Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
maksud mewujudkan tujuan-tujuan dasar berlandasakan kehendak kolektif warganya Volone Generale, J.J Rosusseau, 1712-1778.
Tujuan negara adalah untuk menjalakan ketertiban dan keamanan, mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi warga negaranya. Timbul
suatu negara tidak akan terlepas dari teori contrak sosial yang diungkapkan oleh Thomas Hobbes, Jhon Locke dan JJ Rousseau.
7
Kontrak Sosial merupakan perjanjian antara masyarakat yang ingin membentuk suatu negara, suatu pemerintahan bersama yang melayani
mereka. Kemudian rakyat ini menyerahkan kedaulatan kepada suatu lembaga, person ataupun sekelompok orang yang mendapat amanat untuk
menjalankan kedaultan tersebut. Sehingga apa yang menjadi tujuan bersama dapat menjadikan kebutuhan masayarkat dalam kehidupan dalam
satu ikatan sosial. Atas dasar tersebut maka lahir lah teori demokrasi reprensentatif
8
. Karena pada saat ini tidak mungkin semua rakyat berkumpul untuk
menentukan keinginannya setiap saat. Direct democaracy adalah suatu bentuk pemerintah dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan
politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur-prosedur mayoritas. Karena faktor
populasi penduduk yang terus bertambah maka tidak mungkin dilakukan
7
M. Solly Lubis, Ilmu Negara Bandung: Mandar Maju, 1989, hal.35
8
Jimlly Asshiddiqie, Gagasan Kedaultan Rakyat Dalam konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, hal.70
5
pada satu tempat dan pada suatu saat, sehingga harus dicari pemecah masalahnya. Dan mucunlah konsep demokrasi perwakilan rakyat atau
yang sering disebut sebagai demokrasi representatif, akhirnya demokrasi representatif ini hampir dilakukan disetiap negara modern pada saat ini.
Selain itu
Ibnu khaldun
dalam bukunya
muqqadimah, sesungguhnya organisasi masyaraka
Ijtima‟ insani umat manusia adalah keharusan. Para filosof melahirkan kenyataan ini dengan perkataan
mereka, manusia adalah bersifat politis menurut tabiat nya. Ini bearti, memerlukan satu organisasi kemsyarakatan, yang menurut para filosof
dinamakan kota.
9
Pernyataan Ibnu Khaldun ini menjentawantahkan sebuah kekuatan sosial yang memiliki kekuatan saling membantu satu sama lain
sehingga, tujuan untuk menemukan the good life itu bisa tercapai. Selanjut Ibnu Khaldun berpendapat, tanpa organisasi itu eksistensi manusia tidak
akan sempurna. Keinginan tuhan hendak memakmurkan dunia dengan mahkluk manusia, dan menjadikan mereka khalifah di permukaan bumi ini
tentulah tidak terbukti. Inilah arti yang sebenarnya dari peradaban.
10
Ketika umat manusia telah mencapai organisasi kemasyarakatan seperti kita sebutkan itu, dan ketika peradaban dunia telah menjadi
kenyataan, umat manusia pun memerlukan seseorang yang akan melaksanakan kewibawaan dan memilihara mereka, karena permusuhan
dan kezaliman adalah pula merupakan watak hewani yang dimiliki oleh
9
Ahmadie Thoha, Mukaddimah ibnu khladun, Jakarta: pustaka Firdaus, hal.71
10
Ibid,hal. 73
6
manusia. Senjata yang dibuat manusia untuk pertahanan dari serangan binatang tidaklah mencukupi bagi pertahanan terhadap serangan sesama.
Dan ini tidaklah mungkin datang dari luar. Maka dengan sendirinya yang akan melaksanakan kewibawaan itu haruslah salah seorang dianatara
mereka sendiri.
11
Di setiap induvidu manusia memiliki sifat hewan yang berada didalam nya, dengan demikian mereka manusia harus menjaga kebiwaan
nya diantara mereka sendiri, hal ini senada dengan apa yang dimaksud dengan konsep representatif yang ada pada era modern saat ini. Hubungan
dengan ide demokrasi ini, ibnu khaldun mengakui bahwa terdapat banyak negara yang tidak mendasarkan kebijakan dan peraturan negara atas ajaran
dan hukum agama, akan tetapi negara dapat mewujudkan ketertiban, keseraisan hubungan antara para warga, bahkan dapat berkembang dan
jaya.
12
Sejarah politik dunia islam dibagi menjadi tiga periode: pertama, periode Klasik 650-1250 M: Kedua, periode Pertengahan 1250-1800
M: dan periode modern 1800 sampai sekarang. Dalam sejarah Islam masa periode pertama ini dikenal dengan “masa kemasan”. Sebagai masa
keemasan, ia seringkali dijadikan tolak ukur dan rujukan keteladanan.
13
11
Ibid, hal. 74
12
Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hal.109-110
13
Dr. Badri yatim, M.A, sejarah Peradaban Islam Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2001, hal.6
7
Kebutuhan akan adanya seseorang yang mempunyai otoritas dan bisa mengendalikan ini kemudian meningkat. Adanya dukungan dan rasa
kebersamaan yang terbentuk inilah seorang pemimpin dalam mengatur dan menjadi penengah tidak dapat bekerja sendiri sehingga membutuhkan
tentara yang kuat dan loyal.
14
Al Ashabiyah secara harfiah jika diterjemahkan kedalam bahasa indonesia bearti rasa satu kelompok atau solidaritas sosial.
15
Ashabiyah juga mengandung makna group feeling, solidaritas Kelompok, Fanatisme
Kesukuan, Nasionalisme, atau sentimen sosial. Yaitu cinta dan kasih sayang seorang manusia kepada saudara atau tetangganya ketika salah satu
darinya diperlukan tidak adil atau disakiti. Untuk bertahan hidup masyrakat harus memiliki sentimen kelompok ashabiyah yang
merupakan kekuatan pendorong dalam perjalanan sejarah manusia, pembangkit suatu klan. Klan yanng memiliki ashabiyah kuat dapat
berkembang menjadi sebuah negeri.
16
Tujuan terakhir solidaritas adalah kedaulatan, karena solidaritas sosial itulah yang mempersatukan tujuan, mempertahankan diri dan
mengalahkan musuh. Begitu solidaritas sosial memperoleh kedaulatan atas golongan nya, maka ia akan mencari solidaritas golongan lain yang tak ada
hubungan dengan nya. Jika solidaritas sosial dapat menaklukan solidaritas
14
Ibn Khaldun, Muqaddimah, penerjemahan Ahmadie Taha Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986,hal.104
15
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Neagara Jakarta: UI Press, 1993, hal. 104
16
Ibn Khaldun, Muqaddimah, hal. 120
8
lain, keduanya akan bercampur yang secara bersama-sama menuntun tujuan yang lebih tinggi dari kedaultan. Akhirnya, apabila suatu negara
sudah tua umurnya dan para pembesarnya yang terdiri dari solidaritas sosial yang baru akan merebut kedaulatan negara. Bisa juga ketika negara
sudah berumur tua, maka butuh solidaritas lain. Dalam situasi demikian, negara akan memasukan para pengikut solidaritas sosial yang kuat
kedalam kedaultannya dan dijadikan sebagai alat untuk mendukung negara.
17
Dalam kehidupan modern, persoalan etika dan moral sering menjadi perbicangan publik. Tinjauan filsafat tentang makna dan definisi
filsafat, etika dan moral sangat bergam bagi tiap-tiap pakar. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa penggunaan “etika” dan “moral” selalu
menerangkan perbandingan antara nilai yang baik dan buruk, yang berlaku bagi semua semua bidang kehidupan manusia.
18
Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai
dengan struktur ganda kemampuan manusia. Atau secara singkat, etika politik membahas hukum dan kekuasaan. Sepintas saja kelihatan bahwa
dua-duanya sehrusnya tidak terpisah. Hukum tanpa negara tidak dapat berbuat apa-apa, sifat normatif belaka, hukum tidak mempunyai suatu
kemampuan untuk bertindak. Sedangkan negara tanpa hukum adalah buta
17
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hal. 166-167
18
Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern, Jakarta : PT Gramedia, 1997, hal. 363
9
dan merosot ke tingkat sub-manusiawi karena tidak lagi berdasarkan tatanan normatif. Negara yang memakai kekuasaannya di luar hukum sama
dengan manusia yang berbuat tanpa pengertian. Negara semacam itu menjadi penindas dan irasional. Kekuasaan diluar hukum mengerikan.
Jelas juga bahwa baik hukum maupun negara memerlukan legitimasi. Hukum harus dapat memperlihatkan mengapa tatanan inilah yang
ditetapkan dan bukan tatanan alternatif. Dan negara harus melegitimasikan penggunaan kekuasaannya. Maka tema utama etika politik adalah masalah
legitimasi hukum dan kekuasaan serta penilaian kritis terhadap legitimasi- legitimasi yang diajukan.
19
Jika pemimpin Rusak, niscaya rusak pula rakyat yang dipimpinya, demikianlah sebuah fenomena meyedihkan yang senantiasa menghantui
pikiran Ibnu Taimiyah. Fenomena inlah yang menurut beliau, sebagai penyebab utama kerusakan kaum musilimin, terampasnya negara dan
kehormatan mereka, serta pendorong musuh-musuh Islam untuk meyerang kaum muslimin. Bahwa fenomena inilah pula yang merupakan virus utama
dari segala jenis penyakit yang diderita kaum Muslimin. Seiring perkembangan zaman yang sudah melakukan transformasi
dalam segala pemaham politik dan refresentatif demokrasi yang sudah menjamur diseluruh negara modren sehingga melakukan sebuah cara
untuk mendapatkan kekuasan itu bisa dilakukan dengan cara apapun,
19
Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern, Jakarta : PT Gramedia, 1988, hal. 21
10
nampak kepribadian binatang yang muncul pada dirinya. Melihat penguasa belakangan ini menciptakan sebuah produk hukum yang tentu
mendiskrditkan minoritas, apa yang disebut ibnu khaldun bahwa para penguasa harus mendapatkan dukungan dari solidaritas yang mayoritas
sehingga hukum alam kausalitas berlaku pada saat ini. Politiknya diilhami oleh versi syariat yang sesuai dengan missinya
yang menyeluruh, telah diperbarui. Usahanya untuk menegakan kesucian moral dalam tradisi Hanbali tidak dilakukan, sebagaimana pendahulunya,
melalui pengabaian semu terhadap praktik politik, namun melalui aplikasi syariat ke dalam urusan pemerintahan. Ia menolak pandangan al-Marwadi
yang menyetakan bahwa kekuatan penguasa Sultan, selama diakui oleh khalifah tertinggi dan dibenarkan syariat, secara de facto dapat dianggap
independen dan sah menurut Islam. Isa mensyaratkan kriteria yang lebih keras untuk diaplikasikan.
Tujuan Ibnu Taimiyah adalah membangun pemerintahan yang berdasarkan syariat
siasayah syar‟iyyah. Risalah Ibn Taimiyah dimulai dengan mengingatkan bahwa Tuhan telah menetapkan “pengetahuan dan
pena dengan tugas untuk meyampaikan dan menyeru, serta kekuasaan dan pedang dengan penegasan superioritas Islam atas dua agama wahyu
lainnya dengan argumen bahwa keduanya menyatakan agama tanpa berusaha untuk memenuhi “syarat-syarat yang dibutuhkan untuk
esksistensinya, yakni kekuasaan jihad , dan sumber materi ”. Menurut Ibnu
Taimiyah, masalah yang dihadapai umat dewasa ini adalah bahwa, di satu
11
sisi, para pemimpin berpikir mereka dapat mencapai tujuan spiritual semata-
mata dengan kesalehan. “ dengan demikian mangkir dari semua partisipasi kehidpuan politik, namun pada saat yang sama melarangn
keterlibatan orang lain”. Jalan benar adalah, sekali lagi, jalan tengah wasath memperhatikan kepentingan masyarakat dalam aspek material
dan moraldan terlibat dalam kekuasaan”.
20
Ibnu Taimiyah bersikukuh bahwa agama tidak dapat diamalkan tanpa kekuasaan politik. Tugas agama untuk memerintahkan kebaikan dan
mencegah kemungkaran benar- benar tidak dapat dicapai “kecuali melalui
kekuasaan dan otoritas pemimpin imam‟. Dan “keseluruh kewajiban lain yang telah ditetapkan Tuhan- yaitu jihad, keadilan, haji, salat jamaah...
menolong kaum yang tertindas, penerapan hudud, sebagainya- tidak dapat ditunaikan kecuali melalui kekuasaan dan otoritas pemimpin”. “agama
tanpa sultan kekuasaan, jihad, harta, sama buruknya dengan sultan, harta dan perang tanpa agama.”
21
Lord Acton menyebutkan, bahwa power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely manusia yang mempunyai kekuasaan
cendurung untuk menyalahgunakannya, akan tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan absolut sudah pasti akan menyalahgunakannya.
Tentu dalam hal ini setiap penguasa cendrung menyalahgunakan
20
Antoni Black, Pemikiran Politik Isalm: dari masa Nabi hingga masa kini, Penerjemah Abdullah Ali Mariana Ariestyawati. Jakarta ; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2001, hal. 229
21
Antoni Black, Pemikiran Politik Isalm: dari masa Nabi hingga masa kini, Penerjemah Abdullah Ali Mariana Ariestyawati. Jakarta ; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2001, hal. 230
12
kekuasaan yang direbut secara politik tersebut, padahal mendefinisikan politik pada awalnya adalah cara bagaimana menggapi kehidupan yang
baik. Dengan demikian ini menjadi persoalan serius untuk dijadikan sebuah rujukan bagaimana menciptakan negara kesejahteraan. Tentu para
representator yang diamanatkan untuk menggapai kehidupan yang baik perlu membenahi diri dari persoalan Etika di era Demokrasi Refresntatif
ini. Dari latar belakang diatas, terserat keingingan dari penulis unutk
mengadakan pengkajian yang lebih faktual resfresentatif mengenai pemikiran terhadap bidang politik, terutama dalam bidang etika politik
demokrasi. Maka dengan ini penulis mengambil judul skripsi “PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU
KHALDUN .”