karakter PAI tidak mungkin dapat berhasil dengan baik sesuai keinginan manakala hanya berpusat pada transfer ilmu pengatahuan agama yang lebih
menitikberatkan pada aspek kognitif saja. Pengembangan nilai-nilai karakter PAI seharusnya dikembangkan kea rah internalisasi nilai afektif yang
dipadukan dengan kognitif sehingga menimbulkan motivasi yang kuat untuk mengamalkan dan menjalankan nilai-nilai karakter PAI yang telah di transfer
dalam jiwa peserta didik.
Keberhasilan pengembangan nilai-nilai karakter PAI disekolah salah satunya juga ditentukan oleh penerapan metode pembelajaran yang tepat.
Sejalan dengan hal ini Ulwan tt:44 memberikan konsep pendidikan inluentif dalam pendidikan akhlak atau karakter anak yang terdiri dari beberapa
unsure. Pertama, pendidikan dengan keteladanan, hal ini sama dengan apa yang disampaikan Azyumardi Azra bahwa keteladanan guru menjadi titik
sentral moral yang ditiru peserta didik. Kedua, pendidikan dengan adat kebiasaan, dengan terbiasa seseorang dalam melakukan perbuatan baik maka
perbuatan tersebut menjadi karakter. Ketiga, pendidikan dengan nasihat, dengan memberikan nasihat maka menjadikan peserta didik menjadi pribadi
yang lebih baik lagi. Keempat, pendidikan dengan memberikan perhatian, perhatian yang diberikan guru terhadap peserta didik dapat menentukan
karakter peserta didiknya . Kelima, pendidikan dengan memberikan hukuman.
Nilai-nilai karakter PAI seperti spiritual, moral, budaya, mental, dan kejiwaan pada setiap peserta didik didasarkan pada nilai dan kebaikan tradisi
masyarakat seperti, gotong royong, ramah tamah, dan saling tenggang rasa, melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan penuh tanggung jawab itu
semua merupakan nilai-nilai karakter PAI. Meminjam dari konsep National Soceity
bahwa ada empat strategi yang dapat dikembangkan dalam karakter PAI. Pengembangan spiritual terintegrasi melalui kurikulum dan praktek
ibadah sehari-hari, menumbuhkan moral setiap anak dengan membentuk karakter menimbulkan keberanian melakukan kebenaran, pembetulan
budaya dengan menggabungkan warisan agama sebagaimana kontribusi agama lain dan budaya, pembangunan mental dan kejiwaan yang melahirkan
potensi peserta didik secara utuh untuk tumbuh National Society, 2001:8
Berdasarkan apa yang disampaikan di atas dapat dijelaskan bahwa pengembangan nilai-nilai karakter PAI tidak bisa terlepas dari sosok seorang
pigur yang dapat merubah sikap seseorang dalam pengembangan karakter. Salah satunya figur seorang guru merupakan modeling akhlak yang baik
dalam penerapannya. Untuk itu seorang guru harus memiliki strategi dalam pengembangan nilai-nilai karakter yakni strategi tradisional, strategi bebas,
strategi reflektif, dan strategi transinternal.
Penelitian Hidayat tt:158 Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi menjelaskan
“bahwa pelaksanaan nilai-nilai karakter PAI pada dasarnya akan bermuara pada terbentuknya peserta didik
yang memiliki karakter atau akhlak yang mulia budi pekerti yang luhur ”.
Akhlak mulia inilah merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad SAW di dunia. Untuk Mencapai karakter akhlak yang karimah mulia adalah
tujuan sebenarnya dari pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. Peserta didik membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, tetapi mereka
juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian.
Nilai-nilai ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad merupakan ajaran Islam yang rahmatal
lil’alamin untuk menyempurnakan ahklak manusia. Tugas rasul teramat berat untuk memperbaiki akhlak pada zaman
kaum Quraish. Tetapi hal itu sepertinya hampir sama seperti zaman era modern sekarang ini. Banyaknya kasus kejahatan yang berimbas dari perilaku
manusia menjadi tugas dari seorang guru untuk memperbaikinya. Bukan hanya guru, tetapi keluarga dan masyarakat harus selalu mengawasi setiap
perilaku kejahatan yang terjadi.
