20
menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut.
14
2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya, membentuk suatu pola atau bentuk tertentu.
15
Dan gaya kepemimpinan merupakan hasil interaksi antara pemimpin dan orang-orang yang
dipimpinnya di dalam kondisi yang mempengaruhinya.
16
Gaya kepemimpinan adalah pendekatan yang dipakai pemimpin untuk memimpin, dalam arti mempengaruhi dan menggerakkan yang
dipimpin untuk bekerja secara aktif guna mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan apa pun yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi. Yang
menentukan, seberapa besar pengaruh pemimpin terhadap pengikutnya.
17
Adapun gaya-gaya kepemimpinan, diantaranya:
18
1. Gaya Otoriter
Kepemimpinan tipe ini, menempatkan kekuasaan pada seseorang atau sekelompok kecil orang, yang bertindak sebagai penguasa.
19
Bahwa,
14
Subanto Zaini, Leadership in Action, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011, h. 66- 68.
15
Davis dan Newstrom, Leadership And Manajemen, Havard Univesity press, 1995, h. 61-19.
16
H. Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993, h. 139.
17
Herman Musakabe, Mencari Kepemimpinan Sejati: Di Tengah Krisis Kepercayaan, Jakarta: Citra Insan Pembaru, 2004, h. 10.
18
Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 190.
19
H. Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam , … h. 161.
21
gaya otoriter mengandung hal negatif. Gaya otoriter itu menindas, mempengaruhi pengikut dengan cara memaksa, dan memaksa semua
orang bekerja tanpa kompromi. Biasanya pemimpin otoriter selalu mengabaikan bawahannya dalam proses pengambilan keputusan.
20
Pemimpin yang otoriter selalu mengatakan; “kantor saya” atau “pegawai saya”, ungkapan itu menyatakan seluruh organisasi adalah
milik pemimpin. Anggota organisasi menjadi manusia penurut atau pengekor. Sehingga, organisasi menjadi statis, karena pemimpin tidak
menyukai perubahan. 2.
Gaya Demokratis Kepemimpinan tipe ini, menempatkan faktor manusia sebagai
faktor utama dan terpenting dalam sebuah organisasi. Bahwa kepemimpinan yang ideal yang demokratis, karena mengandung unsur
positif. Dalam kepemimpinan ini, setiap individu sebagai manusia yang diakui dan dihargai eksistensinya dalam mengembangkan organisasi.
Kepemimpinan demokratis selalu bersifat aktif, dinamis dan terarah. Aktif dalam menggerakkan dan memotivasi. Dinamis dalam
mengembangkan dan memajukan organisasi. Terarah pada tujuan bersama yang jelas, melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang relevan
secara efektif.
21
20
Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, h. 25.
21
H. Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993, h. 170.
22
Menurut Siagian, sebagaimana yang dikutip oleh Alfan Alfian, gaya demokratis ini beberapa ciri, yaitu:
a. Memiliki pandangan, betapapun besarnya sumber daya dan
dana yang tersedia bagi organisasi, kesemuanya itu pada dirinya tidak berarti apa-apa kecuali digunakan oleh manusia
dalam organisasi demi pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
b. Dalam organisasi hendaknya tidak mentolelir semua kegiatan
dilakukan sendiri
oleh pemimpin
dan hendaknya
mengusahakan adanya pendelegasian wewenang yang praktis dan realistis tanpa kehilangan kendali organisasional.
c.
Para bawahan dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib
sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.
d. Kesungguhan yang nyata dalam memperlakukan bawahan
sebagai makhluk politik, ekonomi, sosial dan sebagai individu dengan karakteristik dan jati diri yang khas yang mempunyai
kebutuhan yang kompleks. e.
Usaha memperoleh pengakuan yang tulus dari para bawahan atas kepemimpinan orang yang bersangkutan didasarkan
kepada pembuktian memimpin organisasi dengan efektif.
22
22
Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik: Perbicangan Kepemimpinan dan Kekuasaan, Jakarta: PT Gramedia Utama, 2009, h. 205-26.
23
3. Gaya Paternalistik
Paternalistik paternalism
adalah suatu
paham yang
mengagungkan hierarki keluarga. Sehingga, orangtua harus dihormati dan ditaati oleh anaknya dan orangtua memberikan tanggung jawab
untuk membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Paternalisme sangat lekat dalam penggunaan bahasa, seperti bahasa Jawa, di mana harus
disesuaikan dengan usia, dan pangkat seseorang.
23
4. Gaya Egaliter
Egaliter berarti sederajat. Pemimpin egaliter tidak terlalu “jaim” dan pemimpin ini tidak takut bahwa popularitasnya akan turun. Karena
pemimpin sepeti ini, selalu merakyat dan bisa berkomunikasi dengan rakyat secara apa adanya.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini:
1. Teori Genetis Keturunan - Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader
are born and not made” pemimpin itu dilahirkan bakat bukannya
dibuat. Para penganut aliran teori ini, bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin, karena ia telah dilahirkan dengan bakat
kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin.
24
Dalam ranah demokrasi, teori ini kurang mendapatkan apresiasi. Hal ini karena dengan mengandalkan keturunan, seseorang yang bukan dari
23
Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, h. 207.
24
Herman Musakabe, Mencari Kepemimpinan Sejati: Di Tengah Krisis dan Reformasi, Jakarta: Citra Insan Pembaru, 2004, h. 2.