SISTEM TATA NEGARA KERAJAAN MAJAPAHIT

Volume 3 Nomor 4 Desember 2006

Mahkamah Konstitusi adalah pe- ngaw al konst it usi dan penaf sir konstitusi demi tegaknya konstitusi

DI TE RBI TKAN OLE H dalam rangka m ew uj udkan cit a

M A H K A M A H K O N S TI TU S I

negara hukum dan demokrasi untuk

R E P U B LI K I N D ON E S I A

kehidupan kebangsaan dan kene- garaan yang bermartabat. Mahka-

J l. Medan Merdeka Barat Nom or 7 mah Konstitusi merupakan salah

J a ka r t a P u sa t satu wujud gagasan modern dalam

Telp. (0 21) 3520 173, 3520 78 7 upaya memperkuat usaha memba-

Fax. (0 21) 352o177 ngun hubungan-hubungan yang

saling mengendalikan antarcabang- PO BOX 999 cabang kekuasaan negara .

J a ka r t a 10 0 0 0

Jurnal Konstitusi , VOLUME 1, NOMOR 2, DESEMBER 2004

Jurnal

Dew an Pengarah:

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Prof. Dr. Muhamad Laica Marzuki, S.H. Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S.

Letjen TNI (Purn) H. Ahmad Roestandi, S.H. Prof. H. Ahmad Syarifuddin Natabaya, S.H., LLM. Dr. Harjono, S.H., MCL. Maruarar Siahaan, S.H.

I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H.

Soedarsono, S.H. Penanggung Jaw ab: Janedjri M. Gaffar

Wakil Penanggung Jaw ab: Ahmad Fadlil Sumadi Pemimpin Redaksi: Rofiqul-Umam Ahmad Redaktur Pelaksana: Budi H. Wibowo

Redaksi: Muchamad Ali Safa’at, Bisariyadi, Achmad Edi Subiyanto, Mardian Wibowo

Sekret aris Redaksi: Bisariyadi Tata Letak dan Desain Sampul: M. Wibowo, Nanang Subekti Distributor: Bambang Witono, Mutia Fria D. Keuangan: Endrizal Alamat Redaksi: Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat Telp. 021-3520787 ps. 213, Faks. 021-3520177

e- mail: jurnal@mahkamahkonstitusi.go.id

Dit erbit kan oleh:

Mahkamah Konstitusi Republik I ndonesia W ebsit e: http: / / www.mahkamahkonstitusi.go.id

Redaksi mengundang para akademisi, pengamat, praktisi, dan mereka yang berminat untuk memberikan tulisan mengenai putusan MK, hukum tata negara dan konstitusi. Tulisan dapat dikirim melalui pos atau e-mail dengan menyertakan foto diri. Untuk rubrik “Analisis Putusan” panjang tulisan sekitar 5000-6500 kata dan untuk rubrik “Wacana

Hukum dan Konstitusi” sekitar 6500-7500 kata. Tulisan yang dimuat akan diberi honorarium.

Opini yang dimuat dalam jurnal ini tidak mewakili pendapat resmi MK

2 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Redaksi

aat ini m asalah recalling bukan lah m enjadi hal yang baru lagi karena sudah sejak zam an Orde Baru hal

tersebut terjadi. Kasus recallin g terhadap an ggota DPR Djoko Edhi Soetjipto Abdurahm an beberapa waktu lalu m em an g cukup m en arik perhatian publik. H al in ilah yan g m en jadi bahan sajian dalam Jurn al Kon stitusi volum e III n om or 4 kali in i. Putusan Mah kam ah Kon stitu si m en gen ai p er kar a p en gu jian u n d an g- un dan g UU No. 22 Tahun 20 0 3 ten tan g Susun an dan Keduduk-

a n M a je lis P e r m u s ya wa r a t a n R a k ya t , De wa n P e r wa k ila n Ra kya t , Dewa n Per wa kila n Da er a h , d a n Dewa n Per wa kila n Rakyat Daerah (UU Susduk); dan (2) UU No. 31 Tahun 20 0 2 t en t an g Par t ai Polit ik (UU Par p ol) d iwar n ai d en gan ad an ya dissenting opinion (pen dapat berbeda) dari em pat oran g H akim Kon stitusi. Pokok per m oh on an yan g diajukan oleh Pem oh on Djoko Edhi terkait den gan Pasal 8 5 ayat (1) huruf c UU Susduk dan Pasal 12 huruf b UU Parpol yan g m en dalilkan bahwa pasal- pasal tersebut berten tan gan den gan hak kon stitusion al Pem ohon khususn ya den gan Pasal 22E ayat (1) dan (2), Pasal 28 C ayat (2), Pasal 28 D ayat (1) dan (2).

Untuk m em bahas Putusan MK tersebut agar lebih eksplo- r atif, pad a ju r n al ed isi in i kh u su sn ya d alam r u br ik “An alisis Putusan” m enghadirkan penulis D r. M. H ad i Su bh an , S.H ., M.H . yang m enguraikan tentang recall: hak partai politik dan hak berpolitik anggota parpol. Salah satu uraian yang dikem uka- kannya bahwa Putusan MK telah sesuai dengan realitas politik yan g ada.

Sem en t a r a it u , u n t u k r u b r ik “Wa ca n a H u ku m d a n Konstitusi” menampilkan lima orang penulis, yaitu Pro f. Dr. So lly

Lu bis , S.H ., Se ba s tia n Sa la n g, Aa n Eko W id ia rto , S.H .,

M . H u m . , Ab d i l M u g h i s M u d h o ffi r yan g m asin g-m asin g membahas hubungan parpol, wakil rakyat, dan pemilih serta Drs . Su riaku s u m ah A. Mu th alib, D ipl.Iiap.M.Pd . yang menulis

4 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Redaksi

t en t an g st r at egi p em belajar an kon st it u si. Sed an gkan r u br ik “Historika Konstitusi” yang diasuh tetap oleh R. M. An an da B. Ku s u m a memuat tulisan mengenai sejarah atau asal usul recall.

Sejak jurnal edisi ini, sidang redaksi bersepakat menambah- kan satu rubrik baru, yaitu “Konstitusi Klasik” sebagai rubrik tetap yang diasuh oleh D r. Pu rw adi, M.H u m . yang membahas sistem tata n egara yan g dian ut pada m asa lalu. Un tuk edisi pertam a diturunkan sistem tentang sistem tata negara kerajaan Majapahit. Dalam kesim pulan tulisan n ya, pen ulis m en gun gkapkan bahwa kitab Negara Kertagam a sepatutnya dijadikan referensi bagi para penyelenggara pem erintahan.

Untuk rubrik “Opini Hakim Kon stitusi” menyajikan tulisan

d ar i Ket u a MK P r o f . D r . J i m l y As s h i d d i q i e , S . H . yan g m em aparkan pem ikirannya m engenai partai politik dan pem ilu sebagai instrumen demokrasi.

