Perbandingan Pemikiran Etika Politik Ibnu Taimiyah dan Ibnu

69 sendirian. Ia membutuhkan orang lain untuk memenuhuinya. Makanan yang ia makan saja sudah melibatkan sekian banyak proses dan tenaga manusia. Tanpa ini eksistensi manuisa tidak akan sempurna. Dari sinilah lahir sebuah peradaban. Ketika manusia telah mencapai organisasi kemsyarakatan dan peradaban, maka mereka membutuhkan seseorang yang akan melaksanakan kewibawaan dan memelihara mereka dari permusuhan antar sesama mereka. Ibnu Khaldun melihat bahwa manusia juga memeiliki watak yang suka menyerang antara satu dengan lainya. 90 Sesungguhnya organisasi masyaraka Ijtima‟ insani umat manusia adalah keharusan. Para filosof melahirkan kenyataan ini dengan perkataan mereka, manusia adalah bersifat politis menurut tabiat nya. Ini bearti, memerlukan satu organisasi kemsyarakatan, yang menurut para filosof dinamakan kota. 91 Pernyataan Ibnu Khaldun ini menjentawantahkan sebuah kekuatan sosial yang memiliki kekuatan saling membantu satu sama lain sehingga, tujuan untuk menemukan the good life itu bisa tercapai. Di setiap induvidu manusia memiliki sifat hewan yang berada didalam nya, dengan demikian mereka manusia harus menjaga kebiwaan nya diantara mereka sendiri, hal ini senada dengan apa yang dimaksud dengan konsep representatif yang ada pada era modern saat ini. Hubungan dengan ide demokrasi ini, ibnu khaldun mengakui bahwa terdapat banyak 90 Ibid 33-34 91 Ahmadie Thoha, Mukaddimah ibnu khladun, Jakarta: pustaka Firdaus, hal.71 70 negara yang tidak mendasarkan kebijakan dan peraturan negara atas ajaran dan hukum agama, akan tetapi negara dapat mewujudkan ketertiban, keseraisan hubungan antara para warga, bahkan dapat berkembang dan jaya. 92 Tujuan Ibnu Taimiyah adalah membangun pemerintahan yang berdasarkan syariat siasayah syar‟iyyah. Risalah Ibn Taimiyah dimulai dengan mengingatkan bahwa Tuhan telah menetapkan “pengetahuan dan pena dengan tugas untuk meyampaikan dan menyeru, serta kekuasaan dan pedang dengan penegasan superioritas Islam atas dua agama wahyu lainnya dengan argumen bahwa keduanya menyatakan agama tanpa berusaha untuk memenuhi “syarat-syarat yang dibutuhkan untuk esksistensinya, yakni kekuasaan jihad , dan sumber materi”. Menurut Ibnu Taimiyah, masalah yang dihadapai umat dewasa ini adalah bahwa, di satu sisi, para pemimpin berpikir mereka dapat mencapai tujuan spiritual semata- mata dengan kesalehan. “ dengan demikian mangkir dari semua partisipasi kehidpuan politik, namun pada saat yang sama melarangn keterlibatan orang lain”. Jalan benar adalah, sekali lagi, jalan tengah wasath memperhatikan kepentingan masyarakat dalam aspek material dan moral dan te rlibat dalam kekuasaan”. 93 Ada beberapa pernyataan tegas tentang moralitas politik Ibn Khaldun senantiasa mengungkapkan pemikirannya tentang moral dan 92 Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hal.109-110 93 Antoni Black, Pemikiran Politik Isalm: dari masa Nabi hingga masa kini, Penerjemah Abdullah Ali Mariana Ariestyawati. Jakarta ; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2001, hal. 288. 71 kebijaksanaan. Secara umum, gagsannya menyiratkan bahwa tingkah laku yang baik akan menghasilkan hasil hasil yang di dambakan. Misalnya, dikatakan bahwa kerajaan sekurel disarakan atas “nafsu dan kebinatangan”; pemimpinannya sangat mungkin bertindak zalim dan menindas. Mereka akan meminggirkan penduduk dan penghancuran ekonomi, serta rakyatpun enggan tidak b erjuang.Sebaliknya, “Kemurahan hati dan perlakuan yang baik, memdulikan penghidupan [rakyat]” dan bersikap ramah kepada mereka akan memperpanjang kekuasaan dinasti itu hanya ada sedikit bagian yang membahas norma – norma Konstitusional. Ibn Khaldun mengatakan bahwa seorang raja tidak dapat memrintah dengan baik sendrian, ia harus “ memanfaatkan hukum yang berlaku, yang di terima dan dipatuhi oleh rakyat.” yang pada dasarnya adalah syariat. 72

BAB V P E N U T U P

A. Kesimpulan

Manusia sebagai mahkluk sosial tentu memiliki dimensi politik dalam kehidupanya. Politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik, di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi, orang yunani kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakanya sebagai en dam onia atau the good life. Selain itu, politik dalam suatu negara itu berkaitan dengan pendekatan kenegaraan, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan pembagian kekuasaan. Berdasarkan pendekatan kenegaraan, politik artinya sebagai sesuatu yang berkaitan dengan tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan negara dan berdiplomasi dengan negara-negara lain. Selanjutnya politik sebagai kekuasaan diartikan sebagai suatu alokasi nilai-nilai otoritatif yang menajdi bagian dari tindakan atas nama pemerintaha atau negara. 1. Bagi Ibnu Taimiyah, Mengurusi umat manusia itu tergolong kewajiban agama yang benilai besar. Bahkan agama tidak bisa ditegakan kecuali dengnnya. karena itu umat manusia tidak akan bisa mencapai kesejahteraan dengan sempurna kecuali dengan bersosialisasi karena di antara meraka saling membutuhkan. Bagi Ibnu Taimiyah sangat penting kalau pemerintahan digunakan sebagai maksud dari 73 pencapaian tujuan agama dan mendekatkan diri pada Tuhan. Inilah cara terbaik untuk lebih dekat pada Tuhan, karena pada saat yang sama juga akan dapat memperbaiki dan mengubah keadaan orang. 2. Hal itu juga di perkuat dengan pendapat Ibnu Khaldun, Ibnu khaldun menyatakan bahwa organisasi kemasayrakatan adalah suatu keharusan. Kodrat manusia tidak dapat memenuhui kebutuhan hidupnya secara sendirian. Ia membutuhkan orang lain untuk memenuhuinya. Makanan yang ia makan saja sudah melibatkan sekian banyak proses dan tenaga manusia. Tanpa ini eksistensi manuisa tidak akan sempurna. Dari sinilah lahir sebuah peradaban. Ketika manusia telah mencapai organisasi kemsyarakatan dan peradaban, maka mereka membutuhkan seseorang yang akan melaksanakan kewibawaan dan memelihara mereka dari permusuhan antar sesama mereka. Ibnu Khaldun melihat bahwa manusia juga memeiliki watak yang suka menyerang antara satu dengan lainya. Karena itu, untuk menolak dan mencegah sikap sewenang-wenang manusia atas manusia yang lain diperlukan pemimpin. ia adalah orang yang paling kuat dan disegani oleh kelompoknya, sehingga dapat mengendalikan dan mengatur kehidupan manusia tersebut. Dialah yang disebut dengan raja atau kepala atau khalifah. 3. Ibnu Taimiyah bersikukuh bahwa agama tidak dapat diamalkan tanpa kekuasaan politik. Tugas agama untuk memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran benar- benar tidak dapat dicapai “kecuali 74 melalui kekuasaan dan otoritas pemimpin imam‟. Dan “keseluruh kewajiban lain yang telah ditetapkan Tuhan- yaitu jihad, keadilan, haji, salat jamaah... menolong kaum yang tertindas, penerapan hudud, sebagainya- tidak dapat ditunaikan kecuali melalui kekuasaan dan otoritas pemimpin”. “agama tanpa sultan kekuasaan, jihad, harta, sama buruknya dengan sultan, harta dan perang tanpa agama.” 4. Tujuan Ibnu Taimiyah adalah membangun pemerintahan yang berdasarkan syariat siasayah syar‟iyyah. Risalah Ibn Taimiyah dimulai dengan mengingatkan bahwa Tuhan telah menetapkan “pengetahuan dan pena dengan tugas untuk meyampaikan dan menyeru, serta kekuasaan dan pedang dengan penegasan superioritas Islam atas dua agama wahyu lainnya dengan argumen bahwa keduanya menyatakan agama tanpa berusaha untuk memenuhi “syarat-syarat yang dibutuhkan untuk esksistensinya, yakni kekuasaan jihad , dan sumber materi”. Menurut Ibnu Taimiyah, masalah yang dihadapai umat dewasa ini adalah bahwa, di satu sisi, para pemimpin berpikir mereka dapat mencapai tujuan spiritual semata-mata dengan kesalehan. “ dengan demikian mangkir dari semua partisipasi kehidpuan politik, namun pa da saat yang sama melarangn keterlibatan orang lain”. Jalan benar adalah, sekali lagi, jalan tengah wasath memperhatikan kepentingan masyarakat dalam aspek material dan moral dan terlibat dalam kekuasaan”. 75 5. menurut Ibn Khaldun, alat-alat kekuasaan kurang memegang peranan, termasuk „ashabiyah, seperti yang terdapat pada waktu menegakan kekuasaan semula. Dalam keadaan demikian penguasa dan orang- orang yang telah membantunya menegakan kekuasaan itu mulai melihat kepada hal-hal lain yang dirasakan menarik, terutama pada kemewahan yang datang tanpa dicapai. Karena pada dasarnya, dan menjadi tabiatnya pula bahwa kekuasaan itu diiringi dengan kemewahan. Tetapi kemewahan ini hanya mula-mula saja akan menambah kekuatan penguasa, namun akhirnya kekuatan ini hanya mula-mula saja akan menambah kekuatan penguasa, namun akhirnya kekuatan ini akan melemah karena kemewahan itu mengandung sifat yang merusakan manusia, yaitu pada akhlaknya

B. Saran

Jika pemimpin Rusak, niscaya rusak pula rakyat yang dipimpinya, demikianlah sebuah fenomena meyedihkan yang senantiasa menghantui pikiran Ibnu Taimiyah. Fenomena inilah yang menurut beliau, sebagai penyebab utama kerusakan kaum musilimin, terampasnya negara dan kehormatan mereka, serta pendorong musuh-musuh Islam untuk meyerang kaum muslimin. Bahwa fenomena inilah pula yang merupakan virus utama dari segala jenis penyakit yang diderita kaum Muslimin. seorang penguasa politik atau pemimpin, wajib “menyapaikan amanat kepada pemberi amanat itu” dan untuk “menghukumi secara adil.‟