Pengertian Etika Politik PENGERTIAN KEKUASAAN DAN ETIKA POLITIK

31 rakyat. Perbedaan antara satu sistem politik yang dianggap demokratis dengan sistem politik lain yang juga mengaku demokratis dapat diadakan dan kalau mau di ukur, dengan jalan melihat perbedaan kadar kekuasaan poltik yang berada di tangan rakyat yang terkandung di dalam masing- masing sistem politik tersebut. 43 Untuk itu gagasan negara demokrasi tidak terlerak kepada upaya bagimana meberikan kebebasan sepenuhnya kepada masyarakyat, malinkan bagaimana upaya membatasi kekuasaan yang dipegang atau dijalankan pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. 44 Dalam sistem politik dan pemerintahan modern, mengikuti Trias Politica, kelompok pemegang peran pengambilan keputusan itu adalah lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Karena itu, adanya transparasni dan akuntabilitas, untuk itu di dalam demokrasi seorang pemimpin hanya “orang pertama dari yang sama” bukan seorang pribadi yang dominan yang karismatis dan bertidank sebagai bapak kepada rakyatnya. Seorang pemimpin dalam masyarakat demokratis harus tokoh yang tampil dengan kesadaran kenisbian dan keterbatasan dirinya secara 43 Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1978, hal. 243 44 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlemnter dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, hal. 4 32 wajar, sehingga memilki sikap terbuka, komunikatif dan memahami orang lain. Franz menyatakan bahwa wewenang untuk memerintahi masyarakat harus berdasarkan pada penugasan dan persetujuan para warga masyarakat sendiri. Kareananya, kekuasaan mesti hanya dilegitimasi oleh kehendak mereka yang dikuasi. Lebih jauh dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat bertumpu pada hak setiap orang untuk menentukan dirinya sendiri dan untuk turut serta dalam proses oengambilan keputusan yang menyangkut seluruh masyrakat. Dengan begitu, yang diperlukan bukan demokrasi total, melainkan kontrol demokrasi yang efektif. Franz kemudian mengajukan tesis bahwa, kontrol masyarakat terhadap kekuasaan negara bersifat nyata, walaupun terbatas. Hal ini menjadi kian gamblang saat sistem demokrasi mensyaratkan adanya keterbukaan dalam pengambilan keputusan. Secara lebih konkrit, kontrol masyarakat terhadap tindakan administrasi negara, sesungguhnya merupakan hak personal sebagai makhluk sosial. Dengan begitu apapun yang dialkukan oleh pemerintah diamati secara ketat oelh masyarakat, melalui media massa, lembaga perwakilan atau saluran-saluran lainya. Sehingga, persoalannya berada pada derajat mengoptimalkan sosial tersebut, serta bagaimana hal itu dijadikan in-put agar segala produk dan prilaku pemerintah menjadi bertambah matang dan punya komitmen yang 33 kuat terhadap kpentingan rakyat. Dengan kata lain, pemberdayaan kontrol sosial adalahh juga merupakan implementasi kedaulatan rakyat. 45 Berbicara mengenai pembatasan dan pembagian kekuasaaan, jelas tidak dapat dipsahkan dari pemikiran Montesquieu. Ia mengemukakan dua gagasan pokok menganai pemerintahan yakni gagasan tentang pemisahan kekuasaan dan gagasan tentang hukum, pendangan inilah pada waktu- waktu kemudian di kenal dengan ajaran trias politika. Pembagian kekuasaan dalam suatu negara menjadi tiga kelompok yangmutlak harus diadakan, sebab dengan adanya pemisahan secara ketat ini akan dapat di jamin adanya kebebadan dari masing-masing kekuasaan. Artinya, pemisahan kekuasaan akan dapat menghindari terjadinya interaksi atau campur tangan dari kekuasaan yang satu terhadap kekuasaan yang lain. Kebebasan di sini dimaksudkan untuk menunjukan suatu suasana di mana orang merasa bahwa pribadi dan meliki mereka aman. Dalam kaitan ini, rakyat memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki sepanjang diperbolehkan atau diiikan oleh hukum. Selanjutnya, dalam sistem hubungan antara negara dan masyarakat, kebebasan di beri makna sebagai hasil pengaturan politik yang melindungi masyarakat terhadap keccendrunga-kencendrungan penguasa untuk menindas. 