Redaksi jurnal juga menghadirkan dua tulisan dalam rubrik “Resen si” ya n g m er esen si b u ku Pen g a d ila n Per bu r u h a n d i In don esia: Tin jauan H uk um Kritis atas UU PPH I oleh Za ki

H a b i b i , S . IP . d an bu ku M em bed a h H u k u m Pr og r esif oleh Ah m ad Su bh an . Pada kesempatan ini, ijinkan redaksi menyampaikan ucapan SELAMAT TAHUN BARU 20 0 7 semoga di tahun 20 0 7 kita dapat lebih berkreasi dan mengukir prestasi yang lebih baik dari tahun- tahun sebelum nya. Dan selam at m em baca!

Redaksi

Kami Mengundang Anda Kami Mengundang Anda Kami Mengundang Anda Kami Mengundang Anda Kami Mengundang Anda

Bar u -bar u in i MK t elah m em u t u s p er kar a p en gu jian UU KUH P, UU KKR, UU KPTPK, UU KUH AP, dan UU PUPN. Kam i m en gun dan g An da m e n u lis a n a lis is t e r h a d a p p u t u s a n - p u t u s a n M K t e r s e b u t s e ca r a ilm ia h , t a ja m , d a n ob yekt if. Na ska h d ih a r a p ka n t ela h ka m i t er im a p a lin g la m b a t 3 1 J a n u a r i 2 0 0 7. Tu lis a n ya n g m e m e n u h i s ya r a t akan dim uat pada J urn al Kon stitusi edisi volum e 4, n om or 1, Februari 2007.

Reda ksi

Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006 5

Hakim Konstitusi

PARTAI POLITIK D AN PEMILIH AN U MU M SEBAGAI IN STRU MEN D EMOKRASI

Oleh: Prof. Dr. Jim ly Asshiddiqie, S.H.

Ketua Mahkamah Konstitusi RI dan Guru Besar (Luar Biasa) Hukum Tata Negara Universitas Indonesia

Sebagai wujud dari ide kedaulatan rakyat, dalam sistem dem okr asi h ar us dijam in bah wa r akyat ter libat pen uh dalam m er en ca n a ka n , m en ga t u r , m ela ksa n a ka n , d a n m ela ku ka n pengawasan serta m enilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan. 1 Dem okrasi perwakilan sebagai sistem dem okrasi m odern terdiri dari tiga m acam , yaitu dem okrasi den gan sistem parlem en ter, dem okrasi den gan pem isahan kekuasaan , dan dem okrasi yan g dikon trol oleh rakyat secara lan gsun g m elalui referen dum dan inisiatif.

Salah satu konsekuensi dari pelaksanaan demokrasi perwakil- an adalah adan ya jarak an tara rakyat yan g berdaulat den gan pem erin tahan yan g diben tuk un tuk m elaksan akan kedaulatan tersebut. Tan pa adan ya jam in an m ekan ism e partisipasi rakyat dalam n egara sebagai ben tuk pelaksan aan kedaulatan rakyat, konsep kedaulatan dapat dikebiri dan terjebak dalam pengertian kedaulatan rakyat yang totaliter. Untuk itu diperlukan instrumen

1 J im ly Assh iddiqie, Kon stitusi dan Kon stitusion alism e In don esia , Edisi Revisi, (J a ka r t a : Sekr et a r ia t J en d er a l d a n Kep a n it er a a n MK RI , 2 0 0 6 ),

h a l. 115 - 16 6 .

6 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

m en jem batan i rakyat den gan wakil-wakiln ya baik di parlem en m aupun yang duduk sebagai pejabat publik Pem erintahan yang demokratis membutuhkan mekanisme dan institusi bagi ekspresi dari kehendak yang diwakili. J ika tidak demikian, sistem perwakilan dapat berubah m enjadi m anipulasi dan paksaan (coercion) oleh

pemegang kekuasaan. 2 Paling tidak terdapat dua instrumen yang saling berhubungan, yaitu keberadaan partai politik dan pelaksana- an pem ilihan um um .

Partai Politik dan Demokrasi Un t u k m en jem b a t a n i a n t a r a p em er in t a h d a n r a kya t , sebagai wujud bekerjan ya dem okrasi diperlukan adan ya partai politik. Sistem dem okrasi tidak m ungkin berjalan tanpa adanya p a r t a i p olit ik. P em b u a t a n kep u t u sa n seca r a t er a t u r h a n ya m ungkin dilakukan jika ada pengorganisasi berdasarkan tujuan- tujuan ken egaraan . Tugas partai politik adalah un tuk m en ata aspirasi rakyat untuk dijadikan public opinion yang lebih sistematis sehingga dapat m enjadi dasar pem buatan keputusan yang teratur. 3 Da la m n ega r a m od er n , ju m la h p em ilih s a n ga t b es a r d a n kepen tin gan n ya bervariasi sehin gga perlu m en gelolan ya un tuk menjadi keputusan. Dengan demikian partai politik berperan besar

dalam proses seleksi baik pejabat m aupun substansi kebijakan 4 . Oleh ka r en a it u , p a r t a i p olit ik m em p u n ya i p osisi d a n peranan yang penting dalam sistem dem okrasi. Partai m em ain - kan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses p em er in t a h a n d en ga n wa r ga n ega r a . Ba h ka n b a n ya k ya n g m enyatakan bahwa partai politiklah yang sebetulnya m enentukan

dem okrasi. 5 Kar en a itu par tai politik m er upakan pilar dalam

2 Ba n d in gka n d en ga n Alist a ir Cla r k, Pa r t ies A n d Polit ica l Lin k a g e: Tow ards a Com prehensive Fram ew ork for Analy sis , Paper prepared for PSA

An n ual Con feren ce, Un iversity of Leicester, 15 th – 17 th April 20 0 3, hal. 3-4. 3 R. Kran en burg, dan Tk. B. Sabaroedin , Ilm u N egara Um um , Cetakan

Kes eb ela s , ( J a ka r t a : P r a d n ya P a r a m it a , 19 8 9 ) , h a l. 8 . 4 RM Ma cI ver , T h e M od er n S t a t e, Fir st Ed it ion , (Lon d on : Oxfor d

Un ive r s it y P r e s s , 19 55) , h a l. 19 4 . 5 Bahkan oleh Yves Men y an d An drew Kn app dikatakan “A dem ocratic

sy stem w ithout political parties or w ith a sin gle party is im possible or at an y r a t e ha r d t o im a g in e”. Yves Men y an d An d r ew Kn ap p , Gov er n m en t a n d Politics in W estern Europe: Britain , Fran ce, Italy , Germ an y , Third Edition (Oxfor d Un iver sit y P r ess, 19 6 8 ), h a l. 8 6 .

Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006 7

Hakim Konstitusi

sistem politik yang dem okratis. 6 Dalam sistem representativ e dem ocracy , biasa dim engerti bah wa partisipasi rakyat yan g berdaulat terutam a disalurkan m elalui pem un gutan suara rakyat un tuk m em ben tuk lem baga p e r wa k ila n . M e k a n is m e p e r wa k ila n in i d ia n gga p d e n ga n sen dirin ya efektif un tuk m aksud m en jam in keterwakilan aspirasi atau kepen tin gan r akyat. Oleh kar en a itu , dalam sistem per - wa kila n , ked u d u ka n d a n p er a n a n p a r t a i p olit ik d ia n gga p

d om in an . 7 Pada um um n ya, para ilm uwan politik biasa m en ggam bar- kan adan ya 4 (em pat) fun gsi partai politik. Keem pat fun gsi partai p olit ik it u m en u r u t Mir iam Bu d iar d jo, m elip u t i sar an a: 8 (i) kom un ikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political socialization ), (iii) rekruitm en politik (political recruitm ent), dan (iv) pen gatur kon flik (con flict m an agem en t). Dalam istilah Yves Men y dan An d r ew Kn app, fu n gsi par tai politik itu m en caku p fu n gsi (i) m obilisasi d an in tegr asi; (ii) sar an a p em ben tu kan p en gar u h terhadap perilaku m em ilih (v oting patterns); (iii) saran a rekruit- m en politik; dan (iv) saran a elaborasi pilihan -pilihan kebijakan . 9

Keem pat fun gsi tersebut sam a-sam a terkait satu den gan yang lainnya. Sebagai sarana kom unikasi politik, partai berperan san gat p en tin g d alam u p aya m en gar tiku lasikan kep en tin gan (interests articulation) atau political interests yang terdapat atau kadan g-kadan g yan g tersem bun yi dalam m asyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik m enjadi ide-ide, visi, dan kebijakan -kebijakan partai politik yan g ber- sa n gku t a n . Set ela h it u , id e-id e d a n keb ija ka n a t a u a sp ir a si kebijakan itu diadvokasikan sehin gga dapat diharapkan m em - pen garuh i atau bah kan m en jadi m ateri kebijakan ken egaraan yang resm i.

Terkait den gan kom un ikasi politik itu, partai politik juga berperan pen tin g dalam m elakukan sosialisasi politik (political

6 Sch attsch n eider , E.E, The Sem isov ereign Peop le: A realist’s v iew of d em ocr a cy in Am er ica , (Illion is: Th e Dr yd en Pr ess H in sd ale, 1975).

7 Lihat Dawn Oliver, Con stitution al R eform in the UK, (Lon don : Oxford Un iver sit y P r ess, 2 0 0 3 ), h a l. 3 5.

8 Mir ia m Bu d ia r d jo, Da sa r -Da sa r Ilm u Polit ik , (J a ka r t a : Gr a m ed ia P u s t a k a U t a m a , 19 9 2 ) h a l. 16 3 - 16 4 .

9 Men y an d Kn app, Op Cit.

8 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

socialization ). Ide, visi, dan kebijakan strategis yan g m en jadi pilihan partai politik dim asyarakatkan kepada kon stituen un tuk m en dapatkan feedback berupa dukun gan dari m asyarakat luas. Terkait den gan sosialisasi politik in i, partai juga berperan san gat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang m enjadi s t r u k t u r - a n t a r a a t a u in t er m ed ia t e s t r u ct u r e ya n g h a r u s m em ain kan p er an d alam m em bu m ikan cita-cita ken egar aan dalam kesadaran kolektif m asyarakat warga n egara.

Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitm en politik (political recruitm ent). Partai diben tuk m em an g dim aksudkan untuk m enjadi kendaraan yang sah untuk m enyeleksi kader-kader pem im pin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih m elalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun m elalui cara-cara yang tidak lan gsun g lain n ya. Ten tu tidak sem ua jabatan dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana rekruitm en politik. J abatan- jabatan profesion al di bidan g-bidan g kepegawai-n egerian dan lain-lain yang tidak bersifat politik (political appointm ent), tidak boleh m elibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena it u m em er lu kan p en gan gkat an p ejabat n ya m elalu i p r osed u r p olit ik p u la (p olit ica l a p p oin t m en t ). Un t u k m en gh in d ar kan terjadinya pen cam puradukan, perlu dim engerti benar perbedaan antara jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan jabatan- jabatan yan g bersifat tekn is-adm in istratif dan profesion al. Di lingkungan kem enterian, hanya ada satu jabatan saja yang bersifat politik, yaitu Men teri. Sedan gkan , para pem ban tu Men teri di lingkungan instansi yang dipim pinnya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang ber- laku di bidang kepegawaian.

Fungsi keem pat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam m asyarakat (conflict m anagem ent). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (in terests) yan g tum buh dalam keh idupan m asyarakat san gat ber an eka r agam , r u m it , d an cen d er u n g salin g ber sain g d an

b er t a b r a ka n sa t u sa m a la in . J ika p a r t a i p olit ikn ya b a n ya k, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan m elalui polarisasi partai-partai politik yang m enawarkan ideologi,

Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006 9

Hakim Konstitusi

program , dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu sam a lain.

Den gan perkataan lain , sebagai pen gatur atau pen gelola kon flik (conflict m anagem ent), partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan r a ga m kep en t in ga n ya n g b er b ed a -b ed a it u m ela lu i sa lu r a n kelem bagaan politik partai. Oleh karena itu, dalam kategori Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengelola konflik dapat dikaitkan den gan fun gsi in tegrasi partai politik. Partai m en gagregasikan dan m en gin tegr asikan ber agam kepen tin gan itu den gan car a m en yalurkan n ya den gan sebaik-baikn ya un tuk m em pen garuhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan. 10

Pemilihan Umum Sesu a i d en ga n p r in sip ked a u la t a n r a kya t ya n g d ia n u t dalam UUD 1945, m aka kekuasaan un tuk m en en tukan cor ak dan cara pem erin tahan sesun gguhn ya berada di tan gan rakyat. Ked au latan ter sebu t d ilaksan akan m en u r u t keten tu an UUD, yaitu oleh lem baga n egara, dan oleh rakyat yan g dian taran ya m ela lu i m eka n ism e p em ilih a n u m u m seb a ga im a n a d ia t u r dalam Pasal 22E UUD 1945. Pem ilihan um um juga dapat dilihat sebagai m ekan ism e yan g m en ghubun gkan an tara in frastruktur p olit ik d a n su p r a st r u kt u r p olit ik. P em ilu ju ga m er u p a ka n m ekanism e transform asi aspirasi pilitik partai m enjadi kebijakan n egar a.

Dalam p r akt ik, ser in g d iju m p ai bah wa d i n egar a yan g jum lah pen dudukn ya sedikit dan ukuran wilayahn ya tidak begitu luas saja pun , kedaulatan rakyat itu tidak dapat berjalan secara p en u h . Ap alagi d i n egar a-n egar a yan g ju m lah p en d u d u kn ya ban yak dan den gan wilayah yan g san gat luas, dapat dikatakan tid ak m u n gkin u n tu k m en gh im pu n pen d apat r akyat seor an g dem i seoran g dalam m en en tukan jalan n ya suatu pem erin tahan . La gi p u la , d a la m m a sya r a ka t m od er n sep er t i seka r a n g in i, tin gkat kehidupan berkem ban g san gat kom pleks dan din am is, den gan tin gkat kecerdasan warga yan g tidak m erata dan den gan t in gka t sp esia lisa si a n t a r sekt or p eker ja a n ya n g cen d er u n g

10 Men y an d Kn app, Op Cit.

10 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

berkem ban g sem akin tajam . Akibatn ya, kedaulatan rakyat tidak m un gkin dilakukan secara m urn i. Kom pleksitas keadaan m en g-

h en d a ki b a h wa ked a u la t a n r a kya t it u d ila ksa n a ka n d en ga n m elalui sistim perwakilan (representation ). P en t in gn ya p em ilih a n u m u m d iselen gga r a ka n seca r a berkala dikaren akan oleh beberapa sebab. Pertam a, pen dapat

a t a u a s p ir a s i r a kya t m en gen a i b er b a ga i a s p ek keh id u p a n bersam a dalam m asyarakat bersifat din am is, dan berkem ban g dari waktu ke waktu. Dalam jan gka waktu terten tu, dapat saja t er ja d i b a h wa seb a gia n b esa r r a kya t b er u b a h p en d a p a t n ya m engenai sesuatu kebijakan negara. Kedua, di sam ping pendapat rakyat dapat berubah dari waktu ke waktu, kon disi kehidupan ber sam a dalam m asyar akat dapat pu la ber u bah , baik kar en a

d in am ika d u n ia in t er n asion al at au p u n kar en a fakt or d alam n eger i sen d ir i, baik kar en a faktor in ter n al m an u sia m au p u n karen a faktor ekstern al m an usia. Ketiga, perubahan -perubahan aspirasi dan pen dapat rakyat juga dapat dim un gkin kan terjadi karen a pertam bahan jum lah pen duduk dan rakyat yan g dewasa. Mer eka it u , t er u t a m a p a r a p em ilih b a r u (n ew v ot er s) a t a u p em ilih p em u la , b elu m t en t u m em p u n ya i sika p ya n g sa m a den gan oran g tua m ereka sen diri. Lagi pula, keem pat, pem ilihan um um perlu diadakan secara teratur un tuk m aksud m en jam in ter jad in ya per gan tian kepem im pin an n egar a, baik d i caban g kekuasaan eksekutif m aupun legislatif.

Un tuk m en jam in siklus kekuasaan yan g bersifat teratur diperlukan m ekanism e pem ilihan um um yang diselenggarakan secara berkala, sehingga dem okrasi dapat terjam in, dan pem e- rintahan yang sungguh-sungguh m engabdi kepada kepentingan seluruh rakyat dapat ben ar -ben ar bekerja efektif dan efisien . Den ga n a d a n ya ja m in a n sist em d em okr a si ya n g b er a t u r a n dem ikian itulah kesejahteraan dan keadilan dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya.

Di sa m p in g it u , u n t u k m em b er i kesem p a t a n kep a d a rakyat, baik m ereka yan g sudah pern ah m em ilih m aupun para p e m ilih p e m u la it u u n t u k t u r u t m e n e n t u k a n k e b ija k a n ken egaraan dan pem erin tahan , m aka pem ilihan um um (gen eral election ) itu h arus dilaksan akan secara berkala atau periodik

d a la m wa kt u -wa kt u t er t en t u . Un t u k it u , a d a n ega r a ya n g m enentukan bahwa pem ilihan um um dilaksanakan sekali dalam

Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006 11

Hakim Konstitusi

lim a tahun seperti di In don esia, 11 dan ada pula n egara seperti Am erika Serikat yang m enentukan pem ilihan Presiden dan Wakil Presidennya dalam jangka waktu em pat tahun sekali. Selain itu, negara-negara yang m enganut sistim pem erintahan parlem enter, pem ilihan um um itu dapat pula diselenggarakan lebih kerap lagi sesuai dengan kebutuhan.

Kegiatan pem ilihan um um (general election) juga m erupa- kan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan hak- hak asasi warga negara adalah keharusan bagi pem erintah untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat di mana rakyatlah yang berdaulat, maka sem ua aspek penyelenggaraan pem ilihan um um itu sendiri pun harus juga dikem balikan kepada rakyat untuk m enentukannya. Adalah pelanggaran terhadap hak-hak asasi apabila pem erintah t id a k m en ja m in t er selen gga r a n ya p em ilih a n u m u m , m em - perlam bat penyelenggaraan pem ilihan um um tanpa persetujuan para wakil rakyat, ataupun tidak m elakukan apa-apa sehin gga pemilihan umum tidak terselenggara sebagaimana mestinya.

Dalam sistem dem okrasi m odern, legalitas dan legitim asi pem erin tahan m erupakan faktor yan g san gat pen tin g. Di satu pih ak, su atu pem er in tah an d i satu pih ak h ar u slah ter ben tu k berdasarkan keten tuan hukum dan kon stitusi, sehin gga dapat dikatakan m em iliki legalitas. Di lain pihak, pem erintahan itu juga harus legitim ate, dalam arti bahwa di sam ping legal, ia juga harus dipercaya. Tentu akan timbul keragu-raguan, apabila suatu peme- rintah menyatakan diri sebagai berasal dari rakyat, sehingga dapat disebut sebagai pemerintahan demokrasi, padahal pembentukan- n ya tid ak d id asar kan h asil pem ilih an u m u m . Ar tin ya, setiap pem erin tah an dem okratis yan g m en gaku berasal dari rakyat, memang diharuskan sesuai dengan hasil pemilihan umum sebagai ciri yang penting atau pilar yang pokok dalam sistem demokrasi m odern.

11 Lih at Pasal 22E ayat (1) UUD 19 45 yan g m en en t u kan : “Pem iliha n u m u m d ila k sa n a k a n seca r a la n g su n g , u m u m , beba s, r a ha sia , ju ju r , d a n

adil setiap lim a tahun sek ali”.

12 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan pen ye- len ggaraan pem ilihan um um itu ada 4 (em pat), yaitu un tuk:

a . un tuk m em un gkin kan terjadin ya peralihan kepem im pin an pem erin tahan secara tertib dan dam ai;

b. un tuk m em un gkin kan ter jadin ya per gan tian pejabat yan g akan m ewakili kepen tin gan rakyat di lem baga perwakilan ;

c. un tuk m elaksan akan prin sip kedaulatan rakyat; dan

d. un tuk m elaksan akan prin sip hak-hak asasi warga n egara.

Seperti dim aklum i, kem am puan seseorang bersifat terbatas. Di sam ping itu, jabatan pada dasarnya m erupakan am anah yang berisi beban tanggung jawab, bukan hak yang harus dinikm ati. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh duduk di suatu jabatan tan pa ada kepastian batasn ya un tuk dilakukan n ya pergan tian . Tan p a siklu s keku asaan yan g d in am is, keku asaan it u d ap at m en ger as m en jad i su m ber m alap etaka. Sebab, d alam setiap jabatan , dalam dirin ya selalu ada kekuasaan yan g cen derun g berkem bang m enjadi sum ber kesewenang-wenangan bagi siapa saja yang m em egangnya. Untuk itu, pergantian kepem im pinan harus dipandang sebagai sesuatu yang niscaya untuk m em elihara am anah yang terdapat dalam setiap kekuasaan itu sendiri.

Dalam Pem ilu, yan g dipilih tidak saja wakil rakyat yan g akan duduk di lem baga perwakilan rakyat atau parlem en, tetapi juga para pem im pin pem erintahan yang duduk di kursi eksekutif. Di caban g kekuasaan legislatif, para wakil rakyat itu ada yan g duduk di Dewan Perwakilan Rakyat, ada yang duduk di Dewan Perwakilan Daerah, dan ada pula yan g akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik di tingkat provinsi ataupun di tin gkat kabupaten dan kota. Sedan gkan di caban g kekuasaan p em er in t ah an ekseku t if, p ar a p em im p in yan g d ip ilih secar a la n gsu n g oleh r a kya t a d a la h Pr esid en d a n Wa kil Pr esid en , Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Dengan adanya pem ilihan um um yang teratur dan berkala, m aka pergantian para pejabat dim aksud juga dapat terselenggara secara teratur dan berkala.

Oleh karen a itu adalah san gat wajar apabila selalu terjadi p er gan t ian p ejabat baik d i lem baga p em er in t ah an ekseku t if m aupun di lin gkun gan lem baga legislatif. Pergan tian pejabat di n egar a-n egar a otor itar ian dan totaliter ber beda den gan yan g

Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006 13

Hakim Konstitusi

d ip r aktikkan d i n egar a-n egar a d em okr asi. Di n egar a-n egar a totaliter d an otor itar ian , per gan tian pejabat d iten tu kan oleh sekelom pok oran g saja. Kelom pok oran g yan g m en en tukan itu bersifat oligarkis dan berpuncak di tangan satu orang. Sem entara di lingkungan negara-negara yang m enganut paham dem okrasi, praktik yan g dem ikian itu tidak dapat diterapkan . Di n egara- negara dem okrasi, pergantian pejabat pem erintahan eksekutif dan legislatif ditentukan secara langsung oleh rakyat, yaitu m elalui pem ilihan um um (general election) yang diselenggarakan secara periodik.

Maka pem ilihan um um (general election) juga disebut ber- tujuan untuk m em ungkinkan terjadinya peralihan pem erintah-

a n d a n p er ga n t ia n p eja b a t n ega r a ya n g d ia n gka t m ela lu i pem ilihan (elected public officials). Dalam hal tersebut di atas, yang dim aksud dengan m em ungkinkan di sini tidak berarti bahwa setiap kali dilaksanakan pem ilihan um um , secara m utlak harus ber akibat t er jad in ya p er gan t ian p em er in t ah an at au p ejabat negara. Mungkin saja terjadi, pem erintahan suatu partai politik dalam sistem par lem en ter m em er in tah u n tu k du a, tiga, atau em pat kali, ataupun seorang m enjadi Presiden seperti di Am erika Ser ikat atau In d on esia d ip ilih u n tu k d u a kali m asa jabatan . Dim aksu d “m em u n gkin kan ” d i sin i ad alah bah wa p em ilih an um um itu harus m em buka kesem patan sam a untuk m enang atau kalah bagi setiap peserta pem ilihan um um itu. Pem ilihan um um yan g d em ikian it u h an ya d ap at t er jad i ap abila ben ar -ben ar dilaksanakan dengan jujur dan adil (jurdil).

Tujuan ketiga dan keempat pemilihan umum itu adalah juga untuk m elaksanakan kedaulatan rakyat dan m elaksanakan hak asasi warga negara. Untuk m enentukan jalannya negara, rakyat sendirilah yang harus mengambil keputusan melalui perantaraan wakil-wakilnya yang akan duduk di lem baga legislatif. Hak-hak politik rakyat un tuk m en en tukan jalan n ya pem erin tah an dan fun gsi-fun gsi n egara den gan ben ar m en urut UUD adalah h ak rakyat yan g san gat fun dam en tal. Karen a itu, pen yelen ggaraan pemilihan umum, di samping merupakan perwujudan kedaulatan rakyat, juga merupakan sarana pelaksanaan hak-hak asasi warga negara sendiri. Untuk itulah, diperlukan pem ilihan um um guna memilih para wakil rakyat itu secara periodik. Demikian pula di

14 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

bidang eksekutif, rakyat sendirilah yang harus memilih Presiden, Gu ber n u r , Bu p at i, d an Walikot a u n t u k m em im p in jalan n ya pemerintahan, baik di tingkat pusat, di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten/ kota. 12

Di sam ping itu, pem ilihan um um itu juga penting bagi para wakil rakyat sendiri ataupun para pejabat pem erintahan untuk m en gu ku r t in gka t d u ku n ga n d a n kep er ca ya a n m a sya r a ka t kepadan ya. Dem ikian pula bagi kelom pok warga n egara yan g tergabung dalam suatu organisasi partai politik, pem ilihan um um it u ju ga p en t in g u n t u k m en get a h u i seb er a p a b esa r t in gka t dukungan dan kepercayaan rakyat kepada kelom pok atau partai politik yan g bersan gkutan . Melalui an alisis m en gen ai tin gkat kepercayaan dan dukungan itu, tergam bar pula m engenai aspirasi r akyat yan g sesu n ggu h n ya sebagai p em ilik ked au lat an at au kekuasaan tertinggi dalam negara Republik Indonesia.

Dengan dem ikian, dapat dikatakan bahwa pem ilihan um um itu tidak saja penting bagi warga negara, partai politik, tapi juga pejabat penyelenggara negara. Bagi penyelenggara negara yang

d ian gkat m elalu i p em ilih an u m u m yan g ju ju r ber ar ti bah wa pem er in tah an itu m en dapat d u ku n gan yan g seben ar n ya d ar i rakyat. Sebaliknya, jika pem erintahan tersebut dibentuk dari hasil pem ilih an um um yan g tidak jujur m aka dukun gan rakyat itu hanya bersifat sem u.

Sistem Pemilu Mekanis dan Organis Oleh ka r en a p em ilih a n u m u m a d a la h sa la h sa t u ca r a un tuk m en en tukan wakil-wakil rakyat yan g akan duduk dalam Badan Perwakilan . Rakyat, m aka den gan sen dirin ya terdapat ber bagai sist em p em ilih an u m u m . Sist em p em ilih an u m u m ber bed a satu sam a lain , ter gan tu n g d ar i su d u t m an a h al itu dilihat. Dari sudut kepen tin gan rakyat, apakah rakyat dipan dan g sebagai in dividu yan g bebas un tuk m en en tukan pilihan n ya, dan sekaligus m en calon kan dirin ya sebagai calon wakil rakyat, atau apakah rakyat han ya dipan dan g sebagai an ggota kelom pok yan g sam a sekali tidak berhak m en en tukan siapa yan g akan m en jadi

12 Lih a t ket en t u a n -ket en t u a n p a d a “Ba gia n Ked ela p a n : P em ilih a n Kep ala Daer ah d an Wakil Kep ala Daer ah ” d alam UU No. 32 Tah u n 20 0 4

t en t a n g P em er in t a h a n Da er a h .

Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006 15

Hakim Konstitusi

wakiln ya di lem baga perwakilan rakyat, atau juga tidak berhak un tuk m en calon kan diri sebagai wakil rakyat.

