B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Studi politik, khususnya yang membahas menganai kesejarahan memang telah banyak. Namun dalam pembahasan ini penulis menitik beratkan kepada
pembahasan mengenai etika politik dengan membandingkan dua kerajaan Jawa yang pernah berpengaruh cukup besar di Jawa bahkan di kawasan nusantara,
dengan mengkhususkan pembahasan mengenai legitimasi kekuasaan dan otoritas kekuasaan kerajaan.
Legitimasi kekuasaan dirasakan sangat penting untuk dieksplorasi dalam pembahasan ini, mengingat hampir dalam beberapa dekade, sistem kerajaan
mampu mempertahankan eksistensinya. Kesetabilan dan kuatnya eksistensi tentu didukung oleh sebuah aturan main yang cukup kuat, dalam beberapa aspek
pemerintahan legitimasi menjadi suatu aspek yang paling mempengaruhi, mengingat legitimasi merupakan aspek pengesahan atau diakuinya keberadaan
seorang pemimpin dalam masyarakat. Legitimasi yang dipakai kemudian bukan legitimasi seperti yang dipakai
oleh masyarakat moderen yakni adanya mandat suara rakyat. Dengan legitimasi rakyat tersebut seorang pemimpin wajib bertanggung jawab kepada rakyat yang
telah memberikan legitimasi kepada penguasa tersebut. Hal ini berbeda dengan legitimasi dalam kerajaan atau legitimasi yang
didapatkan oleh seorang raja. Legitimasi termaksud terkait dengan alam di luar kuasa manusia, seperti yang dijelaskan oleh Benedict R.O.G Anderson, yang
menyatakan bahwa sistem atau pola yang dipakai dalam melanggengkan
kekuasaan masyarakat pemerintahan jaman kerajaan di Jawa erat kaitannya dengan dunia mistik dan agama.
Sedangkan untuk masalah otoritas kekuasaan, para penguasa Jawa khususnya raja Majapahit dan Demak ternyata memiliki perbedaan yang cukup
signifikan, hal ini dapat dilihat dari pola penerimaan wilayah adiduniawi. Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu-budha menerima bahkan menjunjung
bahwa kesaktian dan legitimasi raja bukan hanya berasal dari keturunan melainkan dekat dengan dewa-dewa, karena raja merupakan titisan dewa di muka
bumi. Dalam kerajaan Demak, legitimasi kekuasaan yang berujung otoritas
senantiasa bersandar kepada nash-nash agama yang diterjemahkan oleh para wali. Sehingga Raja sultan terbatasi dalam menjalankan otoritas yang dimilikinya,
karena kebijakan yang kemudian diambil harus melalui sebuah mekanisme sidang dengan para wali sanga.
Bertitik-tolak dari masalah di atas, penulis perlu mengangkat persoalan penting tersebut untuk dikaji lebih gamblang dan konkrit, agar pembahasan judul
skripsi ini bisa dipertanggung jawabkan, untuk itu perumusan masalah yang akan dikemukakan adalah
1. Apa perbedaan dan persamaan antara Kerajaan Majapahit dan Demak
dalam legitimasi kekuasaan. 2.
Apa persamaan dan perbedaan otoritas kekuasaan Kerajaan Majapahit dan Demak.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian