63
bersabda: “Barang  siapa  yang  menyeru  pada  „ashabiyah  tidak  termasuk
kita”.  Oleh  karena  itu  perbuatan  ini  tidak  dibenarkan  dan  persaksian pelakunya tidak dapat diterima.
78
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa „ashabiyah yang baik  adalah  „ashabiyah  yang  meliputi  satu  keluarga  dengan  perasaan
solidaritas  yang  berlandaskan  agama.  Atau  dengan  kata  lain  agamalah yang  menjadi  motivasi  satu-satunya  yang  mendorong  suatu  suku
memerangi  suku  yang  lainnya.
79
Ini    disebabkan  karena  hubungan  darah memiliki  kekuatan  yang  mengikat  pada  manusia  setiap  ummat  manusia,
yang  membuat  mereka  ikut  merasakan  akan  saetiap  penderitaan  yang meninpa  kaumnya.  Sudah  merupakan  kodrat  setiap  manusia  untuk
penindasaan  dan  menolak  penderitaan  yang  mungkin  menimpa  kaumnya. Adanya  hubungan  kekeluargaan  antara  dua  orang  yang  saling  bantu
membantu,  lebih  disebabkan  karena  adanya  hubungan  nasab  ikatan darah, dan inilah bentuk „ashabiyah yang sesungguhnya. Apabila tinngkat
kekeluargaan  itu  jauh  maka  ikatan  darah  akan  sedikit  melemah,  maka sebagai  gantinya  timbullah  perasaan  kefamilian  yang  didasarkan  pada
pengetahuan yang lebih luas tentang persaudaraan. Sungguhpun demikian, setiap  orang  ingin  membantu  orang  lain  family  sebab  ia  khawatir  akan
kehinaan  yang  mungkin  timbul  apabila  ia  gagal  dalam  kewajibannya melindungi  sesorang  yang  sudah  diketahui  oleh  banyak  orang  bahwa  ia
ada hubungan keluarga dengannya.
78
Abd.al-Rahman Ibnu Khladun, Al- Ta’Ta’ if Ib  Khaldu  wa Rihlatu Gha ba  wa Sya a
Kairo: Lajnah al- Ta’rif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1951, h.27
79
Khudairi, Filsafat Sejrah Ibn Khaldun, h.142
64
Nabi  Muhammad  SAW  bersabda:  “Pelajarilah  silsialh keturunanmu untuk mengathui siapa saudaramu sedarah yang dekat”, yang
bearti  bahwa  persaudaraan  hanyalah  bearti  apabila  pertalian  darah  itu membawa  pada  kerjasam  yang  sebanarnya  dan  bantu  membantu  pda  saat
kesusahaan.  Kenyataannya  aialah  bahwa  hubungan  yang  demikian  itu lebih  bersifat  emosional  dan  tidak  memiliki  realitis.  Dalam  arti  bahwa
hubungan itu hanya berguna untuk mendekatkan hati dan kecintaan orang. Apabila  persaudaraan  terlihat  nyata,  maka  ia  akan  berguna  sebagai
pendorong yang wajar kearah „ashbaiyah. Jika „ashabiyah didasaran pada sekedar  pengetahuan  tentang  keturunan  dari  nenek  moyang  yang  sama,
maka  ia  akan  lemah  dan  mempunyai  pengaruh  yang  rendah  terhadap perasaan,  oleh  karena  itu
„ashabiyah  hanya  mempunyai  sedikit  dampak yang nyata.
80
Dengan  demikian  „ashabiyah  menurut  Ibn  Khladun  tidak  hanya meliputi  satu  keluarga  saja,  yang  satu  dengan  yang  lainnya  dihubungkan
oleh  tali  kekeluargaan,  tetapi  juga  meliputi  hubungan  yang  tmbul  akibat terjadinya  persekutuan.  Dalam  Muqaddimah  Ibn  Khaldun  dijelaskan
bahwa „ashabiyah juga meliputi  hubungan yang timbul akibat perbudakan
dan  penyewaan  tentara.  Desangkan  keagunaan  silsialah  kekluargaan adalah ditimbulkannya.
81
Perbedaan hal ikhwal penduduk adalah akibat dari perbedaan cara mereka  memperoleh  pengidupan.  Mereka  hidup  bermasyarakat  tidak  lain
80
Ibn Khaldun, Muqaddimah. Penerjemah Ahmadie Thaha, Jakarta:Pustaka Firdaus, 1986, hal. 152.
81
Khudairi. Filsafat Sejarah Ibn Khladun, h. 143.
65
hanyalah  untuk  saling  membantu  dalam  memperoleh  penghidupan,  dan untuk  memenuhi  kebutuhan  hidup  yang  sederhana  sebelum  merkea
mencari kehidupan yag lebih tinggi.
82
Di  anatara  mereka  yang  hidup  bertani,  adapula  yang    hidup berternak  untuk  dikembangkan  atau  diambil  hasilnya.  Kehidupan  mereka
bermasyarakat dan saling membantu didalam memenuhi kebutuhan hidup dan  eradaban,  sperti  makanan,  perlindungan,  dan  panas,  mereka  tidak
gentar untuk memperoleh lebih dari batas kebutuhan guna melangsungkan kehiduoan  menurut  batas  kebutuhan  hidup.  Tak  lebih  dari  itu,  sebab
mereka tidak mampu memperoleh lebih. Emudian, apabila kondisi mereka semakin nyaman dan memperoleh kekayaan dan  kemewahan diatas batas
yang  dibutuhkan,  merkea  hidup  tenang.  Dengan  demikian  mereka  akan saling bantu memabntu dalam memperoleh sesuatu diatas batas kebutuhan
mereka  mempergunakan  banyak  makanan,  pakian,  dan  berbangga  diri dengan  itu  semua.  Selanjutnya  mereka  pun  membangun  rumah-rumah
besar  mempercantik  kota  untuk  tempat  berlindung.  Inilah  yang melatarbelakangi  lahirnya  pemikiran  Ibn  Khaldun  tentang  „ashabiyah
sebagimana  yang  diuraikan  diatas  rasa-rasa  solidaritas  atau  saling  tolong menolong terhadap sesama untuk tujuan-tujuan bersama
82
Ibnu Khaldun. Muqaddimah. h. 141
66
C. Perbandingan  Pemikiran  Etika  Politik  Ibnu  Taimiyah  dan  Ibnu
Khladun
Etika Politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir pada saat zaman yunani    pada  saat  struktur-struktur  politik  tradisional  mulai  ambruk.
dengan  keambrukan  itu  muncul  pertanyaan  bagaimana  seharusnya masyarakat ditata. Dua ribu tahun kemudian, empat ratus tahun yang lalu,
etika  politik  bertambah  momentumnya.  Legitimasi  kekuasaan  raja  dalam paham tatanan hirarkis kosmos tidak lagi diterima begitu saja. Legitimasi-
legitimasi tradisional kehilangan daya ikatanya. Legitimasi tatanan hukum dan negara dan hak raja untuk memerintahkan masyarakat, dipertanyakan.
Itulah  situasi  kebangkitan  filsafat  politik  pada  awal  zaman  industrilisasi. Klaim-kliam  legitimasi  kekuasaan  yang  daling  bertentangan  menurut
refleksi filosofis atas prinsip-prinsip dasar kehidupan politik.
83
Dalam  kehidupan  modern,  persoalan  etika  dan  moral  sering menjadi  perbicangan  publik.  Tinjauan  filsafat  tentang  makna  dan  definisi
filsafat,  etika  dan  moral  sangat  bergam  bagi  tiap-tiap  pakar.  Secara sederhana bisa dikatakan bahwa penggunaan “etika” dan  “moral” selalu
menerangkan perbandingan antara nilai yang baik dan buruk, yang berlaku bagi semua semua bidang kehidupan manusia.
84
83
Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern, Jakarta : PT Gramedia, 1988, hal. 3
84
Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern, Jakarta : PT Gramedia, 1997, hal. 363
67
Manusia  sebagai  mahkluk  sosial  tentu  memiliki  dimensi  politik dalam  kehidupanya.  Politik  adalah  ilmu  yang  mempelajari  politik  atau
politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan  yang baik,  di  Indonesia  kita  teringat  pepatah  gemah  ripah  loh  jinawi,  orang
yunani kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakanya sebagai en dam onia  atau  the  good  life.
85
Selain  itu,  politik  dalam  suatu  negara  itu berkaitan  dengan  pendekatan  kenegaraan,  kekuasaan,  pengambilan
keputusan, kebijakan
dan pembagian
kekuasaan
86
. Berdasarkan
pendekatan  kenegaraan,  politik  artinya  sebagai  sesuatu  yang  berkaitan dengan  tujuan-tujuan  negara  dan  lembaga-lembaga  yang  akan
melaksanakan tujuan negara dan berdiplomasi dengan negara-negara lain. Selanjutnya  politik  sebagai  kekuasaan  diartikan  sebagai  suatu  alokasi
nilai-nilai  otoritatif  yang  menajdi  bagian  dari  tindakan  atas  nama pemerintaha atau negara.
87
Setiap  pemikir  politik  tentu  memiliki  definisi  dalam  menjelaskan tentang  apa  arti  dari  etika  politik  itu  sendiri,  tentu  juga  dengan  Ibnu
Taimiyah dan Ibnu Khaldun, dari beberapa kontek pemikiran dan gagasan tersebut  memiliki    berpedaan  dan  persamaan.  Ini  juga  bisa  dilatar
belakangi  oleh  kehidupan  mereka  dalam  waktu  yang  berbeda  dan
85
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia, 2008, hal.13
86
Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia, 2008, hal.14
87
Hugo. F. Reading, kamus ilmu-ilmu Sosial, Terjemahan Sehat Simamora, Jakarta :PT. Rajawali, 1986, hal. 305
68
dinamika  politik  yang  berbeda  juga,  sehingga  mereka  memikirkan bagaimana setiap penguasa seharusnya menjadi penguasa yang baik.
Ibnu  Taimiyah,  berpendapat  bahwa  mengatur  urusan  memang merupakan  bagian  dari  kewajiban  agama  yang  terpenting,  tetapi  hal  ini
tidak bearti pula bahwa agama tidak dapat hidup tanpa negara. Karenanya, ibnu taimiyah menolak ijma sebagai landasan kewajiban tersebut. Berbeda
dengan  al-mawardi,  Ibnu  Taimiyah  menggunakan  pendekatan  sosiologis. Menurutnya,  keejahteraan  manusia  tidak  dapat  tercipta  kecuali  hanya
dalam  satu  tatanan  sosial  di  mana  setiap  orang  saling  bergantung  pada yang lain  nya. Oleh sebab itu, dibutuhkan sesorang pemimpin yang akan
mengatur kehidupan sosial tersebut.
88
Selain  itu  Ibnu  khaldun  dalam  bukunya  muqqadimah,  Ibnu Khaldun  menegaskan  empat  perbedaan  mendasar  antara  manusia  dan
makhluk  lainnya.  Manusia  adalah  makhluk  berpikir  yang  dengannya mengasilkan  ilmu  pengetahuan,  makhluk  politik  yang  memerlukan
pengaturan dan pengedalian oleh kekuasaan, makhluk ekonomi yang ingin mencari  pengidupan  dengan  berbagai  cara  dan  profesi  dan  mahluk
berperadaban.
89
Berdasarkan karakteristik
diatas, ibnu
khaldun menyatakan  bahwa  organisasi  kemasayrakatan  adalah  suatu  keharusan.
Kodrat  manusia  tidak  dapat  memenuhui  kebutuhan  hidupnya  secara
88
Mummad Iqbal  Amin Husein nasution, Pemikiran Politik Islam : Dari masa klasik hingga Indonesia Komtemporer, Jakarta, Kencana, 2010. Hal. 33
89
Muaqqdimah, hal. 31
69
sendirian.  Ia  membutuhkan  orang  lain  untuk  memenuhuinya.  Makanan yang  ia  makan  saja  sudah  melibatkan  sekian  banyak  proses  dan  tenaga
manusia.  Tanpa  ini  eksistensi  manuisa  tidak  akan  sempurna.  Dari  sinilah lahir  sebuah  peradaban.  Ketika  manusia  telah  mencapai  organisasi
kemsyarakatan  dan  peradaban,  maka  mereka  membutuhkan  seseorang yang  akan  melaksanakan  kewibawaan  dan  memelihara  mereka  dari
permusuhan  antar  sesama  mereka.  Ibnu  Khaldun  melihat  bahwa  manusia juga memeiliki watak yang suka menyerang antara satu dengan lainya.
90
Sesungguhnya organisasi masyaraka Ijtima‟ insani umat manusia
adalah keharusan. Para filosof melahirkan kenyataan ini dengan perkataan mereka,  manusia  adalah  bersifat  politis  menurut  tabiat  nya.  Ini  bearti,
memerlukan  satu  organisasi  kemsyarakatan,  yang  menurut  para  filosof dinamakan  kota.
91
Pernyataan  Ibnu  Khaldun  ini  menjentawantahkan sebuah  kekuatan  sosial  yang  memiliki  kekuatan  saling  membantu  satu
sama  lain  sehingga,  tujuan  untuk  menemukan  the  good  life  itu  bisa tercapai.
Di  setiap  induvidu  manusia  memiliki  sifat  hewan  yang  berada didalam nya, dengan demikian mereka manusia  harus menjaga kebiwaan
nya  diantara  mereka  sendiri,  hal  ini  senada  dengan  apa  yang  dimaksud dengan konsep representatif yang ada pada era modern saat ini. Hubungan
dengan ide demokrasi ini, ibnu khaldun mengakui bahwa terdapat banyak
90
Ibid 33-34
91
Ahmadie Thoha, Mukaddimah ibnu khladun, Jakarta: pustaka Firdaus, hal.71