Berdasarkan hal tersebut, sistem pem ilihan um um dapat dibedakan dalam dua m acam , yaitu an tara (i) sistem pem ilihan m ekan is, dan (ii) sistem pem ilihan organ is. Sistem pem ilihan m ekan is m en cerm in kan pan dan gan yan g bersifat m ekan is yan g m elihat rakyat sebagai m assa in dividu-in dividu yan g sam a. Baik

a lir a n lib er a lism e, sosia lism e, d a n kom u n ism e sa m a -sa m a m en dasarkan diri pada pan dan gan m ekan is. Liberalism e lebih m engutam akan individu sebagai kesatuan oton om dan m em an dan g m asyarakat sebagai suatu kom pleks hu-bungan-hubungan antar individu yang bersifat kontraktual, sedan gkan pan dan gan sosialism e dan khususn ya kom un ism e, leb ih m en gu t a m a ka n t ot a lit a s kolekt if m a sya r a ka t d en ga n m en gecilkan p er an an in d ivid u . Nam u n , d alam sem u a alir an pem ikiran di atas, individu tetap dilihat sebagai penyandang hak pilih yang bersifat aktif dan m em andang korps pem ilih sebagai m assa in d ivid u -in d ivid u , yan g m asin g-m asin g m em iliki satu suara dalam setiap pem ilih an , yaitu suaran ya m asin g-m asin g secara sendiri-sendiri.

Sem en t a r a it u , d a la m sist em p em ilih a n ya n g b er sifa t or ga n is, p a n d a n ga n or ga n is m en em p a t ka n r a kya t seb a ga i sejum lah individu-individu yang hidup bersam a dalam berbagai m a ca m p er seku t u a n h id u p b er d a sa r ka n gen eologis (r u m a h tan gga, keluarga), fun gsi terten tu (ekon om i, in dustri), lapisan - lapisan sosial (buruh, tan i, cen dekiawan ), dan lem baga-lem baga sosial (u n iver sit as). Kelom p ok-kelom p ok d alam m asyar akat dilihat sebagai suatu organ ism e yan g terdiri atas organ -organ yan g m em pun yai kedudukan dan fun gsi terten tu dalam totalitas or gan ism e, seper ti kom u n itas atau per seku tu an -per seku tu an hidup. Den gan pan dan gan dem ikian , persekutuan -persekutuan

h id u p it u la h ya n g d iu t a m a k a n s e b a ga i p e n ya n d a n g d a n p en gen d ali h ak p ilih . Den gan p er kat aan lain , p er seku t u an - persekutuan itulah yan g m em pun yai hak pilih un tuk m en gutus wakil-wakiln ya kepada badan -badan perwakilan m asyarakat.

Apabila dikaitkan dengan sistem perwakilan seperti yang sudah diuraikan di atas, pem ilihan organ is in i dapat dihubun g- kan den gan sistem perwakilan fun gsion al (fun ction represen - tation ) yan g biasa diken al dalam sistem parlem en dua kam ar,

16 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

seperti di In ggris dan Irlan dia. Pem ilihan an ggota Sen at Irlan dia dan juga para Lords yan g akan duduk di H ouse of Lords Inggris,

d id a sa r ka n a t a s p a n d a n ga n ya n g b er sifa t or ga n is t er seb u t . Dalam sistem pem ilihan m ekan is, partai-partai politiklah yan g m en gor gan isasikan p em ilih -p em ilih d an m em im p in p em ilih berdasarkan sistem dua-partai atau pun m ulti-partai m en urut paham liberalism e dan sosialism e, ataupun berdasarkan sistem satu-partai m en urut pah am kom un ism e. Tetapi dalam sistem pem ilihan organ is, partai-partai politik tidak perlu dikem ban g- kan , karen a pem ilihan diselen ggarakan dan dipim pin oleh tiap- tiap per sekutuan h idup itu sen dir i, yaitu m elalui m ekan ism e yan g berlaku dalam lin gkun gan n ya sen diri.

Men u r u t sist em m eka n is, lem b a ga p er wa kila n r a kya t m er u p a ka n lem b a ga p er wa kila n kep en t in ga n u m u m r a kya t seluruhn ya. Sedan gkan , m en urut sistem yan g kedua (organ is), lem b a ga p er wa kila n r a kya t it u m en cer m in ka n p er wa kila n kepentingan-kepentingan khusus persekutuan-persekutuan hidup itu m asing-m asing. Dalam bentuknya yang paling ekstrim , sistem yan g per tam a (m ekan is) m en gh asilkan par lem en , sedan gkan yang kedua (organis) m enghasilkan dewan korporasi (korporatif). Kedua sistem ini sering dikom binasikan dalam struktur parlem en dua-kam ar (bikam eral), yaitu di negara-negara yang m engenal sistem parlem en bikam eral. 13

Seperti yang sudah dikem ukakan di atas, m isalnya, parle- m en Inggris dan Irlandia yang bersifat bikam eral m encerm inkan hal itu, yaitu pada sifat perwakilan m ajelis tingginya. Di Inggris hal itu terlihat pada House of Lords, dan di Irlandia pada Senatnya yan g para an ggotan ya sem ua dipilih tidak m elalui sistem yan g m ekanis, tetapi dengan sistem organis.

Karena dalam sistim m ekanis, wakil-wakil yang duduk di Badan Perwakilan Rakyat lan gsun g dipilih , dan dalam sistim organ is, wakil-wakil tersebut berdasarkan pen gan gkatan , m aka

b a gi n ega r a ya n g m en ga n u t d u a Ba d a n Per wa kila n Ra kya t

13 I sm a il Su n y, S ist im Pem ilih a n Um u m y a n g m en ja m in H a k -h a k De-m ok rasi W arga N egara , dalam h im pun an karan gan dan tulisan Ism ail

Su n y m e n ge n a i P e m ilih a n Um u m , d ih im p u n o le h H a r m a ily I b r a h im , 1970 . Lihat juga G.J . Wolhoff, Pengantar Ilm u H ukum Tata N egara Republik

I n d on esia , (J a ka r t a : Tim u n Ma s N.V., 19 55).

Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006 17

Hakim Konstitusi

seperti di In don esia, di m an a an ggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih lan gsun g oleh rakyat, dan di Majelis Perm usyawaratan Rakyat terdapat Utusan Golon gan , m aka kedua sistim tersebut di atas dapat digabu n gkan u n tu k In don esia saat in i. Bah kan

d a la m p er kem b a n ga n ket a t a n ega r a a n . kem u d ia n , seb a gia n an ggota Dewan Perwakilan Rakyat dian gkat, dan sebagian besar lain n ya dipilih m elalui pem ilihan um um .

Sistem Distrik dan Proporsional Sistem yang lebih um um , dan karena itu perlu diuraikan lebih rinci, adalah sistem pem ilihan yang bersifat m ekanis. Sistem in i biasa d ilaksan akan d en gan d u a car a yaitu (1) per wakilan distrik/ m ayoritas (single m em ber constituencies); dan (2) Sistem perwakilan berim bang (proportional representation).

