28
Sehingga Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dikatakan sebagai kriteria untuk menjadi pemimpin kharisma. Pemimpin kharisma
didasarkan pada watak atau sifat pribadinya yang memberikan contoh atau yang bersifat pahlawan.
29
e. Tipe Demokratis. Pengetahuan tentang kepemimpinan, telah
membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratis yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini dikarenakan, tipe kepemimpinan ini
memiliki karakteristik sebagai berikut: dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah
makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan
pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan
kerjasama dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang
kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu
berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha
mengembangkan kapasitas
diri pribadinya
sebagai pemimpin.
30
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin tidak hanya dilahirkan, melainkan bisa juga diciptakan melalui berbagai pelatihan,
29
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, Penterjemah Robert M. Z. Lawang, Jakarta: PT Gramedia, 1996, Jilid 1, h. 230.
29
pengalaman hidup, serta cara-cara lain yang dimungkinkan untuk menciptakan pemimpin-pemimpin andal. Selain itu, dalam kepemimpinan, baik dalam
lingkup organisasi, partai politik maupun perkumpulan-perkumpulan lainnya, diperlukan kriteria-kriteria yang hendaknya dimiliki oleh seorang pemimpin.
Meskipun dalam ranah demokrasi setiap orang berhak untuk memimpin dan dipimpin, namun dalam praktiknya, ada prasyarat yang harus dipenuhi bagi
mereka yang menginginkan posisi tersebut.
30
BAB III SEJARAH PARTAI GOLKAR DAN PROFIL AKBAR TANDJUNG DAN
JUSUF KALLA DALAM PARTAI GOKAR
Dalam bab ini penulis akan menguraikan secara ringkas tentang sejarah Partai Golkar, disertai dengan profil 2 dua mantan ketua umum
Partai Golkar, yaitu Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla. Sejarah Partai Golkar penting untuk dibahas, meskipun sekilas, karena menurut penulis hal ini untuk
mendapatkan benang merah link match antara Partai Golkar itu sendiri dengan beberapa pemimpinnya, yang dalam pembahasan ini difokuskan pada
dua orang, yaitu Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla. Selain itu, karakter atau gaya kepemimpinan dua mantan ketua umum
Partai Golkar tersebut dapat dikatakan memberikan warna tersendiri bagi Partai Golkar. Pengalaman masing-masing mantan ketua umum Partai Golkar
tersebut, sedikit banyak memberikan pengaruh dalam menahkodai Partai Politik yang cukup diperthitungkan di tanah air.
A. Sejarah Partai Golkar
1. Partai Golkar sebelum Reformasi
Sejarah Golongan Karya Golkar sama tuanya dengan sejarah Orde baru. Soeharto menjadi tokoh sentral di Golkar dalam membesarkan
dan menstabilkan dinamika politik di tubuh Golkar. Golkar menjadi salah satu jembatan yang menghubungkan Soeharto dengan kekuasaannya, dan
31
menjadi kendaraan politik Soeharto selama menjadi presiden. Bahkan, Golkar menjadi partai nomor satu dan selalu unggul diantara partai-partai
lain. Selama kepemimpinan Soeharto nyaris tidak terdengar riak dalam tubuh orsospol organisasi sosial politik berlambang beringin tersebut.
Selama Orde Baru, Partai Golkar berhasil membangun rezim politik yang kuat.
Golkar berawal dari Sekretariat Bersama Golongan Karya Sekber Golkar yang dideklarasikan pada tanggal 20 Oktober 1964.
1
Dalam perkembangannya, Sekber Golkar berubah menjadi Golongan Karya yang
merupakan organisasi peserta pemilu, memang patut diacungkan jempol. Hal ini dikarenakan, banyaknya organisasi yang bergabung dalam tubuh
Golkar, namun dinamika politik yang terjadi berjalan lancar tanpa ada masalah. dan organisasi-organisasi itu dikelompokkan menjadi tujuh
Kelompok Induk Organisasi KINO, yaitu: Sentral Organisasi Sosialis Karyawan Indonesia Soksi, Kelompok Organisasi Serbaguna Gotong
Royong Kosgoro, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong MKGR, Kino Profesi, Kino Ormas Hankam, GAKARI, dan Kino Gerakan
Pembangunan. Memasuki era Orde Baru seluruh sistem berubah, semua kekuasaan
berada dalam genggaman Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai presiden. Selama berkuasa Soeharto menggunakan tiga pilar kekuatan,
yaitu ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia militer yang
1
Harmoko, Quo Vadis Golkar: Mencari Presiden Pilihan Rakyat, Jakarta: Kintamani Publishing, 2009, h. 6-7.