Hakim 2012:69 menjelaskan bahwa “Aspek nilai-nilai ajaran Islam Pada intinya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu nilai-nilai aqidah,
nilai-nilai ibadah, nilai- nilai akhlak”. Nilai-nilai akidah mengajarkan manusia
untuk percaya dan meyakini Tuhan semesta alam yakni Allah SWT. Manusia senantiasa mengimani rukun iman dan mengerjakan segala yang
diperintahkan dan dilarang Allah SWT. Nilai-nilai ibadah mengajarkan manusia untuk mengerjakan ibadah dengan ikhlas dan mengaharapkan ridho
dari Allah SWT dalam setiap perbuataanya. Nilai-nilai akhlak mengajarkan manusia untuk berprilaku baik sesuai dengan norma-norma atau kaidah
ajaran Islam dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Dengan inti ajaran Islam yang diajarkan semuanya akan terlepas dari kejahatan dunia dan dari perbutan maksiat. Walaupun sebenarnya tidak
semua orang bisa terlepas dari perbuatan maksiat. Setidaknya sebagai seorang pendidik dapat mengintegrasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam
proses pembelajaran. Maka dari itu, seseorang dapat menjalani kehidupannya dengan bahagia dan tentram.
D. Urgensi Pembentukan Karakter
Perilaku bangsa Indonesia saat ini lebih mengedepankan kekerasan anarkis, saling curiga mencurigai, tidak beretika dan tidak bermoral, serta
hanya mementingkan diri sendiri, kelompok atau golongan. Ditambah lagi isu yang beredar saat ini banyak terjadi kejahatan dimana-mana salah satunya
pembegalan yang dilakukan oleh sekelompok remaja yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama SMP. Hal ini memperlihatkan betapa
hancurnya moral atau karakter bangsa pada era zaman moderen sekarang ini.
Abidinsyah 2011:7 menjelaskan bahwa dengan pendidikan karakter merupakan alat yang dinilai banyak pihak sebagai media paling efektif dalam
menyemai benih-benih pembentukan karakter, jika hari ini kita belum puas dengan hasil pendidikan karakter maka perlu adanya orientasi ulang terhadap
pendidikan kita yakni tujuan dan pengajaran karakter. Semua pihak harus menyetujui tujuan pendidikan karakter adalah perubahan perilaku peserta
didik kearah sikap, kebiasaan dan perilaku hidup yang positif sehingga akan membentuk insan-insan yang memilki karakter baik, yang mampu
melahirkan suatu peradaban bangsa yang besar yakni Bangsa Indonesia yang Bermartabat.
Karakter bukanlah hal yang terbentuk dengan sendirinya. Tentunya karakter terbentuk melalui serangkaian proses. Rangkaian proses yang
membentuk karakter tidak terlepas dari orang-orang yang berada sekitar peserta didik, baik keluarga, sekolah, dan masyarakat. Semuanya bersinergi
satu sama lain mengawasi perilaku peserta didik. Arief 2014:224 dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
“persoalan pengembangan karakter bangsa saat ini harus menjadi perhatian semua kalangan termasuk para pemimpin bangsa, aparat
penegak hukum, pendidik, dan tokoh-tokoh agama, etnis, golongan. Dengan perhatian bersama, akan terwujud sebuah langkah bersama
untuk secara terus-menerus membangun nilai-nilai luhur budaya sendiri dalam menumbuh-
kembangkan karakter bangsa”. Maka dari itu, masalah karakter merupakan tanggung jawab bersama.
Bukan hanya tanggung jawab guru sebagai pendidik, bahkan diisukan guru agama sebagai orang yang paling bertanggung jawab ketika moral anak
rusak. Semua komponen tri-pusat pendidikan hendaknya bersama-sama untuk lebih prihatin terhadap permasalahan karakter.
Lebih lanjut Afandi 2011:88
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo mengakatakan bahwa
Pembentukan karakter sangat strategis dan dianggap penting bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan
dalam membentuk tersebut harus dilakukan dengan perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar dan pembelajaran yang efektif.
Sesuai dengan sifat nilai pendidikan karakter merupakan usaha bersama sekolah dan oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru,
semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Pembangunan pembentukan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan
pengembangan multiaspek potensi-potensi keunggulan bangsa, dan bersifat multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang
hingga saat ini sedang dalam proses “menjadi”. Urgensi pembangunan karakter dengan sifatnya yang demikian, mensyaratkan karakter sebagai: 1
perekat fondasi bangunan kehidupan berbangsa dan bernegara; 2 “kemudi” dalam mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama; dan 3 kekuatan
esensial dalam membangun karakter bangsa yang bermartabat Setiawan, 2013:54
Namun, pembangunan karakter bangsa bukanlah urusan sepihak yang datang dari atas. Gerakan pembangunan karakter bangsa harus mendapat
dukungan seluruh komponen pada akar bawah. Krisis moral yang tengah melanda bangsa ini, mensyaratkan untuk segera dilakukannya rediscovery
nilai-nilai luhur budaya bangsa atau revitalisasi atau semacam invented tradition
Hobsbawm, 1983:1 melalui gerakan nasional yang melibatkan seluruh komponen sebagai konsensus yang lahir dari kesadaran nasional.