Sistem yang pertam a, yaitu sistem distrik, biasa dinam akan juga sebagai sistem single m em ber constituencies 14 atau sistem t he w in n er ’s t a k e a ll . Din am akan d em ikian , kar en a wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pem ilihan atau daerah-daerah pem ilihan (dapil) yang jum lahnya sam a dengan jum lah anggota lem b a ga p er wa kila n r a kya t ya n g d ip er lu ka n u n t u k d ip ilih . Misalnya, jum lah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditentukan

50 0 orang, m aka wilayah negara dibagi dalam 50 0 distrik atau daerah pemilihan (dapil) atau constituencies. Artinya, setiap distrik atau daerah pem ilihan akan diwakili oleh hanya satu orang wakil yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu dinam akan sistem distrik, atau single m em ber constituencies.

Sebagian sarjana juga m enam akan sistem ini sebagai sistem m ayoritas, karen a yan g dipilih sebagai wakil rakyat dari suatu

d aer ah d it en t u kan oleh siap a yan g m em p er oleh su ar a yan g ter ban yak atau su ar a m ayor itas u n tu k d aer ah itu , sekalip u n kem enangannya hanya bersifat m ayoritas relatif (tidak m ayoritas m utlak). Misalnya, di daerah pem ilihan 1, calon A m em peroleh su ar a 10 0 .0 0 0 , B m em p er oleh su ar a 99.999, C m em p er oleh

10 0 .0 0 1, m aka yang dinyatakan terpilih m enjadi wakil dari daerah

14 Ibid ., h al. 10 ; Lih at ju ga J . A. Cor r y, Dem ocra tic Gov ern m en t a n d Poli-t ics , (Tor on t o: Un iver sit y of Tor on t o Pr ess, 19 6 0 ), h al. 26 6 d st ; Sr i

Soem an t r i, Sist im Du a Pa r t a i, (J akar t a: Bin a Tjip t a, 19 6 8 ), h al. 15 d st .; Soegondo Soem odiredjo, Sistim Pem ilihan Um um , (J akarta : Nasional, 1952).

18 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

pem ilihan 1 untuk m enjadi anggota lem baga perwakilan rakyat adalah C. Sebab, setiap distrik hanya diwakili oleh satu orang yang m em p er oleh s u a r a ya n g p a lin g b a n ya k, m es kip u n b u ka n m ayoritas m utlak.

Kelebihan sistem ini ten tu saja ban yak. Setiap calon dari suatu distr ik, biasan ya adalah war ga daer ah itu sen dir i, atau m eskipun datan g dari daerah lain , tetapi yan g pasti bahwa oran g itu diken al secara baik oleh warga daerah yan g bersan gkutan . Den gan dem ikian , hubun gan an tara para pem ilih den gan para calon harus erat, dan salin g m en gen al den gan baik. Bagi para pem ilih ten tun ya calon yan g palin g m ereka ken al sajalah yan g akan dipilih. Sebalikn ya, karen a calon yan g dipilih adalah oran g yan g sudah diken al den gan baik, ten tu diharapkan bahwa yan g ber san gku t an ju ga su d ah san gat m en ger t i kead aan -kead aan yan g perlu diperjuan gkan n ya un tuk kepen tin gan rakyat daerah yan g diwakilin ya itu.

Sedangkan pada sistem yang kedua, yaitu sistem perwakilan berim ban g atau perwakilan proporsion il, 15 persen tase kursi di lem baga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan persentase jumlah suara yang diperoleh tiap- tiap partai politik. Um pam anya, jum lah pem ilih yang sah pada suatu pem ilihan um um tercatat ada 1.0 0 0 .0 0 0 (satu juta) orang. Misalnya, jum lah kursi di lem baga perwakilan rakyat ditentukan

10 0 kursi, berarti untuk satu orang wakil rakyat dibutuhkan suara

10 .0 0 0 . Pem bagian kursi di Badan Perwakilan Rakyat tersebut ter gan tu n g kep ad a ber ap a ju m lah su ar a yan g d id ap at setiap partai politik yang ikut pem ilihan um um . J ika sistem ini dipakai, m aka dalam bentuk aslinya tidak perlu lagi m em bagikan korps pem ilih atas jum lah daerah pem ilihan. Korps pem ilih boleh dibagi atas sejum lah daerah pem ilihan dengan ketentuan bahwa tiap- tiap daerah pem ilihan (dapil) disediakan beberapa kursi sesuai dengan jum lah penduduknya.

Meskipun jum lah kursi un tuk suatu pem ilihan diten tukan sesuai den gan jum lah pen duduk yan g boleh m en gikuti pem ilih- an , dan diten tukan pula bahwa setiap kursi m em butuhkan suara

15 I sm a il Su n y, Op . Cit . Lih a t ju ga Cor r y, Dem ocr a t ic Gov er n m en t a n d Po lit ics , o p . cit ., h a l. 2 3 7 d s t ; J a m e s H o ga n , E le ct io n a n d

R ep r esen t a t ion , (Cor k Un iver sit y Pr ess, 19 4 5), h a l. 10 d st . 12 2 d st .

Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006 19

Hakim Konstitusi

d alam ju m lah ter ten tu , n am u n apabila ter n yata tid ak sem u a penduduk m em berikan suara atau ada sebagian yang tidak sah, m aka persen tase un tuk satu kursi juga m en jadi berubah. Oleh kar en a it u , sist em p r op or sion al in i d iken al agak r u m it car a p er h it u n ga n n ya . Ba h ka n , s is t em p r op or s ion a l in i d a p a t dilaksanakan dengan ratusan variasi yang berbeda-beda. Nam un, secara garis besar, ada dua m etode utam a yan g biasa diken al sebagai variasi, yaitu m etode single transferable vote dengan hare sy stem , dan m etode list-sy stem .

Pada m etode pertam a, Sin gle Tran sferable Vote den gan Hare Sy stem , pem ilih diberi kesem patan untuk m em ilih pilihan per tam a, ked u a, d an seter u sn ya d ar i d aer ah pem ilih an yan g bersangkutan. J um lah perim bangan suara yang diperlukan untuk p em ilih d it en t u kan , d an seger a ju m lah keu t am aan p er t am a dipenuhi, dan apabila ada sisa suara, m aka kelebihan suara itu dapat dipin dahkan kepada calon pada urutan berikutn ya, dan dem ikian seterusnya. Dengan kem ungkinan penggabungan suara itu, m aka partai politik yang kecil dim ungkinkan m endapat kursi di lem baga perwakilan rakyat, m eskipun sem ula tidak m encapai jum lah im bangan suara yang ditentukan. Konsekuensi dari sistem in i adalah bah wa pen gh itun gan suara agak berbelit-belit dan m em b u t u h ka n kecer m a t a n ya n g seksa m a . Sed a n gka n p a d a m etode list sy stem , para pem ilih dim inta m em ilih diantara daftar- daftar calon yan g berisi seban yak m un gkin n am a-n am a wakil rakyat yang akan dipilih dalam pem ilihan um um .