32
sekarang menjadi TNI Tentara Nasional Indonesia, birokrasi dan Golkar, ketiga hal itu, menjadi penyangga kekuasaannya.
2
Di era Orde Baru, Soeharto telah berhasil membangun kekuasaannya melalui peran Golkar
yang memiliki dukungan massa fanatik sangat besar, hingga partai ini mampu meraih banyak dukungan pada setiap pemilu. Ada beberapa
interpretasi, menyangkut kemenangan Golkar dalam setiap Pemilu. sebagian orang setuju, bahwa peranan ABRI dan birokrasi sangat
instrumental dalam kemenangan Golkar. Bahkan Ali Moertopo dalam bukunya mengakui hal ini:
“Beberapa kalangan berpandangan bahwa kemenangan Golkar terjadi karena beberapa faktor tersebut: tersedianya dana, dukungan
pejabat, terutama dari ABRI, pembentukan Korpri di dalam berbagai
kementrian, lembaga-lembaga
dan perusahaan-
perusahaan, dan juga karena berbagai macam intimidasi. Semua ini tentu saja memberikan sumbangan pada kemenangan Golkar…”
3
Di Era Orde Baru, Golkar menjadi ujung tombak dalam
membangun visi Indonesia, dengan tahapan-tahapan yang jelas dan terarah, baik melalui tahap Pelita Pembangunan Lima Tahun, maupun
PJP Pembangunan Jangka Panjang.
4
Sebenarnya, Golkar diciptakan selama Orde Baru, karena tidak ada satupun dari partai-partai politik yang ada, bisa mewakili kepentingan
2
Dawam Raharjo, Angkatan Bersenjata Sebagai Kekuatan Politik, Jakarta: Prisma, , h. 109-123.
3
Ali Moertopo, Strategi Politik Nasional, Jakarta: CSIS, 1974, h. 82-83.
4
http:www.madina-k.comindex.php?option=com_contentview=articleid=2562:pak- harto-dan-golkarcatid. Diakses hari Rabu, 22 juni 2011.
33
militer.
5
Dan juga pada era Orde Baru, Golkar benar-benar dalam kontrol Soeharto.
2. Partai Golkar sesudah Reformasi
Setelah Soeharto lengser dari jabatannya sebagai presiden. merupakan titik awal reformasi yang selama ini disuarakan oleh
Mahasiswa dan segenap rakyat Indonesia. Saat itulah, Golkar mengalami berbagai hujatan, karena jatuhnya Soeharto adalah jatuhnya Golkar juga.
Dalam sentimen publik, Golkar dianggap sebagai penopang kekuasaan Soeharto. “Terror” terhadap Golkar bukan saja datang dalam bentuk unjuk
rasa, namun terror yang bersifat fisik mereka dapatkan, seperti di Brebes Jawa Tengah sekelompok masa bentrok dengan kader Golkar yang sedang
melakukan apel, di Tegal pembersihan terhadap simbol-simbol Golkar pun dilakukan.
Anggapan bahwa era reformasi merupakan runtuhnya dominasi Golkar ditandai dengan hilangnya dukungan formal dari birokrasi dan
ABRI dan hancurnya citra Orde Baru. Sebagaimana dipahami, opini yang berkembang di masyarakat bahwa Golkar sering ditampilkan sebagai
partai yang penuh dengan KKN Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, alat kekuasaan, pemain utama “yang bertanggung jawab” terhadap terjadinya
masalah yang dialami bangsa, sulit lenyap begitu saja.
6
5
Leo Suryadinata, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik, Jakarta: LP3ES, 1992, h. 139.
6
Aulia A. Rahman, Citra Khalayak tentang Golkar, Jakarta: Pusat Stdui Agama dan Peradaban, 2006, h. 2.