pemeintah pertama yang didirikan pada tanggal 5 Juli 1946. Sejak dilakukannya pemetaan arah perjalanan yang baru di tahun 2004, BNI mengalami perubahan-perubahan besar, yang didorong oleh kesadaran akan jati diri, semangat serta harapan baru yang timbul di lingkungan BNI bersama belasan ribu orang karyawannya. Proses transformasi yang tengah berlangsung di BNI menyentuh setiap relung kesadaran kolektif serta budaya perusahaan dan membawanya ke arah satu tujuan bersama. Melalui transformasi ini, BNI terus bergerak untuk menjadi sebuah anchor bank

nasional yang merupakan kebanggaan bangsa di jajaran terdepan industri perbankan dengan pemahaman intuitif akan kebutuhan pasar yang kompetitif

dan dinamis. Sebuah semangat kebersamaan yang baru kini sangat terasa di antara sebagian besar dari 18.603 orang karyawan BNI. Setelah melalui restrukturisasi, revitalisasi dan reposisi, semangat baru tersebut secara kolektif mewakili komitmen BNI untuk merebut kembali status sebagai bank utama di negeri ini sebagai anchor bank yang kokoh dan andal di jajaran terdepan

35

"Strategi BUMN,” artikel diakses tanggal 7 Januari 2007, dari


(35)

industri perbankan, yang menjadi kebanggaan seluruh karyawan dan

stakeholder lainnya. Semangat yang lahir dari warisan sejarah yang kental dan membanggakan sepanjang lebih dari setengah abad sejak kemerdekaan, terus tumbuh bersama arah dan tekad baru yang telah dicanangkan BNI ke masa mendatang.

Dengan keunggulan pengalaman, keterampilan, persepsi, inovasi dan sekaligus kecermatan dalam melangkah, BNI kini merupakan salah satu perusahaan yang terkemuka di:

Alamat Kantor Pusat BNI :

PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Besar

Jl. Jenderal Sudirman Kav. 1 Jakarta 10220 Indonesia email : bni@bni.co.id

Otoritas Pengawas Bank : Bank Indonesia

Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10110

Indonesia

Telp (62-21) 381-7187 Faks (62-21) 350-1867

email : humasbi@bi.go.id

Diskripsi Usaha

Tahun 2004 ditandai dengan tekad dan komitmen seluruh personil BNI untuk pulih dari berbagai kejadian yang memprihatinkan di tahun sebelumnya, serta merebut kembali maupun menjaga kepercayaan masyarakat. Hanya dalam hitungan hari setelah penunjukan tim Manajemen baru di bulan Desember 2003, cetak-biru restrukturisasi BNI digelar. Dalam tempo tiga bulan, cetak-biru tersebut dikembangkan menjadi peta navigasi komprehensif yang merinci langkah-langkah spesifik BNI dalam tahap stabilisasi, tahap


(36)

pemulihan dan akhirnya tahap transformasi BNI menjadi organisasi dinamis serta inovatif yang dapat dibanggakan. Langkah-langkah awal BNI menuju transformasi dimulai di paruh kedua tahun 2004. Bulan Juli 2004, sesuai jadwal, BNI memperkenalkan identitas perusahaan baru yang menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, sekaligus mencerminkan upaya pemulihan kepercayaan diri setelah melalui tahun yang memprihatinkan.

Disamping itu, sebagai bagian dari strategi bisnisnya, BNI meningkatkan cakupan dan ragam jalur distribusi, memperkuat pengelolaan risiko, dan membenahi seluruh SBU (Strategic Business Unit) yang ada. Untuk meningkatkan nilai tambah Perseroan, BNI menjalin kemitraan strategis dengan beberapa lembaga terkemuka pada tahun 2004, termasuk antara lain dengan Universitas Gajah Mada, Institut Teknologi Bandung, Garuda, Indosat, dan Pos Indonesia.

Hasil-hasil operasional BNI tahun buku 2004 mencerminkan keberhasilan upaya-upaya tersebut. Laba bersih meningkat 278,25% menjadi Rp 3,14 triliun, terutama akibat kenaikan signifikan sebesar 37,63% pada pendapatan bunga bersih dan sebesar 35,68% pada pendapatan operasional lainnya. Setelah pencadangan penuh atas kerugian akibat kasus L/C fiktif di tahun 2003, BNI berupaya keras meningkatkan pendapatan di tahun 2004 untuk mengkompensasi kerugian tersebut, dengan hasil yang menggembirakan. Pencapaian tersebut lebih signifikan bila mengingat kontributor terbesar adalah pendapatan bunga dari kredit. Ini mencerminkan komitmen BNI dalam mengurangi ketergantungan pada Obligasi Pemerintah dan meningkatkan fungsi BNI di bidang intermediasi keuangan.


(37)

Visi & Misi Visi BNI

Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja, yang menawarkan layanan terbaik dengan harga kompetitif kepada segmen pasar korporasi, komersial, dan konsumer.

Misi BNI

Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer.

Values

Kenyamanan dan Kepuasan

Filosofi Logo Baru

Identitas Baru BNI – Dasar Pembuatan Desain

Identitas baru BNI merupakan hasil desain ulang untuk menciptakan suatu identitas yang tampak lebih segar, lebih modern, dinamis, serta menggambarkan posisi dan arah organisasi yang baru. Identitas tersebut merupakan ekspresi brand baru yang tersusun dari simbol “46” dan kata “BNI” yang selanjutnya dikombinasikan dalam suatu bentuk logo baru BNI.

Huruf BNI

Huruf “BNI” dibuat dalam warna turquoise baru, untuk mencerminkan kekuatan, otoritas, kekokohan, keunikan dan citra yang lebih modern. Huruf tersebut dibuat secara khusus untuk menghasilkan struktur yang orisinal dan unik.