45 Jusman Iskandar, Bunga Rampai: Etika Moral dalam Kehidupan Politik dan pelayanan Publik, Op.Cit, hal 94-95 34 Beranjak dari pemikiran ini. Montesquieu menandaskan perlunya hukum sebagai salah satu instrumen negara atau pemerintah demokrasi. Dengan adanya hukum, pemrintah dapat melindungi warga negaranya, sekaligus dapat menjamin adanya permainan kepentingan dalam lingkup yang luas di antara mereka yang memerintah. Menurut franz tentang pembatasan kekuasaan politik dalam suatu negara pada prisnipnya di sebut dengan istilah negara hukum. Ide dasar dari negara hukum ini ialah bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Oleh karna itu dalam negara hukum terdapat empat tuntunan dasar, yaitu: a. Tuntutan kepastian hukum yang merupakan kebutuhan langsung masyarakat, b. Tuntuan bahwa hukuman berlaku sama bagi segenap penduduk dan warga negara, c. Legitimasi demokrasi di mana proses pembentukan hukum harus mengikutsertakan dan menadapat persetujuan rakyat, d. Tuntutan akal budi yaitu menjungjung tinggi martabat manusia dan masyarakat. 46 Jelas bahwa pengertian pembagian kekuasaan berbeda dengan pengertian pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan bearti bahwa kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, bagian menganai lembaga maupun menganai fungsinya. Sedangkan pembagian kekuasaan bearti bahwa kekuasaan itu memnag dibagi-bagi dalam bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan adanya kerja sama. 46 Jusman Iskandar, Ibid, hal. 98 35 Dalam ajaran trias politika sebagaimana telah diuraikan diatas, terdapat dua ciri khas yang menandainya yaitu:  Mencegah adanya kosentarsi kekuasaan dibawah satu tangan.  Prinsip chek and balences pengawasan dan keseimbangan. Dalam praktek, teori trias politika pemisahan kekuasaan secara murni sukar sekali diterapkan diabad dua puluh. Dengan adanya konsep negara hukum yang semula hanya melindungi ketertiban sosial ekonomi berdasarkan asas-asas yang berlaku, tiap campur tangan dalam perekonomian dan segi-segi lain kehidupan sosial tidak di benarkan, oleh karena itu negara hukum dalam arti luas yaitu negara kesejahteraan. Paham negara hukum berdasarkan keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Jadi ada dua unsur dalam negara hukum: pertama, bahwa hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan, melainkan berdasarkan suatu noema objektif iyu, hukum memenuhi syarat bukan hanya secra formal, melaikan dapat dipertahankan berhadapan dengan ide hukum. Hukumm menjadi landasan segenap tindakan negara, dan hukum itu senderi harus baik dan adil. Baik karena sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dari hukum dan adil karena maksdu dasar senagap hukum adalah keadailan. Salah satu segi moral politik yang menuntut agar 36 negara diselengarakan dan menjalankan tugasnya berdasarkan hukum yaitu legitimasi demokrasi. Legitimasi demokrasi atau tuntutan agar penggunaan keukasaan harus berdasarkan persetujuan dasar para warga negara dan senantiasa berada di bawah kontrol mereka, langsung mengandung tuntutan agar kekuasaan negara secara langsung mengenai kekuasaaan legislatif. Semua undang-undang harus di setujui oleh parlemen yang dipilih oleh para warga negara tidak akan efektif lagi. Kontrol demokratis para warga negara tidak akan efektif lagi. Kontrol demokratis hanya mungkin apabila negara bertindak dalam jalur-jalur normatif yang dipasang atau di setujui oleh para wakil rakyat. Negara hukum merupakan salah satu prasyarat agar negara dapat betul-betul bersifat demokratis. 47 Istilah “etika Islam” atau yang dekat dengan istilah itu dalam bahasa Indonesia sudah biasa dijadikan judul buku yang membahas masalah etika dalam pandangan Islam. Misalnya, buku yang ditulis oleh hamzah ya‟kub yang berjudul Etika Islam: Pembinaan akhlaqulkarimah suatu Pengantar, Buku yang ditulis oleh rachmat Djatnika yang berjudul Sistem Etika Islami Akhlak Mulia, dan buku yang ditulis oleh Mudlor Achmad yang berjudul Etika Dalam Islam. Dalam bahasa Inggris “etika Islam” diterjemahkan dengan “Islmaic ethics” . buku-buku yang membahas masalah etika Islam yang ditulis 47 Franz Magnis Suseno, Etika Politik¸Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern Jakarta: PT Gramedia Psutaka Utama, 2003, hal. 295-296 37 dalam bahasa Inggris, misalnya buku yang ditulis oleh George F. Hourani yang berjudul Reason an Tradition in Islamic Ethics dan sebuah tulisan yang dikarang oleh Azmi Nanji dalam buku A Compenion to Ethics dengan judul “Islamic Ethics” Sedangkan dalam bahasa arab, “Etika Islam” biasa disepankan dengan beberapa istilah sebagai berikut; Pertama, „Ilm al-akhlaq, istilah ini dalam kamus Al-Mawrid diterjemahkan dengan etika ethics, Moral moral, dan Filsafat moral Moral philosophy. Sedangkan dalam kamus al- mu‟jam al-Wasith istilah “Ilm al-akhlaq” didefinisikan “ilmun maudhu‟uhu ahkamun qimiyyatun tata‟allaqu bi al-a‟mal al-latitushafu bi la-husniaw al-qubhi. Misalnya, Ibnu Sina menulis sebuah buku dengan judul „Ilm-al-Akhlaq yang berisi uraian tentang etika. Kedua, falsafah al- akhlaq, Misalnya yang terdapat dalam kitab yang ditulis oleh manshur Ali Rajab berjudul Taammulat fi Falsafat al-Akhlaq. Kitab yang ditulis oleh Muhammad Yusuf Musa dengan judul Falsafat al-Akhlaq fi al-Islam wa Shilatuha bi al-Falsafat al-Ighriqiyah. Permasalahan yang sering muncul dalam etika politik adalah masalah legitimasi etis kekuasaan yang dapat dirumuskan dalam hak moral seseorang atau sekelomok orang yang memgang dan mempergunakan kekuasaan yang dimilikinya. Betatapun besar kekuasaan tidak lagi dianggap sah. 38 Untuk itu etika politik memberi petunjuk prinsip-prinsip etika dasar dengan beberapa implikasi langsung pada kedudukan manusia yang akan dijadikan landasan perumusan etika politik. Prinsip dasar yang pertama ialah mewujudkan kesejahteraan umum yang mempunyai releansi politik tertinggi, dalam artian bahwa semua tindakan dan kebijakan, harus memberikan keuntungan yang besar bagi masyarakat, akan tetapi asal tidak melanggar hak dan keadilan. Prinsip dasar yang lain adalah prinsip keadailan yang mengatakan bahwa kita wajib untuk memperlakkukan semua orang dengan adil, dalam artian bahwa untuk menghormati hak-hak mereka dan memberikan perlakuan yang sama dalam situasi yang sama pula. Prinsip keadilan itu sendiri berdasarkan pada prinsip hormat terhadap seseorang yang mengungkapkan kewajiban untuk memperlakukan segenap manusia sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah hanya sebagai sarana untuk tujuan-tujuan lebih betapapun manfaatnya. Untuk itu mari kita mendefinisikan etika dan moral terlebih dahulu : 39

BAB III KEKUASAAN MENURUT IBNU TAIMIYAH DAN IBNU KHALDUN

A. Kekuasaan Menurut Ibnu Tainiyah

a Kekuasaan Tuhan Persoalan antara Islam dan negara dalam masa modern merupakan salah satu subyek penting, yang meski telah diperdebatkan para pemikir Islam sejak hampir seabad lalu himgga dewasa ini, tetap belum terpecahkan secara tuntas. Pengalaman masayrakat Muslim di berbagai penjuru dunia, khususnya sejak usai Perang Dunia II mengesankan terdepatnya hubungan yang canggung antara Islam din dan negara dawlah, atau bahkan politik pada umumnya. Berbagai “eksperimen” dilakukan untuk menyelaraskan antara din dengan konsep dan kultur politik masayrakat Muslim : dan eksperimen-ekperimen itu dalam banyak hal sangat beragam. Tingkat penetrasi “Islam” ke dalam negara dan politik juga berbeda-beda. 48 Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa negara dan agama “sunggug saling berkelindan; tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa, agama berada dalam bahaya. Tanpa disiplin hukum wahyu, negara pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik, “Dalam al-Siyasah al-Syar‟iyyah, ia menganggap penegakan Negara sebagai tugas suci untuk mendekatkan 48 Azyumardi Azra, Pergolokan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modeenisme, Hingga Post-Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1996, hal. 1 40 manusia kepada Allah. Mendirikan sebuah negara bearti menyediakan fungsi yang besar untuk menegakan ungkapan berikut: “melihat tegakan sebuah keadilan bearti melaksanakan perintah dan menghindar dari kejahatan dan memasyaratkan tauhid serta memepersiapkan bagi kedatangan sebuah masyarakat yang dipersembahkan demi mengabdi Allah. 49 Keluasan hukum Islam terlihat pada nama yang dipilih dan diberikan para pemeluknya, syariah. Kata itu bearti sebagai rujukan akhir hukum Islam tidak saja berperan sebagai undang-undang perilaku keagamaan, tetapi yang lebih lagi, kitab suci merupakan hukum dasar dan tertinggi yang tidak dapat digolongkan sebagai argumen serius tentang konstitusi negara islam. Sumber hukum konstitusi Islam ke dua yang tidak kalah penting adalah Sunnah atau segala perkataan dan praktek kehidupan Nabi Muhammad SAW, manusia yang dipih Allah untuk menyapaikan risalah-Nya kepada semua manusia. Segenap praktek kehidupan Khulafaur-Rasyidin juga termasuk Sunnah. Pada saat-saat tertentu terdapat kesepakatan umum yang berkembang dikalangan unsur-unsur politik Islam atau Ummah, berkaitan dengan permasalahan yang timbul dan seacar kolektif kemudian mencapi suatu kesepakatan bukat. Inilah Ij ma‟ atau konsensus yang merupakan sumber hukum otoritatif peringkat ke tiga. Sedang sumber hukum yang keempat adalah Qiyas analogi logis. Bentuk- 49 Khalid Ibrahim Jidan, Teori Politik Islam: Telaah kritis Ibnu Taimiyah Tentang Pemerintahan Islam, ter. Masrohin, Surabaya: Risalah Gusti, 1995. Hal 57. 41 bentuk pertimbangan rasional yang lain dapat diklasifikasikan di bawah kategori tersebut. 50 Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Q.S. 12.40 51 Klausa in al-hukm illa yang terdapat dalam ayat di atas terdapat pula dalam Q.S. Yusuf 12:67 dan Q.S. al- An‟am 6:57. Hanya saja dalam kedua ayat ini, konteks pembicaraan berbeda dengan ayat terdahulu. Tapi dalam ayat-ayat tersebut kata al-hukm dipergunakan dalam tiga masalh, yaitu urusan ibadat, urusan akidah, dan urusan perselisihan pendapat. Dalam hal pertama, konsep hukum mengatur kehidupan manusia. Dari sini dapat dipahami bahwa segala keptusan yang berkaitan dengan aspek kehidupan manusia sebagai khalifah Allah berada dalam keuasaan Allah SWT. Bagaimana manusia mangatur kehidupannnya, baik kehidupan pribadinya atauoun kehidupan sosialnya dalam lingkungan yang seluas-luasnya, termasuk pula hubungannya dengan lingkungan alamnya, semuanya berada dalam kekuasaan Tuhan. Oleh karna itu dapat diakatakan bahwa kata al-hukm dalam ayat ini berkaitan dengan aturan- aturan kehidupan manusia yang dikenal dengan syariat. 52 50 Jidan, Teori politik Islam, hal. 60 51 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qu ’a da Te je aha ya, hal. 354 52 Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al- u ’a , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 180-181 42 Argumen Ibnu Taimiyah tentang sumber-sumber hukum dan legilasi Islam dimaksukan untuk menitikberatkan pada sautu masalah pokok: setalah melalui proses analisa final dapat ditarik kesimpulam bahwa sumber-sumber tersebut memuat risalah Allah yang terungkap dalam kitab suci Al- Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad yang secara kolektif disebut syariah. Pembicaraan mengenai al- qur‟an, sunnah, ijma, dan qiyas tidak mengandung arti bahwa empat sumber hukum itu sama derajatanya. Tidak ada yang sanggup mengikis esensi agama Islam bila orang berpegang teguh pada prinsip itu. Seluruh bangunan Islam didirikan pada dua prinsip dasar: ke-Esaan Allah secara mutlak dan penegasan sikap bahwa Muhammad adalah utusan Allah La ilaha ila Allah, Muhammad Rasul Allah. Karena muhammad diyakini sebagai rasul yang membawa misi untuk menegaskan ke-Esaan Allah sebagai terungkap dalam al- Qur‟an, maka manusia dituntun kepada keyakinan bahwa Dzat yang Maha kuasa hanyalah Allah semata. Syaraiah memang dapat dirinci menjadi empat bagian sumber, namun sumber-sumber itu dipandang sebagai ungkapan kehendak Allah, Dzat yang Maha Esa dan Kuasa. 53 Pandangan para pemikir sunni mengenai perlunya pemerintahan untuk melaksanakan syariah mendorong terbentuknya konsep atas hukum Tuhan siyasah Shar‟iyah. Konsep ini muncul sebagian karena penyimpangan dan kekacauan politik waktu itu, yang sebagian besar di 53 Jidan, Teori Politik Islam, hal.71