Gaya Kepemimpinan Demokratis dan Paternalistik

Saat penulis menanyakan tentang strategi atau kiat yang dipakai oleh Akbar Tandjung dalam memimpin sebuah oraganisasi besar seperti Partai Golkar, ia menjelaskan bahwa dengan jelas tentang kiat-kiat tersebut. Salah satunya adalah dengan tetap menjaga keharmonisan dan keutuhan organisasi dengan meminimalisir konflik antar anggota. Untuk lebih lengkapnya, berikut ini jawaban yang diberikan kepada penulis: “Ini yang menarik. Dinamika yang terjadi di tubuh Partai Golkar membutuhkan kemampuan dan kapasitas yang luar biasanya dari pemimpin atau ketua umumnya. Ketika saya menjadi ketua umum Partai Golkar, saya berusaha untuk menjaga keharmonisan antar kader partai dengan mengedepankan persatuan dan keutuhan partai. Saya berusaha meminimalisir konflik di dalam tubuh partai, dengan tetap mempertahankan daya kritis. Selain itu, untuk kasus-kasus tertentu, saya tidak segan-segan untuk meminta masukan atau nasihat dari dewan Pembina partai maupun dari tokoh-tokoh senior partai. Dengan demikian, apa yang menjadi keputusan saya dalam organisasi, saya peroleh tidak saja berasal dari pemikiran saya pribadi, melainkan juga hasil dari sharing atau konsultasi dengan pihak-pihak yang lebih berpengalaman. ” 4 Lebih lanjut, penulis mencari tahu tentang aktivitas Akbar Tandjung dalam rangka untuk menjaga keharmonisan kader-kader yang ada di daerah. Dari jawaban yang diberikan, Akbar Tandjung mengaku bahwa dirinya berusaha untuk menyempatkan diri melakukan kunjungan ke pengurus- pengurus di daerah untuk menyerap aspirasi mereka. Selain itu, kunjungan ke daerah dilakukan untuk mengetahui problematika kader-kader yang ada di daerah. Seperti yang diungkapkan kepada penulis: “Untuk menjaga keharmonisan dan keutuhan partai, saya juga sering melakukan kunjungan-kunjungan ke pengurus-pengurus pronvinsi 4 Wawancara pribadi dengan Akbar Tandjung bertempat di kantor Akbar Tandjung Institute, Jakarta 22 September 2011 pukul 11.15 WIB maupun kabupatenkota, bahkan sampai ke tingkat kecamatan dan kelurahan, untuk mendapatkan informasi yang akurat. Jadi tidak hanya berdasarkan masukan dari laporan-laporan saja. Dengan mengunjungi kader-kader yang ada di daerah, saya bisa mendengar aspirasi dan permasalahan yang mereka hadapi serta mendapatkan solusi terhadap problematika yang ada.” 5 Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bagaimana Akbar Tandjung memimpin Partai Golkar. Dengan tetap menjaga keharmonisan dan keutuhan organisasi, serta meminimalisir konflik yang ada, dan tetap menjaga komunikasi dengan para tokoh yang sudah senior, maka apa yang dilakukan oleh Akbar Tandjung tersebut dapat dikategorikan kepada gaya kepemimpinan yang paternalistik.

2. Akbar Tandjung sang Penyelamat Partai Golkar

Kaderisasi merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan berorganisasi. Tanpa proses kaderisasi, maka suatu organisasi akan mengalami kepunahan, karena tidak adanya regenerasi. Partai Golkar, sebagai Partai yang memiliki banyak pengalaman, memiliki pola kaderisasi yang sudah terstruktur dan runut. Jarang ditemukan kader di Partai Golkar, yang oleh banyak kalangan disebut kader “karbitan”, karena tiba-tiba saja muncul tanpa diketahui track record-nya. Hampir semua kader Partai Golkar harus beranjak dari bawah, untuk dapat menduduki posisi di atasnya. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Akbar Tandjung berkenaan dengan pertanyaan mengenai pola rekruitmen dan kaderisasi di Partai Golkar: 5 Wawancara pribadi dengan Akbar Tandjung bertempat di kantor Akbar Tandjung Institute, Jakarta 22 September 2011 pukul 11.15 WIB Sewaktu menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar di fase politik yang kritis awal era transisi, Akbar Tandjung berusaha keras untuk menanamkan motivasi kepada para pengurus dan kader-kader partai agar tidak patah semangat atau mengalami demokralisasi, dan tetap percaya diri dalam menghadapi berbagai tekanan politik yang demikian keras. 6 Profesionalitas dan komitmen Akbar Tandjung juga ditunjukkan saat dirinya menyatakan tidak bersedia untuk diajukan sebagai calon presiden dari Partai Golkar. Hal ini dilakukannya agar menghindari perpecahan dalam tubuh Partai Golkar. 7 Upaya untuk tetap menjaga keutuhan dan menghindari perpecahan partai, dan demi kepentingan bangsa, juga dilakukan Akbar Tandjung ketika menyatakan mengundurkan diri dari pencalonannya sebagai wakil presiden di SU sidang umum MPR 1999. 8 Momen penting yang patut dicatat adalah pada saat Munaslub Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar pada 9-11 Juli 1998, yang oleh Akbar Tandjung dijadikan sebagai momentum srategis untuk menata sistem 6 Akbar Tandjung, The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 56. 7 Pernyataan ini dinyatakan oleh Akbar Tandjung dengan interupsi saat SU Sidang Umum MPR, yang bunyinya adalah: “Dalam rangka untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagiamana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, di mana tujuan bangsa kita adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan, maka dengan senantiasa memohon ridha, petunjuk Tuhan yanag Maha Esa, dengan ini saya menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan. Dalam hidup saya, jabatan bukan segala-galanya. Saya mengundurkan diri juga dari pencalonan presiden, demi keutuhan organisasi serta persatuan dan kesatuan diri dan organisasi; sekarang saya juga mengundurkan diri dari pencalonan wakil presiden. Terima kasih, s emoga Allah SWT memberkati pengunduran saya.” Dalam Akbar Tandjung, The Golkar Way, h. 265. 8 Akbar Tandjung, The Golkar Way, h. 122-123. organisasi Partai Golkar dengan melahirkan apa yang ia sebut sebagai konsep paradigma baru. Inti dari paradigma baru itu antara lain: mengharapkan Golkar dibangun dengan nilai-nilai baru selaras dengan tuntutan reformasi; menjadikan Golkar sebagai partai yang terbuka, mandiri, demokratis, moderat, solid, mengakar, dan responsif terhadap permasalahan masyarakat, bangsa, dan negara – dengan melaksanakan fungsi-fungsi partai politik secara konsisten. 9

3. Kiat-Kiat Akbar Tandjung dalam Memimpin Partai Golkar

Sebagai politisi senior Partai Golkar, pengalaman Akbar Tandjung dalam memahami dan menyelami dinamika politik di tanah air tidak diragukan lagi. Seiring perubahan konstelasi politik setelah mundurnya Soeharto, Golkar sempat menuai hujatan bahkan dituntut untuk dibubarkan. Akbar Tandjung menyatakan komitmennya untuk tetap mempertahankan Golkar dengan segenap kemampuan yang ia miliki. Ia menganggap bahwa makin yang dilayangkan oleh masyarakat terhadap dirinya sebagai tantangan untuk membenahi Golkar menjadi partai reformis, dengan menjadikan Golkar partai terbuka. Hal ini terbukti dengan kemampuan Akbar Tandjung menghantarkan Golkar memenangi Pemilu 2004. 10 Hal yang menarik menurut penulis adalah pendapat beliau tentang kepemimpinan Jusuf Kalla di Partai Golkar. Mengutip salah satu hasil wawancara yang dilakukan oleh Majalah Biografi Politik yang menanyakan 9 Majalah Biografi Politik, h. 26. 10 Majalah Biografi Politik, h. 26. tentang bagaimana Akbar Tandjung melihat posisi Partai Golkar di bawah kepemimpinan Jusuf Kalla, jawaban yang diberikan cukup mengejutkan. Akbar Tandjung menjawab: “Golkar pada awalnya adalah partai penyeimbang. Tiba-tiba Pak JK Jusuf Kalla terpilih jadi wakil presiden, dan Golkar berubah menjadi partai pendukung pemerintah. Musyawarah Nasional Munas di Bali mengatakan, Golkar adalah partai penyeimbang. Terlepas siapa yang jadi ketua umum, pengurus partai harus mematuhi keputusan Munas. Tapi, nyatanya tidak. Malah orang Golkar tidak melakukan apa- apa.” 11 Dilanjutkan dengan pertanyaan tentang bagaimana pendapat Akbar Tandjung di bawah kepemimpinan Jusuf Kalla, ia melihat Golkar akan seperti apa? Di jawab: Jusuf Kalla sebagai wapres, tidak memiliki waktu yang cukup untuk memimpin partai. Selain mengurus partai, beliau juga harus menjalankan tugas- tugas negara yang terikat dengan protokoler.” 12 “Salah satu terobosan yang dilakukan oleh Partai Golkar, partai yang selama ini dianggap sebagai kendaraan Orde Baru dalam melanggengkan kekuasaan, adalah dengan mengadakan konvensi untuk menjaring masyarakat yang ingin mencalonkan diri menjadi presiden namun tidak terdaftar menjadi anggota atau pengurus partai politik. Dengan kata lain, Golkar menjadi partai pelopor dalam memenuhi keinginan masyarakat yang ingin menyalurkan hasrat politiknya untuk menjadi calon presiden dengan adanya konvensi ini. ” Lanjut dalam hasil wawancara di Majalah Biografi Politik, Akbar Tandjung menyatakan bahwa konvensi akan memberikan kesempatan kepada 11 Majalah Biografi Politik, “Akbar Tandjung; Faktor Penentu Pemilhan Presiden 2009”, Vo. 1, No. 1, Februari 2008, h. 18-19. 12 Majalah Biografi Politik, h. 23.