Legitimasi Kekuasaan Kerajaan Demak

pelaksanaan tugas kenegaraan mereka sebagai priyayi atau pejabat pemerintah dalam mamayu hayuning bawana. 11 S. De Jong menyebutkan adanya tiga konsep untuk menggambarkan sikap hidup mistik kejawen yang dinilai efektif dalam pelaksanaan tugas pemerintahan mereka. Yaitu distansi, konsentrasi, dan refresentasi. S. De Jong menjelaskan : 12 Manusia ambil distansi jarak terhadap dunia, jagad gedhe. Kemudian diadakan konsentrasi terhadap dirinya sendiri; inipun merupakan semacam distansi terhadap jagad cilik badannya sendiri. Dan hasil dari dua usaha itu ialah refresentasi. Lepas dari ikatan dengan dunia materiil dengan batin dimurnikan, maka orang menjalankan sisa hidupnya sebagai seorang utusan Tuhan dalam dunia .... Di Majapahit basis kekuasaan sebagian besar ada di tangan birokrasi sekuler, politik dan militer, padahal para pendeta dari berbagai aliran diamasukan birokrasi kerajaan. 13 Otoritas politik berada ditangan raja, karena raja dianggap penjelmaan dewa. Oleh karena itu kerajaan Majapahit dapat digolongkan kerajaan teokratis. 14

2. Legitimasi Kekuasaan Kerajaan Demak

Kerajaa Demak merupakan salah satu kerajaan Islam di Jawa setelah Majapahit yang beragama Hindu-Budha. Kerajaan ini memiliki aturan main yang cukup komplek mengingat para pendiri kerajaan Demak merupakan para ulama penyebar Agama Islam di Jawa. Raden Fatah meskipun masih keturunan raja terakhir Majapahit yakni Brawijaya V, beliau merupakan pengurus pesantren di daerah Demak setelah mendapat retu dari gurunya yakni Sunan Ampel. 11 Ibid., h. 60 12 Ibid., h. 61 13 Sartono Kartodirdjo, “Masyarakat dan Sistem Politik Majapahit”, dalam Sartono Kartodirdjo, dkk, 700 Tahun majapahit 1293-1993; Suatu Bunga Rampai, Tanpa penerbit; Surabaya; 1993 h. 34 14 Ibid., h. 35 79 Penyebaran bahkan perluasan kerajaan Demak sampai ke wilayah Barat pulau Jawa dilakukan oleh anggota wali sanga, hal ini mengindikasikan bahwa peranan agama sangat sentral dalam tradisi Islam. Salah satu kekuatan dalam menentukan setiap permasalahan wali sanga menjadi garda depan dalam eksekusi. Wali sanga memiliki peran yang cukup kuat dalam memberikan legitimasi khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan yang akan di mandatkan kepada raja-raja Demak. Sidang Wali merupakan sebuah wahana memberikan legitimasi atau penghukuman terhadap permasalahan yang kemudian berkembang. Sidang wali yang dimaksud tidak hanya melulu mengurusi masalah keagamaan namun juga masalah politik. Agama dan politik merupakan sebuah paket yang sedang dikukuhkan oleh para wali. Namun perkembangan berikutnya para penguasa Jawa setelah Demak sering mencampuradukan masalah keagamaan dengan masalah budaya Jawa sinkretis peran legitimasi keagamaan mulai berubah orientasi yang tadinya berbau syariat berubah menjadi paham-paham yang sinkretik dengan tradisi budaya yang selama ini dijalankan. Dalam urusan pemerintahan, seorang pemimpin Demak senantiasa berada sejajar dengan para wali dalam mendiskusikan masalah-masalah yang berkembang. Salah satu produk hukum dari legitimasi bersama Wali ulama dan Umara raja adalah ketika putusan penghukuman Syekh Siti Jenar pada saat sidang wali keempat dilaksanakan. 15 15 Ibid., h. 61 80

3. Persamaan dan Perbedaan Legitimasi Kekuasaan Kerajaan Majapahit dan Demak