Tinjauan Karakter dalam Pendidikan

adalah usaha yang dilakukan madrasah bersama guru, kepala madrasah, dan semua stakeholder, melalui semua kegiatan madrasah untuk membentuk akhlak, watak atau kepribadian peserta didik melalui kebaikan yang terdapat dalam ajaran agama. Pembentukan karakter tidak terlepas juga dari peran hidden curriculum yang dilaksanakan Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta. Pembentukan karakter dengan nilai-nilai agama dan kepribadian bangsa sangatlah penting. Adisusilo 2012:78 menjelaskan bahwa Ada empat ciri dasar pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan seperangkat nilai. Nilai menjadi pedoman normative setiap tindakan. Kedua, koherensi yang member keberanian, yang membuta seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain, tanpa koherensi maka kredibilitas seseorang akan runtuh. Ketiga, otonomi maksudnya seseorang menginternalisasikan nilai-nilai dari luar sehingga menjadi nilai-nilai pribadi, menjadi sifat yang melekat melalui keputusan bebas tanpa paksaan dari orang lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih. Karakter yang tepat dalam pendidikan terdiri dari nilai operatif, nilai dalam tindakan. Seseorang berproses dalam karakter berubah menjadi suatu kebaikan, suatu disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi situasi dengan cara yang menurut moral itu baik. Karakter yang dirasakan memiliki tiga bagian yang saling berhubungan, yakni pengtahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik itu terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik, kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam tindakan Lickona, 2012:81-82. “Menurut Lickona 1991:43 menjelaskan bahwa nilai merupakan komponen yang penting untuk dikembangkan menjadi karakter. Ada dua komponen nilai yaitu, responbility tanggung jawab dan respect hormat. Keduanya dianggap memiliki nilai yang penting untuk menjadikannya sebagai pembangunan kesehatan pribadi seseorang, menjaga hubungan interpersonal, sebuah masyarakat yang manusiawi dan demokratis, dan dunia yang lebih adil dan damai ”. Setiap manusia yang hidup di dunia ini dalam menjalankan kehidupannya pasti mengalami perubahan dan perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan psikologis. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam manusia atau yang berasal dari luar. Faktor-faktor itulah yang aka menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah kepada hal-hal yang lebih baik atau mengarah kepada hal-hal yang buruk. Tanpa disadari bahwa karakter atau akhlak yang dimiliki manusia bersifat fleksibel bisa berubah kapan saja. Karakter manusia suatu saat bisa baik dan buruk. Perubahan ini tergantung bagaimana proses interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan lingkungannya, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Menurut Samani Hariyanto 2011:42-43 Karakter dipengaruhi oleh hereditas. Perilaku seorang anak sering kali tidak jauh dari perilaku ayah dan ibunya. Kecuali yang mempengaruhi karakter berasal dari lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam yang ikut membentuk karakter. Di sekitar lingkungan sosial yang keras seperti di Harlem New York, para remaja cendrung berperilaku antisosial, keras, tega, suka bermusuhan. Sementara di lingkungan yang gersang, panas, dan tandus, penduduknya cendrung bersifat keras dan berani mati. Sebagai identitas atau jati diri bangsa, karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia. Secara universal karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar, kedamaian, mengahargai, kerja sama, kebebasan, kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi, dan persatuan. Ada banyak tipe karakter manusia yang terbentuk melalui pendidikan. Di Indonesia tipe manusia yang di bentuk melalui jalur pendidikan sekolah atau madrasah memiliki ciri yang berbeda. Haidar 2004:198-199 menjelaskan kriteria manusia Indonesia yang ingin diciptakan melalui jalur pendidikan. Pertama, manusia yang religius, manusia yang yang patuh dan taat kepada tuhan. Sejatinya pendidikan menjadikan manusia yang beragama bukan manusia yang tahu agama. Karena, untuk menjadikan manusia beragama tidak mudah. Kedua, manusia bermora, berakhlak mulia, memiliki komitmen yang kuat terhadap kehidupan beretika. Ketiga, manusia yang sehat, maksudnya sehat jasmani dan rohani. Dengan pendidikan manusia dapat membedakan segala aspek yang menjadikan manusia sehat. Keempat, memiliki ilmu pengetahuan, dan pecinta ilmu pengetahuan, manusia pencari, penggali, pengamal ilmu pengetahuan, dan pencinta ilmu. Kelima, manusia yang cakap yang memiliki keterampilan dalam menjalani kehidupannya. Keenam, manusia yang kreatif dan inovatif. Dengan pendidikan diharapkan manusia dapat mengembangkan suatu karya yang inovatif yang dapat membantu keberlangsungan manusia. Ketujuh, manusia yang memiliki kemandirian, dengan sikap hidup dinamis penuh percaya diri serta memiliki semangat hidup yang dinamis. Kedelapan, kepedulian kepada masyrakat bangsa dan Negara, berjiwa demokratis dan rasa tanggung jawabnya yang tinggi untuk membawa bangsa Indonesia mencapai cita-citany idealnya. Apa yang disampaikan Haidar secara eksplisit menggambarkan bagaimana karakter pendidikan di Indonesia. Ada kesamaan dalam tujuan pendidikan nasional dengan apa yang disampaikan Haidar. Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang dibawa sejak lahir atau yang dikenal dengan istilah karakter dasar yang bersifat biologis. Menurut Ki Hajar Dewantara, aktualisasi dalam bentuk perilaku sebagai hasil perpaduan antara karakter biologis dan hasil hubungan atau interaksi dengan lingkungannya. Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menyadarkan individu dalam jati diri kemanusiaanya. Dengan pendidikan akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, memiliki kecermalangan piker, kecekatan raga, dan memiliki kesadaran penciptaannya dirinya. Disbanding faktor lain, pendidikan memberi dampak dua atau tiga kali lebih kuat dalam pembentukan kualitas manusia Munawar, 2010:339 Peran sekolah sangatlah penting terutama Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta dalam usaha pembentukan karakter. Dalam konteks tersebut, pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta yang dilakukan secara bersama-sama oleh guru, pimpinan madrasah dan seluruh warga madrasah melalui kegiatan sekolah untuk membentuk akhlak, watak atau kepribadian peserta didik melalui berbagai contoh yang diperlihatkan oleh guru. Sebagai umat muslim hendaklah senantiasa mencontoh perangai akhlak Nabi Muhammad SAW dan senantiasa menjadikan Al- Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai dasar dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang damai, tentram, dan jauh dari kemaksiatan. Karena, dalam perilaku Rasul terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia menyikapi hidup dan kehidupan ini lebih berarti. Dengan demikian, membentuk karakter merupakan tanggung jawab bersama semua pihak dan komponen masyarakat untuk ikut terlibat membentuk karakter yang kuat dan khas. Selain itu, hendaknya pembentukan karakter hendaknya bermula dari semangat, visi, misi dan keteladanan yang dimunculkan dari dalam diri pemimpinnya, itulah yang pernah terjadi oleh Negara-negara besar. Sehingga semua lini kehidupan harus bergerak secara terpadu melakukan sebuah revolusi mental dalam membangun karakter mulai dari unsur terkecil dalam masyarakat, diawali dalam keluarga, lembaga pendidikan, lingkungan sosial masyarakat melalui pemimpin-pemimpin sosial seperti tokoh masyarakat, pemimpin RTRW, pemimpin daerah KelurahanDesa, Kecamatan, Kota, Kabupaten, pemimpin tingkat regional, Gubernur, Menteri, dan Presiden Saleh, 2012:10 Dengan adanya kesadaran bersama-sama untuk bertanggung jawab dan mengawasi peserta didik dan mengarahkan karakter seperti yang dicita- citakan bangsa ini sesuai tujuan pendidikan nasional yakni bukan hanya sekedar mencerdaskan tetapi berakhlak mulia. Indonesia dikenal dunia sebagai Negara yang berdaulat yang masyarakatnya memiliki kemajukan suku, ras, dan agama. Hal ini dapat menjadikan Indonesia menjadi Negara yang beragam dan tentunya karakter yang khas dan unik.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter

Ada beberapa faktor penting yang dianggap mempengaruhi keberhasilan karakter. Pada dasarnya apa yang dilakukan setiap manusia mempengaruhi apa yang menjadi karakter seseorang. Pengaruh tersebut bisa berasal dari dalam diri seseorang juga bisa berasal dari luar diri seseorang. Pengaruh yang diberikan merupakan akibat adanya pengaruh dari dalam diri manusia yang sering disebut dengan istilah insting. Berikut ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi karakter, antara lain : Pertama adalah faktor insting, istilah insting telah dipkai dengan berbagai arti. Defenisi klasikanya ialah suatu pola tingkah laku yang terorganisasi dan kompleks yang merupakan cirri dari mahluk tertentu pada situasi khusus, tidak dipelajari, dan tidak berubah. Insting yang didefenisikan seperti ini tidak ada pada manusia atau sekurang-kurangnya tidak ada yang diperlihatkan secara ilmiah. Pada manusia, semua pola tingkah laku dipengaruhi oleh belajar, maka akan muncul bereneka ragam pola tingkah laku. Begitu juga dengan karakter yang ditimbulkan beraneka ragam. Karena pengalaman belajar yang dialami peserta didik merupakan sutu kegiatan belajar yang mengalami proses transfer pengalaman Semiun, 2006:374 Insting adalah suatu dorongan hasrat atau kemauan seseorang terhadap kecendrungan tertentu pada diri manusia. Insting yang berisikan perilaku yang dibawa manusia sejak lahir. Kebanyakan psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku. Menurut Zubaedi 2103:178-179 ada lima insting lahirnya tingkah laku manusia antara lain, 1 insting makan nutritive instinct , setiap manusia membutuhkan makan sejak dilahirkan. Makan menjadi kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan aktivitas. Tanpa makanan manusia akan mengalami kesulitan, bahkan makanan dapat mendorong seseorang untuk berbuat apa saja., 2 insting berjodoh sexual instinct, setiap manusia diciptakan berpasangan-pasangan antara laki-laki dan perempuan. Hidup dengan berpasangan membuat manusia akan pemenuhan nafsu sexualnya. insting keibubapakan peternal instinct, anak yang dilahirkan merupakan sebuah kecintaan ibu-bapaknya terhadap kehadirannya. Tahukah kenapa anak kecil tertawa ketika ayah-ibunya melempar atau mengayunkan ke atas. Karena seorang anak tahu bahwa ayah- ibunya pasti akan menangkap dan tidak akan melepaskannya jatuh. 3 insting berjuang combative instinct, setiap manusia dalam kehidupanya berjuang dalam mempertahankan dari segala apa yang mengancam keselamatannya. Ketika seseorang merasa terancam maka secara otomatis dia membela dirinya, insting ber tuhan, manusia memiliki ketenangan dalam dirinya. Dalam rangka mencari ketenangan dan kebenaran yang hakiki maka seseorang ingin menemukan penciptanya yang dapat memberikan segalanya. Faktor kedua, pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan dalam setiap pekerjaan, dan aktivitas lainnya. Proses pembiasaan akan melahirkan kebiasaan yang ditempuh pula dalam rangka memantapkan pelaksanaan materi-materi ajarannya. Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya dilakukan sedini mungkin. Caswita 2012:83 menjelaskan bahwa “hidden curriculum sangat berpengaruh besar terhadap perilaku atau karakter anak dengan pembiasaan”. Dengan pembiasaan peserta didik akan mudah melakukan nilai-nilai norma yang berlaku pada saat di sekolah, keluarga, masyarakat. Memberikan contoh-contoh tauladan yang baik yang diajarkan oleh guru pada pendidikan fomal kepada peserta didik hendaknya diikuti juga oleh peserta didik berada dilingkungan non-formal. Kebiasaan yang sering dilakukan akan berubah menjadi sebuah karakter. Seseorang yang membiasakan dirinya untuk selalu mengerjakan pekerjaan tepat pada waktunya akan menjadikan dirinya sebagai karakter yang disiplin. Kebiasaan adalah aspek manusia yang selalu mengerjakan pekerjaanya dengan konsisten, berlangsung secara otomatis, dan tidak memiliki perencanaan. Kebiasaan yang dilakukan akan sendirinya mengerjakan perkejaannya sebagai reaksi yang dilakukan berulang-ulang. Makanya setiap peserta didik memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam menanggapi rangsangan. Mulyasa 2011 : 168 menjelaskan bahwa pembiasaan dalam karakter secara tidak terprogram yang menjadi ruang lingkup hidden curriculum dapat dulaksanakan dengan tiga cara. Pertama, rutin yaitu pembiasaan yang dilakukan terjadwal, seperti : upacara bendera, senam, shalat berjamaah, keberaturan, pemiliharaan kebersihan, dan kesehatan diri. Kedua, spontan adalah pembiasaan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti : perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, budaya antri, mengatasi silang pendapat perkelahian. Ketiga, keteladanan adalah pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti :berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan keberhasilan orang lain, datang tepat waktu. Penelitian Ainiyah 2013:37 menjelaskan karakter seseorang muncul dari sebuah kebiasaan yang berulang-ulang dalam waktu yang lama serta adanya teladan dari lingkungan sekitar. Pembiasaan itu dapat dilakukan salah satunya dari kebiasaan prilaku keberagamaan anak dengan dukungan lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sudrajat 2011:4 Indikator keberhasilan pendidikan Karakter adalah jika seseorang telah mengetahui sesuatu yang baik knowing the good bersifat kognitif, kemudian mencintai yang baik loving the good bersifat afektif, dan selanjutnya melakukan yang baik acting the good bersifat psikomotorik Dapat dipahami bahwa kebiasaan yang berulang-ulang akan menghasilkan karakter. Begitu juga dengan kegiatan hidden curriculum yang dilaksanakan, apabila dilakukan secara terus-menerus maka menghasilkan nilai-nilai perilaku yang berkarakter. Namun dari itu semua kebiasaan juga bisa bersifat buruk. Kebiasaan buruk yang dilakukan secara berulang-ulang akan menghasilkan karakter yang buruk juga. Sudah selayaknya pendidik harus bisa memberikan pemahaman tentang kebisaan-kebiasaan yang baik atau buruk. Seperti apa yang disampaikan Sudrajat 2011:14 bahwa guru dianggap berhasil apabila siswa telah mengetahui sesuatu yang baik, kemudian mencintai yang baik, dan melakukan yang baik. Faktor ketiga adalah lingkungan, lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar atau disekeliling seseorang, baik berupa manusia, benda mati, hewan, maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tatanan masyarakat. Ketika seseorang dilahirkan telah mengalami hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Salah satunya adalah keluarganya yang terdiri dari ayah, ibu, adik, dan kakaknya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang memberikan dampak terhadap karakter yang dimiliki seseorang. Kalau lingkungan keluarga yang baik tentu saja memiliki dampak yang baik pula terhadap perkembangan anak dalam kelaurga, sebaliknya lingkungan keluarga yang buruk, seperti broken home, maka memiliki dampak yang buruk bagi perkembangan psikologinya. Dengan lingkungan seseorang akan belajar tentang apa yang ia tidak ketahuinya. Seseorang akan mengalami pengalaman hal-hal yang baru yang tidak di dapatkannya baik dalam pendidikan formal maupun pendidikan informal. Kasali 2007:64 menjelaskan bahwa dalam perkembangannya seoserang mulai melihat adanya karakter yang membentuk kesamaan setiap pribadinya. Kesamaan karakter ini membentuk persepsi yang disebut streotiping sebagai bentuk penilaian terhadap kelompok budaya. Interkasi perilaku dengan lingkungan akan mengahasilkan mutasi nilai-nilai dan pandangan-pandangan yang akhirnya membentuk belief dan personality. Itulah sebabnya seseorang akan belajar beradaptasi dengan tuntutan lingkungan. Karakter dapat tumbuh karena bentukan lingkungan yang berinteraksi dengan unsure internal pada setiap orang. Karakter seseorang dapat diketahui dengan mudah. Dengan mengidentifikasi perilaku seseorang dalam kesehariannya. Misalkan karakter seseorang pemarah, pendiam, periang, dapat dipengaruhi dari kondisi lingkungan dimana seseorang tinggal. Lingkungan memiliki pengaruh cukup