Fasilitas Sekolah Hidden curriculum dan pembentukan karakter (studi kasus di madrasah aliyah pembangunan uin Jakarta.

1. Receiving menyimak dan menerima. Dalam hal ini anak menerima secara aktif, artinya anak telah memilih untuk kemudiaj menerima nilai. Jadi pada tahap ini anak baru menerima saja. 2. Responding menanggapi. Pada tahap ini anak sudah mulai bersedia menerima dan menanggapi secara aktif. Dalam hal ini ada tiga tahapan sendiri, yakni manut menurut, bersedia menaggapi, dan puas dalam menaggapi. 3. Valuing memberi nilai, pada tahap ini anak sudah mulai mampu membangun persepsi dan kepercayaan terkait dengan nilai yang diterima. Pada tahap ini ada tiga tingkatan yakni : percaya terhadap nilai yang diterima, merasa terikat dengan nilai dipercayai, dan memiliki keterkaitan batin dengan nilai yang diterima. 4. Organization, dimana anak mulai mengatur sistem nilai yang ia terima untuk ditata dalam dirinya dalam konteks perilaku. Characterization, atau karakterisasi nilai yang ditandai dengan ketidakpuasan seseorang untuk mengorganisir sistem nilai yang diyakininya dalam hidupnya yang serba mapan, ajek, dan konsisten. Semakin terbiasa peserta didik dengan kegiatan-kegiatan positif, maka akan terbentuk karakter yang positif pula dan sebaliknya semakin terbiasa peserta didik melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat negatif maka akan terbentuk karakter yang negatif pula. Dibawah ini akan diuraikan nilai-nilai karakter yang terbentuk dari proses aspek hidden curriculum sebagai berikut :

1. Kejujuran

Nilai-nilai kejujuran yang terbentuk melalui aspek hidden curriculum bukanlah hal yang dilakukan dengan mudah. Perlu ada sebuah rangsangan dan pembiasaan dalam mewujudkannya. Perilaku yang ditampilkan oleh peserta didik menjadikannya sebuah karakter tersendiri dalam menilai dan menerima sikap seseorang. Sikap ada yang memiliki pengaruh positif dan negatif kepada orang lain. Sikap jujur yang dimiliki seseorang dapat juga mempengaruhi orang banyak pula. Sikap jujur akan terbiasa dilakukan dan terbentuk apabila sudah ditanamkan nilai-nilai kejujuran sejak dini. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan mengetahui apa yang benar, mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya. Kesuma 2011:16 menjelaskan kata jujur sering dimaknai dengan “Adanya kesamaan antara realitas yang ada dengan ucapan”, dalam kata lain “Apa adanya”. Menanamkan nilai kejujuran kepada peserta didik merupakan hal yang mudah dilakukan namun sangat sulit dilakukan oleh peserta didik.. Peserta didik sering melakukan hal-hal yang tidak jujur yang menjadi hal yang biasa dilakukan. Di lembaga pendidikan, perilaku tidak jujur banyak dilakukan oleh peserta didik di sekolah, mulai dari siswa yang menyontek, alasan tidak masuk kelas, sering telat masuk kelas, alasan tidak mengerjakan PR. Implementasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik terlihat ketika adanya koperasi kejujuran. Koperasi kejujuran adalah sebuah koperasi yang mengelola jual-beli yang diorganisir oleh dewan guru untuk melayani peserta didik. Peserta didik dibebaskan mengambil barang yang dibelinya dengan tidak diawasi atau dijaga oleh penjualnya. Setiap harga barang yang di jual sudah diberi kode harganya masing-masing. Peserta didik hanya menghitung sendiri berapa banyak barang yang dibeli. Berdasarkan siswa yang di wawancarai, siswa akan malu jika terlihat temannya yang tidak jujur ketika mengambil barang yang dibeli tidak di bayar. Hal ini dapat diketahui dari jumlah barang yang dijual wawancara dengan PD, 10 juni 2015 Pemilik kantin yang ada di Madrasah mengatakan bahwa “tingkat kejujuran dari peserta didik sudah bagus. Hal ini terlihat dari penuturan sang pemilik kantin yang menuturkan bahwa hanya 1, 2 orang lebih yang mengambil jajanan tetapi tidak membayarnya. Jikalau pemilik kantin mengetehui siswa yang tidak membayar maka pemilik kantin langsung memperingati siswa tersebut. Dengan syarat tidak mengulangi perbuatannya lagi” wawancara dengan PK, 29 Juli 2015 Selain koperasi kejujuran ada juga kantin yang berjualan dibelakang gedung madrasah yang menjual berbagai jenis makanan dan minuman. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik kantin bahwa pemilik kantin mengatakan peserta didik tidak pernah mencuri atau mengambil makanan tanpa membayarnya. Setiap makanan dan minuman yang dibeli harus langsung dibayar. Jika ada siswa yang tidak membayar atau lupa biasanya pemilik kantin langsung mengetahuinya. Hal lain yang dapat terlihat dari kejujuran peserta didik adalah ketika sedang ulangan ujian harian maupun ujian semesteran. Dapat diamati bahwa setiap peserta didik melaksanakan ujian hampir tidak ada siswa yang mencontek. Semuanya percaya diri mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Walaupun sebenarnya ada beberapa siswa yang mencontek tapi tidak terlalu banyak. Hal ini membuktikan nilai-nilai kejujuran yang dimiliki peserta didik lebih besar terealisasikan melalui hidden curriculum. Setiap ulangan diadakan guru mata pelajaran selalu mengawasi siswa yang sedang ujian, namun hal ini tidak menjadi faktor untuk menjadikan alasan siswa takut kalau ketahuan guru karena mencontek. Saat guru diluar kelas suasana kelas cukup kondusif tidak ada kebisingan atau usaha mencontek yang dilakukan oleh siswa. Hal lain yang dapat dilihat dari sikap kejujuran siswa adalah ketika siswa terlambat pada jam masuk sekolah. Guru yang piket selalu bertanya apa alasan siswa terlambat. Siswa berkata jujur apa adanya sesuai apa yang dialaminya. Dari beberapa alasan siswa terlambat karena faktor lokasi rumah yang cukup jauh dan macet. Untuk mengetahui alasan siswa terlambat guru juga melibatkan orang tua wali untuk mengetahui perihal kebenaran alasan mengapa siswa terlambat. Apa yang telah dikemukan di atas sebenarnya sebagai dampak dari hidden curriculum yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pembangunan. Hidden curriculum bukan menjadi faktor satu-satunya yang menjadikan siswa bersikap jujur, namun keberadaan hidden curriculum menjadi factor pendukung suksesnya sikap kejujuran yang dimiliki oleh peserta didik.. Hampir seluruh kegiatan di madrasah melakukan usaha nyata untuk menumbuhkan sikap kejujuran siswa untuk cinta kepada kejujuran. Salah satunya adalah dengan memasang poster di setiap gedung madrasah yang berisikan tentang arti kejujuran. Di kalangan siswa budaya kejujuran sudah hampir punah yang ada budaya yang tumbuh subur adalah budaya nyontek, budaya plagiat. Oleh karena itu madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam hendaknya melakukan reorientasi pendidikan menuju nilai-nilai yang Islami dalam mengembangan nilai-nilai karakter.

2. Tanggung jawab

Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama. Paningkat Siburian 2012:15 menjelaskan “pendidikan karakter dapat diintegrasikan kedalam mata mata pelajaran keahlian berbentuk kurikulum yang tidak terlihat secara eksplisit, pembiasaan kehidupan peserta didik dalam satuan pendidikan, integrasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dalam kegiatan