Jaminan Tersedianya OAT secara Teratur, Menyeluruh dan Tepat Waktu dengan Mutu Terjamin Sistem Pencatatan dan Pelaporan secara Baku untuk Memudahkan Pemantauan dan Evaluasi Program

51 19 orang responden 63,3 masih menyatakan kurang optimal untuk pernyataan PMO langsung mengawasi mereka ketika makan obat dan dua orang responden menyatakan tidak setuju pada pernyataan tersebut, karena menurut mereka PMO tidak selalu berada di dekat mereka ketika makan obat namun PMO tetap mengingatkan agar selalu makan obat secara teratur setiap hari. Hal yang tersebut di atas didukung juga oleh penelitian Novita bahwa 84,9 pasien memiliki persepsi positif terhadap kinerja PMO dalam mendukung pengobatan penderita.

2.2.4. Jaminan Tersedianya OAT secara Teratur, Menyeluruh dan Tepat Waktu dengan Mutu Terjamin

Pada penelitian ini dari komponen DOTS yaitu jaminan tersedianya OAT secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin menunjukkan hasil yang optimal. Sesuai dengan program penanggulangan TB Paru maka pemerintah menyediakan OAT di puskesmas-puskesmas dalam bentuk paket Kombipak dengan kemasan yang baik dan tidak mudah rusak. Paket kombipak ini harus di minum oleh penderita dalam 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan dimana obat harus di minum setiap hari selama 6 bulan sampai dinyatakan sembuh. Menurut penderita yang datang ke puskesmas mereka selalu mendapat paket kombipak dengan lengkap dan tidak rusak, dan mereka selalu datang ke puskesmas untuk mengambil obat pada jadwal pengambilan obat yang telah ditentukan dan memeriksakan kondisinya. Penderita TB Paru menyatakan ingin sembuh dengan mengikuti pengobatan secara efektif. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, responden Universitas Sumatera Utara 52 setuju diwajibkan oleh petugas puskesmas untuk mengambil obat secara teratur setiap 10 hari sekali 93,3, responden setuju bahwa di puskesmas Aek Kanopan selalu tersedia obat TB Paru jika responden datang untuk mengambil obat lanjutan 70, responden sangat setuju bahwa petugas kesehatan memberikan obat TB Paru dengan lengkap dan tidak rusak 83,3 Depkes RI, 2002.

2.2.5. Sistem Pencatatan dan Pelaporan secara Baku untuk Memudahkan Pemantauan dan Evaluasi Program

Penanggulangan TB Paru Pada sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru menunjukkan hasil yang optimal. Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam sistem informasi penanggulangan TB Paru. Untuk itu pencatatan dan pelaporan perlu dilakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita. Semua unit pelaksana program penanggulangan TB Paru harus melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Responden setuju bahwa setiap penderita yang sudah terdiagnosis menderita TB Paru, petugas puskesmas langsung mencatat dan membuat kartu berobatnya. Kartu berobat diberikan kepada penderita atau biasanya dapat disimpan di puskesmas agar tidak hilang. Pencatatan yang dilakukan oleh petugas berguna agar pengobatan lengkap, tidak tertinggal, dan untuk mengevaluasi kondisi penderita dan kemajuan pengobatannya Depkes RI, 2002. Hal ini dapat Universitas Sumatera Utara 53 terlihat dari persentase bahwa responden setuju petugas kesehatan memberikan kartu tanda berobat TB Paru yang berwarna kuning kepada pasien untuk mencatat pengobatan 90, responden setuju bahwa petugas kesehatan selalu mengingatkan penderita agar selalu membawa kartu berobat ketika datang untuk mengambil obat lanjutan agar pencatatan sesuai dengan jadwal 86,6, responden setuju bahwa petugas puskesmas selalu memantau kondisi penderita dan selalu membuat catatan tentang perkembangan kondisi penderita 73,3. Namun pada pernyataan pasien harus selalu membawa kartu berobat jika pergi agar dapat mengambil obat di puskesmas lain jika obat habis, responden menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut dengan persentase 53,3, karena jika pasien akan pergi biasanya puskesmas memberikan persediaan obat yang cukup sesuai kebutuhan pasien. Kemudian pada pernyataan petugas puskesmas selalu memantau kondisi responden dan selalu membuat catatan tentang perkembangan kondisi responden, satu responden menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut karena responden tersebut merasa bahwa dirinya tidak sembuh-sembuh setelah makan obat selama 8 bulan. Hal tersebut terjadi karena setelah 6 bulan pengobatan dan diperiksa kembali dahaknya ternyata hasilnya masih positif, sehingga pasien harus makan obat lanjutan.

2.2.6. Penyuluhan TB Paru