Partai politik yan g kecil-kecil biasan ya san gat m en yukai sistim pem ilih an pr opor sion il, kar en a d im u n gkin kan ad an ya pen ggabun gan suara. J ika partai politik A, berdasarkan jum lah im -ban gan suara han ya akan m em pun yai satu oran g wakil yan g duduk di lem baga perwakilan , tetapi karen a m etode perhitun gan berdasarkan hare sy stem , dapat saja m em peroleh 2 (dua) kursi leb ih b a n ya k. Seb a likn ya , s is t im p r op or s ion a l in i ku r a n g disen an gi oleh partai politik yan g besar, karen a perolehan n ya dapat teran cam oleh partai-partai yan g kecil.

Nam u n , t er lep as d ar i p er bed aan an t ar a m et od e sin g le transferable v ote den gan hare sy stem dan list sy stem , yang jelas s is t em p em ilih a n p er wa kila n b er im b a n g a t a u p er wa kila n p r o p o r s io n a l in i. Dia k u i m e m p u n ya i b a n ya k k e le b ih a n

d iban d in gkan d en gan sistim d istr ik. Misaln ya, tid ak ad an ya

20 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

su ar a p em ilih yan g h ilan g d an d iabaikan d alam m ekan ism e pen en tu an wakil r akyat yan g akan ter pilih . Akibat d ar i ha r e sy stem , m aka m em an g tidak ada suara yan g h ilan g, seh in gga oleh karen an ya sistem in i serin g dikatakan lebih dem o-kratis,

d a n m en ga kib a t ka n lem b a ga p er wa kila n r a kya t cen d er u n g bersifat lebih n asion al daripada kedaerahan . Nam un , sistem in i

b a n ya k ju ga kelem a h a n n ya , m isa ln ya ca r a p er h it u n ga n n ya

a ga k r u m it , d a n cen d er u n g m en gu t a m a ka n p er a n a n p a r t a i politik daripada para wakil rakyat secara lan gsun g. Pendek kata, setiap sistem selalu m engandung kelebihan dan kelem ahannya sendiri-sendiri. Tidak ada yang sem purna di dunia ini. Bahkan, negara-negara yang tadinya m enganut sistem distrik cen derun g berusaha un tuk m en gadopsi sistem propor- sion al, tetapi n egara-n egara yan g biasa den gan sistem propor- sional dan banyak m engalam i sendiri kekurangan-kekurangan- nya, cenderung berusaha untuk m enerapkan sistem distrik yang dian ggapn ya lebih baik. Sem ua pilihan itu tergan tun g tin gkat kebu t u h an r iel yan g d ih ad ap i set iap m asyar akat yan g in gin m em p er kem b a n gka n t r a d is i d a n s is t em d em okr a s i ya n g diterapkan di m asing-m asing negara.

Lembaga Penyelenggara Pemilu Siapakah yang seharusnya menjadi penyelenggara pemilihan um um ? Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah m enentukan bahwa “Pem ilihan um um dilaksanakan secara langsung, um um , bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lim a tahun sekali” . Dalam Pasal 22E ayat (5) ditentukan pula bahwa “Pem ilihan um um diselenggara- kan oleh suatu kom isi pem ilihan um um y ang bersifat nasional, tetap, dan m andiri” . Oleh sebab itu, menurut UUD 1945 penye- lenggara pemilihan umum itu haruslah suatu komisi yang bersifat (i) nasional, (ii) tetap, dan (iii) mandiri atau independen.

Men ga p a h a r u s in d ep en d en ? J a wa b n ya jela s, ka r en a penyelenggara pem ilu itu harus bersifat netral dan tidak boleh m em ihak. Kom isi pem ilihan um um itu tidak boleh dikendalikan oleh partai politik ataupun oleh pejabat negara yang m encerm in- kan kepen tin gan partai politik atau peserta atau calon peserta pem ilihan um um . Peserta pem ilu itu sendiri dapat terdiri atas (i) partai politik, beserta para anggotanya yang dapat m enjadi calon dalam rangka pem ilihan um um , (ii) calon atau anggota Dewan

Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006 21

Hakim Konstitusi

Perwakilan Rakyat, (iii) calon atau an ggota Dewan Perwakilan Daerah, (iv) calon atau anggota DPRD, (v) calon atau Presiden

a t a u Wa kil P r esid en , (vi) ca lon a t a u Gu b er n u r a t a u Wa kil Gubernur, (vii) calon atau Bupati atau Wakil Bupati, (viii) calon

a t a u Wa likot a a t a u Wa kil Wa likot a . Ked ela p a n p ih a k ya n g terdaftar di atas m em pun yai kepen tin gan lan gsun g atau tidak langsung dengan keputusan-keputusan yang akan diam bil oleh Kom isi Pem ilihan Um um sebagai penyelenggara pem ilu, sehingga oleh karenanya KPU harus terbebas dari kem ungkinan pengaruh m ereka itu.

Di Inggris, kom isi sem acam ini dinam akan The Electoral Com m ission d en gan ju m lah an ggota an tar a 5 (lim a) sam p ai dengan 9 (sem bilan) orang Com m issioner yang ditetapkan oleh Ratu atas usul House of Com m ons untuk masa jabatan 10 (sepuluh)

tahun. 16 Mereka dapat diberhentikan dari jabatannya oleh Ratu juga atas usul House of Com m ons. Komisi ini diberi tanggung jawab sebagai pen yelen ggar a sem ua kegiatan pem ilih an um um dan referendum yang diselenggarakan di Inggris, baik yang bersifat lokal, regional, m aupun yang bersifat nasional. Dem ikian pula, pem bagian kursi ataupun redistribusi kursi pem ilihan legislatif, pendaftaran partai politik, pengaturan mengenai pendapatan dan pengeluaran partai, kegiatan kampanye dan iklan partai politik di m edia m assa dan m edia elektronika lainnya, sem uanya m enjadi tanggung jawab dari Electoral Com m ission.

Pengadilan Sengketa Hasil Pemilu

H a sil p em ilih a n u m u m b er u p a p en et a p a n fin a l h a sil p en gh itu n gan su ar a yan g d iiku ti oleh p em bagian ku r si yan g

d ip er ebu t kan , yan g d iu m u m kan secar a r esm i oleh lem baga pen yelen ggar a pem ilih an um um ser in gkali tidak m em uaskan peser ta pem ilih an um um , yan g tidak ber h asil tam pil sebagai pem en an g. Kadan g-kadan g terjadi perbedaan pen dapat dalam

h a sil p er h it u n ga n it u a n t a r a p eser t a p em ilih a n u m u m d a n p en yelen gga r a p em ilih a n u m u m , b a ik ka r en a kesen ga ja a n m aupun kar en a kelalaian , baik kar en a kesalah an tekn is atau kelem a h a n ya n g b er sifa t a d m in ist r a t if d a la m p er h it u n ga n

16 Michael T. Milan , Con stitution al Law : The M achin ery of Gov ern m en t, 4 th

ed it ion , (Lon d on : Old Ba iley Pr ess, 2 0 0 3), h a l. 115-116 .

22 Jurnal Konstitusi , VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi