Otoritas Wewenang Teori Kekuasaan

ia masih mampu untuk mempertahankan kedudukannya dan memaksakan kehendaknya kepada rakyat. Legitimasi religius terdapat apabila suatu pemerintahan nyata-nyata menunjukan hasil-hasil yang diharapkan. Tuntutan ketiga legitimasi religius ialah agar penguasa menunjukan mutu mental atau sikap budi yang merupakan prasarat kemampuannya untuk berhubungan dengan alam gaib. Ia harus membuktikan diri sebagai sepi ing pamrih, berbudi luhur, ia harus bersikap bijaksana, murah hati dan adil. Ia harus menjalankan kekuasaannya tanpa perlu memakai paksaan atau tindakan-tindakan yang kasar.

2. Otoritas Wewenang

Wewenang atau autority sangat erat kaitannya dengan kekuasaan. Robert Bierstedt dalam karangannya An Analysis of social power, dia mengatakan bahwa wewenang adalah institutionalized power kekuasaan yang dilembagakan. Dengan nada yang sama Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan menyatakan bahwa wewenang autority adalah “kekuasaan formal” formal power. Dianggap bahwa yang mempunyai wewenang autority berhak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan-peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan terhadap peraturan-peraturannya. 22 Dalam tradisi sosiologi, Weber membagi wewenang kekuasaan kepada tiga bagian, yakni : tradisional, kharismatik dan rasional-legal. Menurut Weber kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemampuan 22 Budiardjo, “Konsep Kekuasaan : Tinjauan Pustaka,” h.. 14 ini. 23 Wewenang tradisional berdasarkan kepercayaan diantara anggota masyarakat bahwa tradisi lama serta kedudukan kekuasaan yang dilandasi oleh tradisi itu, adalah wajar dan patut dihormati. Wewenang kharismatik berdasarkan kepercayaan anggota masyarakat pada kesaktian dan kekuatan mistik atau religius seorang pemimpin. Wewenang rasional-legal berdasarkan kepercayaan pada tatanan hukum rasional yang melandasi kedudukan seseorang pemimpin. Yang ditekankan bukan orangnya akan tetapi aturan-aturan yang mendasari tingkah lakunya. 24 . Perbedaan yang penting antara kekuasaan dengan otoritas terletak pada kenyataan bahwa kalau kekuasaan pada hakikatnya diletakan pada kepribadian individu, maka otoritas selalu dikaitkan dengan posisi atau peranan sosial- kekuasaan, melulu merupakan suatu hubungan yang faktual, sedangkan otoritas merupakan suatu hubungan yang logis-. 25 Wewenang kemudian diterjemahkan sebagai sebuah tindakan seseorang yang telah memiliki kekuasaan yang kekuasaannnya telah sah. Segala tindakan penguasa baik berupa peraturan dan sikap kebijakan merupakan wewenang yang didapatkannya. Dalam penjelasan di atas telah disinggung bahwa wewenang kemudian bisa dibagi kepada dua, yakni wewenang normatif atau wewenang etis yang seluruh kabijakannnya berdasarkan hukum, dan wewenang religius yang seluruh 23 Ibid., h. 15 24 Ibid., h. 15 25 Roderick Martin, Sosiologi Kekuasaan. Penerjemah Herry Joediono Jakarta: CV. Rajawali, 1990, h. 72 kebijakannya sah dan apapun kebijakan yang diterapkan oleh penguasa selama penguasa tersebut memiliki kekuasaan. Wewenang normatif mengharuskan adanya tanggung jawab dari penguasa kepada rakyat, karena aturan yang akan diterapkan oleh penguasa harus sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, sedankan wewenang religius tidak memerlukan hukum formal sebagai kerangka aturan pemerintahannya.

B. Kekuasaan Tradisional