Simbol “46”


(38)

mencerminkan warisan sebagai sebagai bank pertama di . Dalam logo ini, angka “46” diletakkan secara diagonal menembus kotak berwarna jingga untuk menggambarkan BNI baru yang modern.

Palet Warna

Palet warna korporat telah didesain ulang, namun tetap mempertahankan warna korporat yang lama, yakni turquoise dan jingga. Warna turquoise yang digunakan pada logo baru ini lebih gelap, kuat mencerminkan citra yang lebih stabil dan kokoh. Warna jingga yang baru lebih cerah dan kuat, mencerminkan citra lebih percaya diri dan segar.

“46” dan “BNI” mencerminkan tampilan yang modern dan dinamis. Sedangkan penggunakan warna korporat baru memperkuat identitas tersebut. Hal ini akan membantu BNI melakukan diferensiasi di pasar perbankan

melalui identitas yang unik, segar, dan modern.

Budaya Perusahaan

1. BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik. 2. BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional.

3. BNI secara terus menerus membina hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha.

4. BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai.

5. BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.


(39)

BAB III

PROFIL BNI SYARIAH

A. Sejarah Berdirinya BNI Syariah

PT Bank Negara Indonesia/BNI (Persero) Tbk. merupakan bank umum

pemerintah petama yang didirikan pada tanggal 5 Juli 1946. Untuk mewujudkan visinya menjadi universal banking, BNI menjadi salah satu pelopor dalam pengembangan syariah di Indonesia. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang memungkinkan bank-bank umum untuk membuka layanan syariah, BNI membuka layanan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah dengan konsep dual system banking yakni dua layanan perbankan, umum dan syariah sekaligus. Diawali dengan pembentukan Tim Bank Syariah di tahun 1999, Bank Indonesia (BI) kemudian memberikan izin prinsip dan usaha untuk beroperasinya Unit Usaha Syariah. BNI menerapkan strategi mengembangkan jaringan cabang syariah sebagai berikut: Pertama, tepatnya tanggal 29 April 2000 BNI membuka lima kantor cabang syariah sekaligus di kota-kota potensial, yakni Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara, dan Banjarmasin. Kedua, tahun 2001 BNI kembali membuka empat kantor cabang syariah yang difokuskan di kota-kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Makasar, dan Padang. Ketiga, seiring dengan perkembangan bisnis, dengan banyaknya permintaan masyarakat untuk layanan perbankan syariah, tahun 2002 BNI membuka dua kantor cabang syariah baru di Medan dan Palembang. Keempat, di awal tahun 2003, dengan pertimbangan load bussiness yang makin meningkat sehingga menuntut


(40)

peningkatan layanan kepada masyarakat, BNI meakukan relokasi kantor cabang pembantu syariah di Jepara. Dari awal beroperasi hingga kini, BNI Syariah menunjukkan pertumbuhan

usaha yang signifikan. Aset meningkat dari 160 milyar rupiah pada tahun 2001 menjadi 460 milyar rupiah pada tahun 2002. Seiring dengan itu, kinerja usaha juga mengalami peningkatan dengan pencapaian laba sebesar 7,2 milyar rupiah pada tahun 2002, sedagkan pada tahun 2001 masih mengalami kerugian sebesar 3,1 milyar rupiah. Dana pihak ketiga yang dapat dihimpun meningkat menjadi 205 milyar rupiah, naik sebesar 88% dibandingkan tahun 2001. Sektor pembiayaan juga meningkat sebesar 63 % menjadi 292,9 milyar rupiah. Data di atas menunjukkan bahwa perbankan syariah memiliki prospek yang baik dan akan terus berkembang di masa yang akan datang.36 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) Syariah adalah lembaga

keuangan yang kegiatan operasional atau usahanya adalah menjalankan fungsi sebagai lembaga intermediasi. BNI Syariah juga menawarkan jasa dalam bidang keuangan lainnya dalam rangka kelancaran lalu lintas pembayaran dan kegiatan bisnis pada umumnya. Dengan demikian, kegiatan usaha BNI Syariah secara mendasar menjalankan fungsi penghimpunan dana, penyaluran dana, dan jasa keuangan.

B. Visi dan Misi

1. Visi

Menjadi Bank Syariah yang menguntungkan bagi BNI dan terpercaya

bagi umat Muslim dengan bersungguh-sungguh menjalankan kegiatan

36


(41)

usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah berlandaskan Al-Quran dan Hadis.

2. Misi

a. Melaksanakan operasional perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam.

b. Memberikan mutu pelayanan yang unggul kepada nasabah dengan sistem front end & otomasi online.

c. Meningkatkan kualitas bisnis di segmen pasar usaha ritel.

d. Memberikan kontribusi laba yang nyata terhadap laba BNI secara keseluruhan.37

Untuk merealisasikan visi dan misi tersebut, BNI melaksanakan

planning process secara bertahap di tingkat perusahaan sampai ke unit-unit generasional, yang berfungsi sebagai pedoman bagi manajemen dalam menjalankan kegiatan usaha. Di antaranya berupa perencanaan jangka panjang (long range planning) melalui penyusunan corporate plan yang merupakan perencanaan lima tahunan, dan kemudian dijabarkan dalam perencanaan jangka pendek atau tahunan berupa bussiness plan. Selain itu, untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan BNI menggunakan strategi melalui penerapan Strategic Bussiness Unit (SBU) untuk menuku universal banking. Ada lima unit bisnis strategis yang menjadi fokus pengembangan pada saat ini, meliputi unit bisnis korporat, ritel, internasional, tresuri, dan perusahaan anak.38

37

Ibid., h. 6. 38


(42)

C. Manajemen dan Organisasi BNI Syariah 1. Sistem Manajemen BNI Syariah

Sistem manajemen BNI Syariah adalah Branch Banking System, di

mana ada kantor pusat dan beberapa cabang di kota-kota lain. Secara struktural kantor cabang berhubungan dan dikendalikan oleh kantor pusat. Artinya ada kontrol intern dari pusat. Tetapi, mengenai kegiatan operasional diserahkan pada kantor cabang. Namun, tetap ada batas kewenangan yang jelas dan mantap terutama dalam pemberian pembiayaan yaitu sampai batas Rp 500 juta merupakan kewenangan kantor cabang, di atas batas itu

merupakan kewenangan kantor pusat.39

2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi BNI Syariah terdiri dari Dewan Pengawas Syariah,

Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan Unit Usaha Syariah. Dewan Direksi terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Ritel. Unit Usaha Syariah terdiri dari lima bagian yaitu: Bagian Kelompok Perbankan Syariah, Bagian Pengelolaan Penyeliaan Bisnis Syariah, dan Bagian Umum. Di bawah Bagian Pengelolaan Penyeliaan Bisnis Syariah terdapat Cabang Syariah beserta bisnis

operasionalnya. Sebagai bank syariah, maka pada struktur organisasi terdapat Dewan

pengawas Syariah yang bertugas mengarahkan, memeriksa, dan mengawasi kegiatan bank guna menjamin bahwa bank telah beroperasi sesuai dengan aturan dan prinsip syriah Islam.40

39

Wawancara Pribadi dengan Taufik Dwinanto, Asisten Unit Pemasaran Bisnis BNI Syariah, Jakarta, 1 Maret 2007.

40


(43)

STRUKTUR ORGANISASI BNI SYARIAH

Rapat Umum Pemegang Saham

PT Bank Negara Indonesia

Dewan Pengawas

Syariah

Direktur Utama

Direktur Ritel

Unit Usaha Syariah

Kelompok Perbankan Syariah

Dewan Komisaris

Bagian Umum Pengelolaan

Penyeliaan Bisnis Syariah

Cabag Syariah

Kontrol Intern Unit Pemasaran

Bisnis Bisnis

Operasional

Unit Pelayanan Nasabah

Unit Operasional Pengelolaan

Pengembangan Bisnis Syariah

Pengelolaan Penunjang Bisnis

Syariah Pengelolaan,

Tresusi, Dan Investment


(44)

D. Produk-produk BNI Syariah 1. Produk Dana

a. Giro Wadiah

Adalah simpanan dana dalam bentuk giro dengan prinsip wadiah yad dhamanah untuk mendukung aktivitas usaha. b. Tabungan Mudharabah

Adalah simpanan dalam bentuk tabungan dengan prinsip

mudharabah muthalaqah yang dapat diambil dan disetor kapan saja, online di seluruh cabang BNI, serta dapat memanfaatkan seluruh ATM BNI di seluruh Indonesia. Penabung yang merupakan shahib al mal akan mendapatkan bagi hasil yang menarik dari hasil usaha BNI Syariah.

c. Deposito Mudharabah

Adalah simpanan atau investasi dalam bentuk deposito dengan

prinsip mudharabah muthalaqah yang memberikan bagi hasil yang menarik dan menguntungkan. d. THI Mudharabah

Adalah tabungan haji yang akan membantu mewujudkan niat untuk menunaikan ibadah haji.41

2. Produk Pembiayaan

a. Murabahah

Adalah pembiayaan dengan prinsip jual-beli barang dengan harga

asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati oleh pihak bank selaku penjual dan nasabah selaku pembeli. Pembayaran dapat dilakukan secara

41


(45)

angsuran sesuai dengan kesepakatan bersama. Pembiayaan ini cocok untuk yang membutuhkan tambahan aset namun kekurangan dana untuk

melunasinya sekaligus. b. Mudharabah

Adalah pembiayaan atas dasar bagi hasil sesuai dengan kesepakatan. Pembiayaan ini dapat disalurkan untuk berbagai jesia usaha

yakni perdagangan, perindustrian, pertanian, dan jasa. c. Musyarokah

Adalah pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang proporsinya

disesuaikan dengan proporsi penyertaan. Cocok bagi yang telah memiliki usaha dan bermaksud untuk mengembangkannya namun masih

kekurangan dana. d. Ijarah Bai’ut Takjiri

Adalah pembiayaan dengan prinsip sewa-beli. Pembiayaan ini

cocok untuk yang menginginkan tambahan aset yang diperoleh melalui sewa yang pada akhirnya bertujuan untuk mengalihkan kepemilikan aset tersebut.

3. Produk Jasa

a. Kiriman Uang

Dengan failitas online BNI Syariah, nasabah dapat melakukan

pengiriman uang atau transfer kepada rekan bisnis atau keluarga, antar cabang BNI Syariah atau konvensional secara cepat “secepat kedipan mata”.


(46)

b. Inkaso

Bagi yang membutuhkan penagihan warkat-warkat yang berasal dari kota lain secara cepat dan aman. c. Garansi Bank

Bagi yang membutuhkan perjanjian kepada rekan bisnis untuk keperluan tender proyek, pelaksanaan proyek, dan sebagainya.42

E. Profil Responden

Proses perekrutan dan seleksi karyawan BNI Syariah ada lima tahap:

1. Seleksi administrasi, adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon karyawan, yang di dalamnya menggambarkan kriteria karyawan adalah: a. Usia maksimal 26 tahun

b. Pendidikan D3/S1, Indeks Prestasi Minimal 2,80

c. Tinggi badan untuk wanita minimal 155 cm, dan pria minimal 160 cm 2. Tes Kemampuan Bahasa Inggris

3. Tes Psikologi/Phsicotest

4. Tes Wawancara/Interview

5. Tes Kesehatan

Dari 100 populasi penulis mengambil 20 responden yang dipilih secara

acak yang memiliki karakteristik berdasarkan jenis kelamin, laki-laki berjumlah 16 orang (80 %) dan perempuan berjumlah 4 orang (20 %). Berdasarkan tingkat pendidikan, S1 berjumlah 15 orang (75 %) dan S2 berjumlah 5 orang (25 %). Sedangkan berdasarkan status kerja mereka kesemuanya (100 %) merupakan pekerja tetap.

42


(47)

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISA HASIL PENELITIAN

A. Dimensi-dimensi Keberagamaan Pekerja

Dengan berpedoman pada teori R. Stark dan C.Y. Glock tentang lima dimensi keberagamaan yaitu: dimensi keyakinan, dimensi praktek agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi konsekuensi, maka temuan penelitian ini penulis sesuaikan dengan kelima dimensi tersebut. Dari 35 pertanyaan angket yang ada, penulis membaginya sebagai berikut: 5 pertanyaan tentang dimensi keyakinan, 10 pertanyaan tentang dimensi praktek agama, 5 pertanyaan tentang dimensi pengalaman, 5 pertanyaan tentang dimensi pengetahuan agama, dan 5 pertanyaan tentang dimensi konsekuensi. Sementara 5 pertanyaan lagi tentang aktivitas agama pekerja di perusahaan.

Berikut ini adalah analisa data kelima dimensi keberagamaan pekerja

ditambah aktivitas agama pekerja di perusahaan yang penulis peroleh melalui penyebaran angket kepada dua puluh responden yang terpilih.

1. Dimensi Keyakinan

Dari jawaban kedua puluh responden terhadap angket yang disebarkan

dapat dilihat bahwa kadar keyakinan agama mayoritas mereka sangat tinggi. Rata-rata mereka menjawab sangat percaya dari lima pertanyaan mengenai keyakinan. Tingkat keyakinan mereka dapat dilihat dari beberapa tabel berikut ini ditambah dengan penuturan beberapa responden sendiri. Mengenai keyakinan terhadap rukun iman, kedua puluh responden (100 %) sangat percaya terhadap rukun iman. Perhatikan tabel berikut ini:


(48)

Tabel 1

Keyakinan Terhadap Rukun Iman

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Sangat Percaya 20 100 %

B Percaya - -

C Kurang Percaya - -

D Tidak Percaya - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat keyakinan mereka

terhadap rukun iman sangat tinggi. Ternyata mereka sangat memegang teguh keyakinan terhadap hal-hal sakral atau suci dan gaib. Seperti penuturan responden berikut ini: “Percaya. Karena iman berarti percaya, maka kita wajib percaya akan

adanya Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Rasulullah, Hari Akhir, dan Takdir.” 43 Sebenarnya alasan sederhana mengapa responden begitu yakin

terhadap rukun iman adalah karena merupakan kewajiban. Keyakinan responden bisa juga karena pemahaman mereka tentang iman itu sendiri seperti penuturan responden di atas. Di dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 3 disebutkan:

ا ذﻠ ﻦﻴ ﺆﻴ نﻮﻨﻤ

…ﺐﻴﻐﻠﺎﺒ

“...yaitu orang-orang yang percaya dengan hal gaib...”44

Yang dimaksud hal gaib tersebut tidak lain adalah keenam rukun iman yaitu: percaya kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah (tidak hanya Al-Quran tapi juga kitab suci agama lain—pen.), Rasulullah, Hari Akhir, dan Takdir.

43

Wawancara Pribadi dengan Taufik Dwinanto, Asisten Unit Pemasaran Bisnis BNI Syariah, Jakarta, 12 Maret 2007.

44


(49)

Begitu juga mengenai keyakinan terhadap segala sesuatu yang datang

dari Allah akan kembali kepada Allah, kedua puluh responden (100 %) sangat percaya. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 2

Keyakinan Terhadap Segala Yang Datang dari Allah Akan Kembali Kepada Allah

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Sangat Percaya 20 100 %

B Percaya - -

C Kurang Percaya - -

D Tidak Percaya - -

Jumlah 20 100 %

Ini sama halnya dengan keyakinan terhadap rukun iman. Mereka

begitu yakin akan segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan milik Allah dan akan kembali kepada Allah sewaktu-waktu. Hal ini dibuktikan oleh penuturan responden berikut ini: “Saya percaya banget bahwa semua yang ada di dunia ini milik Allah,

karena Allah sendiri yang menciptakan segalanya, termasuk kita sendiri. Makanya, suatu saat Allah pasti akan mengambil kembali segala miliknya.”45

Segala sesuatu yang ada di alam ini milik Allah karena Dia yang

menciptakan. Maka, Allah berhak untuk berbuat apa saja terhadap milik-Nya itu. Termasuk menarik kembali segala sesuatu yang telah diturunkan-Nya ke alam ini. Peristiwa kematian merupakan satu contoh yang mengingatkan kepada kita betapa Allah pasti akan mengambil kembali apa yang telah Dia ciptakan atau turunkan ke alam ini. Itulah mengapa Allah memerintahkan keapada kita, ketika terjadi musibah, apalagi kematian, maka kita harus mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi rajiun, segalanya dari Allah dan akan kembali kepada Allah. 45


(50)

Sementara mengenai keyakinan terhadap surga dan neraka 17 orang

(85 %) sangat percaya dan 3 orang (15 %) percaya. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 3

Keyakinan Terhadap Surga dan Neraka

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Sangat Percaya 17 85 %

B Percaya 3 15 %

C Kurang Percaya - -

D Tidak Percaya - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden sangat

mempercayai adanya surga dan neraka. Ada juga beberapa orang yang sekedar percaya. Hal ini bisa disebabkan karena mereka tidak terlalu menganggap penting keberadaan surga dan neraka itu. Sebagaimana penuturan responden berikut ini: “Saya percaya aja adanya surga dan neraka. Meski saya nggak tau

banyak tentang surga dan neraka itu.”46 Terkadang memang orang tidak mau ambil pusing tentang seluk beluk

surga dan neraka. Mereka cukup percaya saja. Bahkan mereka tidak peduli akan ke mana mereka nanti dimasukkan. Setiap orang pasti sangat mendambakan berada di surga pada kehidupan akhirat nanti. Namun, beberapa orang memiliki pemikiran bahwa apapun yang mereka lakukan di dunia ini biarlah Tuhan yang menilainya, biarlah Tuhan yang mengaturnya. Mengenai keyakinan terhadap ajaran-ajaran agama yang mereka

peroleh 18 orang (90 %) sangat percaya dan 2 orang (10 %) menjawab percaya. Perhatikan tabel berikut ini:

46


(51)

Tabel 4

Keyakinan Terhadap Ajaran Agama

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Sangat Percaya 18 90 %

B Percaya 2 10 %

C Kurang Percaya - -

D Tidak Percaya - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sama halnya dengan keyakinan terhadap surga dan neraka, mayoritas responden sangat mempercayai ajaran-ajaran agama yang mereka peroleh. Beberapa orang mengaku cukup percaya.

Seperti yang dikatkan oleh responden berikut ini: “Saya percaya. Selama ajaran agama yang saya peroleh tidak

menyesatkan saya.”47 Itu berarti bahwa keyakinan mereka terhadap ajaran-ajaran agama

yang mereka peroleh berdasarkan pertimbangan dampak dari ajaran-ajaran agama itu sendiri. Terlepas dari apakah mereka benar-benar meyakininya dan apakah mereka benar-benar mengamalkan ajaran-ajaran agama yang mereka peroleh. Sedangkan mengenai pengabulan doa 12 orang (60 %) sangat percaya,

6 orang (30 %) percaya, dan 2 orang (10 %) kurang percaya. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 5

Keyakinan Terhadap Pengabulan Doa

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Sangat Percaya 12 60 %

B Percaya 6 30 %

C Kurang Percaya 2 10 %

D Tidak Percaya - -

Jumlah 20 100 %

47


(52)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa keyakinan terhadap pengabulan

doa lebih beragam dibandingkan dengan keyakinan-keyakinan terhadap empat hal sebelumnya. Meski banyak yang sangat percaya akan pengabulan doa, ada beberapa yang cukup percaya, bahkan ada juga yang kurang percya. Seperti penuturaan responden berikut ini: “Saya agak kurang percaya. Karena saya sering berdoa tapi jarang

terkabul. Mungkin saya doanya kurang ikhlas kali ya.”48 Alasan ini mengesankan adanya keputusasaan akan doa-doa yang

jarang terkabul. Itu bisa saja karena mereka kurang ikhlas dalam berdoa. Atau mereka belum mengerti benar makna sebenarnya tentang doa itu. Dari data di atas dapat dilihat bahwa tidak ada satu pun renponden

yang tidak percaya sama sekali terhadap keyakinan mereka. Hanya saja ada beberapa responden yang cukup percaya dan kurang percaya, namun itupun persentasenya sangat kecil jika dibandingkan dengan yang sangat percaya terhadap keyakinan tersebut. Sedangkan untuk mengetahui rata-rata responden yang sangat percaya melalui perhitungan sebagai berikut:

Rata-rata = (100 % + 100 % + 85 % + 90 % + 60 %) : 5

= 435 : 5 = 87 %

Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa 87 % dari kedua puluh responden sangat percaya terhadap rukun iman, segala sesuatu datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah, surga dan neraka, ajaran agama, serta pengabulan doa.

48

Ibid.

Rata-rata = Jumlah persentase responden yang menjawab Sangat Percaya : Jumlah Pertanyaan


(53)

2. Dimensi Praktek Agama

Berbeda dengan keyakinan agama, dimensi praktek agama responden lebih beragam lagi. Penulis pun membedakan dimensi ini dengan dimensi-dimensi yang lain. Penulis memberikan sepuluh petanyaan tentang dimensi-dimensi

yang satu ini karena penulis berpikir dimensi ini merupakan yang paling menonjol dibandingkan dengan dimensi-dimensi yang lain. Dalam mengerjakan shalat lima waktu, 18 orang (90 %) selalu mengerjakannya dan 2 orang (10 %) sering. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 6

Praktek Shalat Lima Waktu

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Selalu 18 90 %

B Sering 2 10 %

C Kadang-kadang - -

D Tidak Pernah - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di tengah-tengah kesibukan

mereka bekerja, mayoritas responden masih bisa mempertahankan kerutinan dalam mengerjakan shalat lima waktu. Untuk ibadah yang terbilang paling wajib ini seolah tidak ada alasan bagi mereka untuk meninggalkannya. Sebagaimana penuturan responden berikut ini: “Ya. Saya selalu ngerjain shalat lima waktu. Kan wajib. Karena sholat

itu tiang agama, dan untuk menegakkan agama maka kita harus mendirikan shalat.”49 Dengan alasan bahwa shalat itu tiang agama, mengharuskan responden

untuk tidak meninggalkannya. Sungguh sebuah komitmen yang sangat kuat

49

Wawancara Pribadi dengan Taufik Dwinanto, Asisten Unit Pemasaran Bisnis BNI Syariah, Jakarta, 12 Maret 2007.


(54)

sekali bagi sebagian orang. Hanya saja ada beberapa responden yang mengaku jarang mengerjakan shalat. Seperti responden berikut ini: “Saya mengerjakan shalat lima waktu kalo nggak ada halangan

(menstruasi—pen.).”50 Bagi perempuan, menstruasi memang merupakan halangan biologis

yang tidak bisa dipungkiri, disamping halangan-halangan lain seperti sakit. Maka wajar saja bila intensitas ibadah mereka tidak terlalu rutin. Artinya, ada waktu-waktu tertentu di mana mereka tidak bisa melakukan kewajiban agama karena memang pada saat itu tidak diperbolehkan atau tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan agama. Ketika ditanya perihal mengerjakan shalat secara berjamaah, 10 orang

(50 %) selalu mengerjakannya, 6 orang (30 %) sering, dan 2 orang (10 %) kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 7

Praktek Shalat Berjamaah

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Selalu - -

B Sering 11 55 %

C Kadang-kadang 9 45 %

D Tidak Pernah - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kecenderungan responden untuk

mengerjakan shalat berjamaah tidak terlalu tinggi. Artinya, tidak ada satu pun responden yang benar-benar rutin mengerjakan shalat secara berjamaah. Alasan yang logis memang tidak selamanya ketika mengerjakan shalat ada orang lain yang sedang mengerjakan juga pada tempat yang sama. Seperti penuturan responden berikut ini:

50


(55)

“Tergantung ya. Kalau memang sedang tidak sendiri, saya selalu

menyempatkan diri untuk shalat wajib secara berjamaah meskipun hanya berdua ataupun masbuk atau terlambat jamaah. Kan pahalanya lebih besar.”51

Allah memang memberikan nilai lebih bagi hamba-hamba-Nya yang

mengerjakan shalat secara berjamaah. Bahkan ada dalil yang mengatakan bahwa shalat berjamaah hanya berdua saja sudah lebih baik daripada shalat sendiri. Sementara dalam mengerjakan shalat sunah selain shalat wajib, 5

orang (25 %) selalu mengerjakannya, 10 orang (50 %) sering, dan 5 orang (25 %) kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 8

Praktek Shalat Sunah

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Selalu 5 25 %

B Sering 10 50 %

C Kadang-kadang 5 25 %

D Tidak Pernah - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam mengerjakan shalat-shalat

sunah selain shalat wajib tidak selamanya sejalan dengan pengerjaan shalat wajib itu sendiri. Kerutinan mereka dalam mengerjakan shalat wajib tidak terlalu diimbangi dengan shalat sunah. Mungkin karena tingkat kekuatan hukum shalat sunah yang memang tidak wajib. Bisa dikatakan mereka menganggap shalat sunah sekedar pelengkap shalat wajib saja. Hanya beberapa orang yang selalu mengiringi shalat wajib dengan shalat sunah. Kebanyakan lebih jarang mengerjakannya. Sebagaimana penuturan responden berikut ini:

51

Wawancara Pribadi dengan A. Rivai, Analis Pengelolaan Pengembangan Produk dan Sisdur BNI Syariah, Jakarta, 14 Maret 2007.


(56)

“Jarang. Kalau lagi mau saja. Kalau lagi nggak mood ya yang wajib saja lah. Yang penting yang wajib nggak ketinggalan.”52 Dengan alasan psikoligis, responden ini mengerjakan shalat sunah

hanya kalau sedang ingin saja. Yang pasti ibadah wajib tetap rutin dikerjakan. Ada juga responden yang kadang-kadang saja melakukannya. Seperti diutarakan responden berikut ini: “Kadang-kadang sih. Sama, kalo lagi sempet aja.”53

Ini menandakan bahwa dalam mengerjakan shalat sunah masih

mempertimbangkan waktu juga. Terkadang memang bagi sebagian orang yang terlalu sibuk kesempatan untuk mengerjakan shalat sunah jarang didapat. Bagi mereka asal sudah mengerjakan yang wajib saja sudah cukup. Begitu juga dengan pengerjaan wirid dan doa, 5 orang (25 %) selalu

mengerjakannya, 10 orang (50 %) sering, dan 5 orang (25 %) kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 9

Praktek Wirid dan Doa

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Selalu 5 25 %

B Sering 10 50 %

C Kadang-kadang 5 25 %

D Tidak Pernah - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa wirid dan doa pun tidak

selamanya mengiringi shalat. Terbukti hanya beberapa orang saja yang rutin mengiringi shalat dengan wirid dan doa. Lebih banyak dari mereka yang

52

Wawancara Pribadi dengan Retno, Staf BNI Syariah, Jakarta, 16 Maret 2007. 53

Wawancara Pribadi dengan Taufik Dwinanto, Asisten Unit Pemasaran Bisnis BNI Syariah, Jakarta, 12 Maret 2007.


(57)

jarang melakukannya bahkan kadang-kadang. Simak penuturan responden berikut ini: “Wirid juga saya kadang-kadang. Kalo lagi buru-buru, biasanya saya

cuma baca doa aja.”54 Kebanyakan responden menganggap bahwa wirid terlalu memakan

waktu. Makanya, mereka terkadang saja melakukannya. Namun demikian, mereka tetap berdoa setelah shalat. Artinya, setelah shalat mereka tidak

benar-benar langsung meninggalkan tempat. Dalam mengerjakan puasa Ramadhan, 16 orang (80 %) selalu mengerjakannya dan 4 orang (20 %) sering. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 10

Praktek Puasa Ramadhan

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Selalu 16 80 %

B Sering 4 20 %

C Kadang-kadang - -

D Tidak Pernah - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden rutin

mengeerjakan pusa Ramadhan. Namun, lagi-lagi beberapa orang jarang melakukan ibadah tahunan ini. Terlebih bagi perempuan yang memiliki halangan khusus. Misalnya responden berikut ini: “Selalu mengerjakannya kalo nggak ada halangan.”55

Halangan seperti ini bukan berarti menyebabkan responden tidak

mengerjakan puasa Ramadhan sebulan penuh. Proses menstruasi yang terjadi pada waktu yang beragam masih memungkinkan bagi responden untuk mengerjakan puasa Ramadhan. Meskipun hanya beberapa hari sebelum atau

54

Ibid. 55


(58)

sesedah masa menstruasi datang. Sisanya, mereka harus mengganti utang puasa pada waktu lain. Sementara dalam mengerjakan puasa sunah selain Ramadhan, 10 orang

(50 %) selalu mengerjakannya, 6 orang (30 %) sering, dan 4 orang (20 %) kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 11 Praktek Puasa Sunah

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Selalu 10 50 %

B Sering 6 30 %

C Kadang-kadang 4 20 %

D Tidak Pernah - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa separuh dari seluruh responden

rutin melengkapi puasa wajib dengan puasa-puasa sunah. Mereka beralasan karena sudah menjadi kebiasaan sejak lama. Seperti penuturan responden berikut ini: “Ya. Saya juga rutin mengerjakan puasa sunah senin-kamis. Sudah

biasa dari dulu. Selain buat menambah pahala, kan buat melatih kesabaran juga.”56 Bagi sebagian orang, kebiasaan melakukan puasa memang diakui

dapat melatih kesabaran bahkan mengendalikan hawa nafsu. Responden di atas adalah salah satunya. Terlebih bagi pekerja yang dituntut kinerja yang optimal bagi perusahaan tempat mereka bekerja. Namun, ada beberapa responden yang mengaku jarang, bahkan kadang-kadang, bahkan hampir tidak pernah mengerjakan puasa-puasa sunah. Alasan klasik, karena tidak tahan

56

Wawancara Pribadi dengan A. Rivai, Analis Pengelolaan Pengembangan Produk dan Sisdur BNI Syariah, Jakarta, 14 Maret 2007.


(59)

puasa bukan pada bulan puasa dan bukan puasa wajib. Seperti penuturan responden berikut ini: “Hampir nggak pernah. Suka nggak tahan sih. Soalnya bukan puasa

wajib. Masa yang lain nggak puasa saya puasa. Kecuali lagi “bayar utang” saya bela-belain deh.”57 Dalam menunaikan zakat fitrah, kedua puluh responden (100 %) selalu

menunaikan. Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 12 Praktek Zakat Fitrah

No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase

A Selalu 20 100 %

B Sering - -

C Kadang-kadang - -

D Tidak Pernah - -

Jumlah 20 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua responden pernah

kompromi untuk urusan menunaikan zakat fitrah. Bagi mereka zakat fitrah merupakan satu kewajiban yang sangat tidak bisa ditinggalkan, kecuali mereka benar-benar tidak mampu untuk menunaikannya. Simak penuturan responden berikut ini: “Wah... kalo yang satu ini nggak bisa nggak nih. Apalagi saya merasa

mampu ya. Kan buat bersihin harta kita juga.”58 Mayoritas mereka beranggapan bahwa orang seperti mereka yang

jelas-jelas memiliki penghasilan sangat tidak mungkin untuk tidak menuniakan zakat fitrah setahun sekali. Bahkan mungkin bagi orang yang keberagamaannya sangat rendah pun tidak mau ketinggalan untuk menunaikan

57

Wawancara Pribadi dengan Retno, Staf BNI Syariah, Jakarta, 16 Maret 2007. 58

Wawancara Pribadi dengan Taufik Dwinanto, Asisten Unit Pemasaran Bisnis BNI Syariah, Jakarta, 12 Maret 2007.


(1)

Dimensi Praktek Agama

T: Apakah Anda selalu mengerjakan shalat lima waktu?

J: Saya mengerjakan shalat lima waktu kalo nggak ada halangan (menstruasi— pen.).

T: Apakah Anda selalu mengerjakan shalat lima waktu secara berjamaah? J: Terkadang aja, pada waktu tertentu.

T: Apakah Anda juga selalu mengerjakan shalat sunah selain shalat lima waktu? J: Sama. Kadang-kadang juga, pada waktu tertentu.

T: Apakah Anda selalu wirid dan berdoa setelah shalat?

J: Saya selalu berdoa setelah selesai shalat. Tapi kalo wirid kadang-kadang. T: Apakah Anda selalu mengerjakan puasa Ramadhan?

J: Selalu mengerjakannya kalo nggak ada halangan.

T: Apakah Anda juga selalu mengerjakan puasa sunah selain puasa Ramadhan? J: Hampir nggak pernah. Suka nggak tahan sih. Soalnya bukan puasa wajib. Masa yang lain nggak puasa saya puasa. Kecuali lagi “bayar utang” saya bela-belain deh.

T: Apakah Anda selalu membayar zakat fitrah setiap bulan Ramadhan? J: Ya iya lah... Wajib kan. Lagian cuma setahun sekali, masa nggak mampu. T: Apakah Anda juga selalu beramal/bersedekah selain zakat fitrah?

J: Kadang-kadang. Kalo lagi ada uang receh saya suka kasih pengemis atau orang yang minta sumbangan masjid.

T: Apakah Anda selalu membaca Al-Quran?

J: Saya sudah hampir nggak pernah baca Al-Quran. Paling kalo bulan puasa aja.. T: Apakah Anda selalu berzikir?


(2)

J: Kalo zikir paling habis shalat aja. Itu juga kadang-kadang. Dimensi Pengalaman

T: Apakah Anda pernah mengalami kejadian yang merubah keberagamaan Anda? J: Pernah nggak ya...? Nggak tau deh pernah apa nggak.

T: Apakah Anda pernah merasakan balasan langsung perbuatan baik yang Anda lakukan?

J: Pernah. Tapi, kapan ya? Lupa....

T: Apakah Anda juga pernah merasakan balasan langsung perbuatan buruk yang Anda lakukan?

J: Kayak karma gitu ya? Kalo itu sih sering banget.

T: Apakah Anda pernah merasakan bahwa doa Anda dikabulkan oleh Allah? J: Pernah. Kadang-kadang kalo lagi pas banget.

T: Apakah Anda pernah merasakan terhindar dari bahaya setelah berdoah? J: Nggak pernah deh....

Dimensi Pengetahuan Agama

T: Apakah Anda berasal dari keluarga yang agamis?

J: Keluarga saya mah orang biasa, nggak agamis. Soalnya pengetahuan agamanya rata-rata nggak banyak.

T: Apakah Anda tinggal di lingkungan yang agamis? J: Lumayan agamis.

T: Dari mana Anda lebih banyak mendapatkan pendidikan agama? J: Dari sekolah. Kalo waktu kecil dari guru ngaji sama orang tua. T: Menurut Anda sejauh mana tingkat pengetahuan agama Anda?


(3)

J: Nggak tau deh semana. Biasa lah... masih awam dikit, nggak jago-jago banget. Soalnya masih sering nanya juga sih kalo ada masalah agama.

T: Apakah Anda selalu mengikuti pengajian untuk memperdalam pengetahuan agama Anda?

J: Sering sih ikut pengajian. Kan masih awam. Hehehe.... Dimensi Konsekuensi

T: Apakah Anda merasa lebih tenang setelah mengerjakan shalat?

J: Biasa aja tuh. Nggak ada perubahan apa-apa. Karena kalo saya, shalat ya shalat aja, nggak terlalu dikaitkan dengan perasaan.

T: Apakah Anda merasa lebih tenang bekerja sambil berpuasa?

J: Sama. Biasa aja. Sama aja kalo lagi nggak puasa. Bedanya mungkin kalo lagi puasa lebih lemes and ngantuk aja. Hehehe....

T: Apakah Anda merasa zakat, sedekah, atau amal dapat berpengaruh terhadap rezeki?

J: Iya kali. Katanya sih begitu. Pokonya saya mah saya kerjain aja apa yang baik, nggak meratiin pengaruhnya. Enjoy aja!

T: Apakah Anda merasa lebih bersemangat setelah berdoa?

J: Saya jarang berdoa sebelum kerja. Paling baca bismilah aja. Lagian kalo baca doa atau nggak sebelum bekerja buat saya sama aja. Biasa-biasa aja.

T: Apakah Anda merasa agama sangat berpengaruh terhadap pekerjaan Anda? J: Kalo saya rasa berpengaruh ya. Apalagi bekerja juga termasuk ibadah. Aktivitas Agama Pekerja di Perusahaan


(4)

J: Saya keseringan makan dulu baru shalat. Daripada saya shalat mikirin makan, kan nggak khusyu. Iya nggak?

T: Apakah perusahaan Anda selalu mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan? J: Selalu rutin.

T: Apakah Anda selalu mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan yang diadakan perusahaan?

J: Kadang-kadang. Kalo lagi pengen.

T: Apakah perusahaan Anda memberikan toleransi untuk melaksanakan hal-hal keagamaan?

J: Perusahaan toleransi banget sama hal-hal agama.

T: Apakah perusahaan Anda menyediakan fasilitas agama yang memadai? J: Fasilitas agama di perusahaan kalo saya rasa cukup memadai.


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Keyakinan Terhadap Rukun Iman ... 40

Tabel 2 Keyakinan Terhadap Segala yang Datang dari Allah akan Kembali kepada Allah ... 41

Tabel 3 Keyakinan Terhadap Surga dan Neraka ... 42

Tabel 4 Keyakinan Terhadap Ajaran Agama... 43

Tabel 5 Keyakinan Terhadap Pengabulan Doa... 43

Tabel 6 Praktek Shalat Lima Waktu ... 45

Tabel 7 Praktek Shalat Berjamaah ... 46

Tabel 8 Praktek Shalat Sunah ... 47

Tabel 9 Praktek Wirid dan Doa... 48

Tabel 10 Praktek Puasa Ramadhan ... 49

Tabel 11 Praktek Puasa Sunah ... 50

Tabel 12 Praktek Zakat Fitrah... 51

Tabel 13 Praktek Sedekah atau Amal ... 52

Tabel 14 Praktek Membaca Al-Quran ... 53

Tabel 15 Praktek Zikir ... 54

Tabel 16 Pengalaman yang Merubah Keberagamaan... 55

Tabel 17 Pengalaman Balasan Perbuatan Baik... 56

Tabel 18 Pengalaman Balasan Perbuatan Buruk ... 57

Tabel 19 Pengalaman Pengabulan Doa... 58

Tabel 20 Pengalaman Terhindar dari Bahaya Setelah Berdoa... 59

Tabel 21 Latar Belakang Keluarga ... 60

Tabel 22 Latar Belakang Lingkungan... 61

Tabel 23 Tempat Memperoleh Banyak Pengetahuan Agama... 62

Tabel 24 Tingkat Pengetahuan Agama ... 63

Tabel 25 Mengikuti Pengajian untuk Menambah Pengetahuan Agama ... 63

Tabel 26 Ketenangan Setelah Shalat... 65

Tabel 27 Ketenangan Bekerja Sambil Puasa ... 66

Tabel 28 Pengaruh Zakat, Sedekah, atau Amal Terhadap Rezeki ... 67

Tabel 29 Semangat Bekerja Setelah Berdoa ... 68

Tabel 30 Pengaruh Agama Terhadap Pekerjaan ... 69

Tabel 31 Kebiasaan pada Jam Istirahat... 70

Tabel 32 Pengadaan Kegiatan Agama ... 71

Tabel 33 Keikutsertaan dalam Kegiatan Agam ... 72

Tabel 34 Toleransi Agama dari Perusahaan ... 72


(6)