Pengertian Etika Moral dan Etika

29 hasil dari cara hidup yang baik dengan jalan kebiasaan berpikir berkemampuan dan berbuat baik secara sadar. 39 Dari prinsip-prinsip yang telah disebutkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kekuasaan harus dipertanggung jawabkan secara demokratis, atau dari prinsip hormat terhadap keutuhan manusia. Bahwa hak-hak asasi manusia harus di beri pengakuan hukum. Prinsip-prinsip itulah yang menjadi pokok bahasan etika politik dan yang harus dipetanggungjawabkan. 40 Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa kekuasaan dan demokratis merupakan suatu konsep yang universal dan sangat abstrak untuk dijadikan alas pijakan dalam penyelengaraan bernegara, sehingga tidak dengan begitu saja setiap negara sanggup mengaplikasikan nilai universal tersebut. Corak demokrasi yang di anut disebuah negara ditentukan juga oleh kepentingan penguasa, sehingga konsep demokrasi mengalami penyuasian atau modifikasi-adaptif. 41 Demokrasi dalam etika politik, menurut pandangan Franz Magnis sebagai teori normatif yang berkenaan dengan demokrasi sebagai tujuan tentang bagaimana demokrasi seharusnya. Franz juga mengelaborasi demokrasi dari segi etika politik dan mengemukakan lima gugus ciri 39 Prof. Dr. H. Muh. Said, Etika Masyarkat Indonesia, Jakaarta Pramudya paramida, 1980, hal.89 40 Franz Magnis Suseno, Etika Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003 hal. 27-29 41 Jusman Iskandar, Bunga Rampai: Etika Moral dalam Kehidpan Politik dan Pelayanan Publik, Bandung:Pustaka Program Pasca Sarjana Universitas Garut, hal. 91-93 30 hakiki negara demokrasi sebagai berikut,: a. Negara Hukum, b. Pemerintah yang dibawah kontrol nyata masyarakat, c. Pemilihan umum yang bebas, d. Prinsip Mayoritas, e. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis Demokratis mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara terjamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. 42 Sistem politik demokrasi di anut hampir semua negara modern di dunia ini, tetapi ternyata dengan bermacam-macam standar yang digunakan. Hal ini disebabkan karena demokrasi itu sendiri memang bukan merupakan entitas yang statis. Oleh karena itu, disamping demokrasi mempunyai pengertian yang statis, juga mempunyai pengertian yang dinamis, yang bearti bahwa demokrasi mengalami perkembangan dalam artian atau makna sebagai akibat dari praktek demokrasi di berbagai negara yang berbeda-beda. Untuk itu kalau kita mau menilai antara sistem politik yang demokratis dan sistem poltik yang mengaku demokratis adalah dengan jalan melihat perbedaan kadar kekuasaan politik yang berada di tangan 42 Moh. Mahfud MD, Demokratsi Pancasila, Jakarta: Bina Aksara, 1983, hal. 19 31 rakyat. Perbedaan antara satu sistem politik yang dianggap demokratis dengan sistem politik lain yang juga mengaku demokratis dapat diadakan dan kalau mau di ukur, dengan jalan melihat perbedaan kadar kekuasaan poltik yang berada di tangan rakyat yang terkandung di dalam masing- masing sistem politik tersebut. 43 Untuk itu gagasan negara demokrasi tidak terlerak kepada upaya bagimana meberikan kebebasan sepenuhnya kepada masyarakyat, malinkan bagaimana upaya membatasi kekuasaan yang dipegang atau dijalankan pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. 44 Dalam sistem politik dan pemerintahan modern, mengikuti Trias Politica, kelompok pemegang peran pengambilan keputusan itu adalah lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Karena itu, adanya transparasni dan akuntabilitas, untuk itu di dalam demokrasi seorang pemimpin hanya “orang pertama dari yang sama” bukan seorang pribadi yang dominan yang karismatis dan bertidank sebagai bapak kepada rakyatnya. Seorang pemimpin dalam masyarakat demokratis harus tokoh yang tampil dengan kesadaran kenisbian dan keterbatasan dirinya secara 43 Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1978, hal. 243 44 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlemnter dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, hal. 4