Untuk membangun karakter bangsa bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Membangun karakter bangsa haruslah menjadi
kesadaran nasional bagi tri pusat pendidikan. Pendidikan yang ada di sekolah, keluarga, dan masyarakat harus merevitalisasi kembali kearifan lokal yang
ada dalam tatanan masyarakat. Karena kearifan lokal dalam masyarakat sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter yang ada dalam lembaga
formal.
Dalam artikel Fajriani 2014:123 menjelaskan bahwa “kekayaan kearifan lokal di Indonesia dapat berperan membentuk pendidikan karakter.
Kearifan lokal hanya akan abadi kalau kearifan lokal terimplementasikan dalam kehidupan konkret sehari-hari sehingga mampu merespon dan
menjawab arus zaman yang telah berubah”. Kearifan lokal juga harus
terimplementasikan dalam kebijakan negara, misalnya dengan menerapkan kebijakan pendidikan yang berasaskan keadilan, bijaksana, dan persatuan
sebagai wujud nyata dari kearifan lokal.
Dengan demikian, karakter bangsa yang terbentuk dari kearifan lokal dapat membantu kesadaran masyarakat akan pentingnya jati diri bangsa.
Misalkan, Dapat terlihat bentuk kearifan lokal yang dibawakan oleh suku di Maluku Utara yakni
Adat se Atorang adat dan aturan dapat
dikatakan sebagai prinsip kebersamaan,
persatuan dan persaudaraan dalam bingkai:“Morimoi Ngone Futuru” bersatu kita teguh;
cinta, keadilan, kebenaran, kebebasan dan
persaudaraan teraplikasikan dalam berbagai kehidupan. Apa yang dikatakan suku di Maluku Utara sesungguhnya
memiliki nilai-nilai karakter yang di gagas oleh Pemerintah khususnya Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas. Sehingga cita-cita dari
pemerintah dapat terwujud melalui kerjasama dengan kearifan lokal.
E.
Nilai-nilai Dalam Karakter
Nilai dari bahasa latin vale’re’ yang artinya berguna, mampu akan,
berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau
sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan , dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang
yang menghayatinya menjadi bermartabat Adisusilo, 2012:56
Steeman menjelaskan dalam Darmaputera 1987:65 bahwa nilai adalah sesuatu yang member makna hidup, yang member acuan, titik tolak
dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar
keyakinan, nilai selalu menyangkut pola piker dan tindakan, sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika.
Selanjutnya menurut Eyre Linda yang dikutip oleh Majid 2011;42 bahwa nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang
menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain. Inilah prinsip yang memungkinkan
tercapainya ketentraman atau tercegahnya kerugian atau kesusahan. Ini merupakan sesuatu yang membuat orang lain senang dan tercegahnya orang
lain sakit hati.
Dengan demikian , dapat dikatakan bahwa nilai merupakan seseuatu yang memiliki acuan dalam pandangan seseorang tentang baik, buruk, benar
salah, yang selanjutnya mempengaruhi persepsi tentang keadaannya. Nilai tidak hanya berbicara tentang nominal, tetapi berbicara juga tentang suatu
yang dideskripsikan dalam perilaku. Dengan pembentukan nilai diharapkan bagi setiap lembaga pendidikan khususnya madrasah dapat memberikan
karakter-karakter mulia yang menjadikan cirri khas bagi lembaga pendidikan Islam.
Sementara itu, ada beberapa sumber nilai-nilai karakter bangsa yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai
tersebut dikembangkan dalam pendidikan karakter. Menurut Balitbang Puskur Kemendiknas 2010:14 diidentifikasi sebagai berikut ini:
1.
Agama : masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada
ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar
pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari
agama.
2. Pancasila : Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-
prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur
kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta
didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3. Budaya : sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian
makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan
masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4.
Tujuan Pendidikan Nasional : sebagai rumusan kualitas yang harus
dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan