Hubungan Antara Korea Selatan dan Korea Utara Pasca Perang Dingin
27 membuat beberapa kemajuan dalam dialog antar Korea dan Semenanjung Korea
pada pertengahan 1980-an. Pada bulan Agustus tahun 1980, telah ditandanganinya Law on North-South Exchanges dan Cooperation
yang menjadi kerangka dasar bagi kerjasama antar Korea. Dan pada tahun 1989, juga Roh Tae Woo
mengeluarkan Unification Formula for The Korean National Community yang merupakan model dari kebijakan unifikasi pada masa pemerintahannya.
Tujuannya melalui tiga tahap, yaitu: Confidence Building dan Kerjasama antar Korea, Konferensi Korea dan Estabilishment of Unified Government.
50
Kebijakan ke Utara Northern Policy pada masa Roh Tae Woo memiliki sasaran yaitu untuk meredakan situasi ketegangan diantara kedua Negara Korea.
Korea Selatan mengajukan sebuah konferensi puncak dengan Kim II Sung dan sebuah deklarasi yang berisi tentang kesepakatan non agresi atau larangan
pengunaan kekuatan bersenjata diantara kedua Negara. Roh Tae Woo mengusulkan untuk dibentuk sebuah konferensi yang melibatkan dua Negara
Korea, plus empat Negara kunci AS, Rusia, Cina dan Jepang sebagai wahana konsultasi untuk mempromosikan keamanan di Semenanjung Korea.
51
Pada tanggal
31 Desember
1991, ditandatanganinya
“Basic Agreement
on Reconciliation, Non-Agression, and Exchange and Cooperation
oleh kedua Perdana Menteri setelah berbagai pembicaraan-pembicaraan tingkat tinggi kedua
belah pihak.
50
Young Sun Ji,”Conflicting Visison For Korean Reunification”, Fellow, Weatherhead Center For International Affairs, Harvard University, Juni 2001, h. 7.
Diakses dari http:www.wcfia.harvard.edu
, pada 8 Oktober 2010.
51
Young Jeh Kim, North Korea’s Nuclear Program and Its Impact On Neighboring Countries, dalam Korea and World Affairs, Vol. 17, No. 3, Fall 1993, h. 482.
28 Basic Agreement
ini berlaku efektif bersamaan dengan Joint Declaration on The Denuclearization of The Korean Peninsula
pada tanggal 19 Februari 1992. Dalam pelaksanaan Basic Agreement, telah disusun suatu protocol pada tanggal
17 September 1992. Namun mengalami kendala akibat pengembangan nuklir Korea. Memasuki tahun 1993, dalam mengakhiri era otoriterisme Korea Selatan,
Presiden Kim Young Sam dilantik menjadi Presiden Korea yang secara aktif mempromosikan dialog antar Korea. Kesungguhan Kim dalam untuk rekonsiliasi
yaitu dengan mengembalikan seorang mata-mata Korea Utara yang ditahan Korea Selatan tanpa syarat apapun. Namun usaha Kim Young Sam kembali mengalami
kegagalan dengan adanya konflik antar AS dengan Korea Utara. Krisis ini merupakan masalah yang cukup serius ketika AS berencana akan menghancurkan
fasilitas nuklir Korea Utara, sehingga perang tidak dapat dihindarkan.
52
Namun krisis tersebut dicairkan dengan kerjasama diplomatik antar Seoul- Washington pada saat mantan Presiden AS J. Carter berkunjung ke Pyongyang
untuk melakukan pertemuan dengan Kim II Sung.
53
Pertemuan tersebut merupakan pertemuan puncak antara Korea Utara-AS dan perundingan untuk
membicarakan permasalahan nuklir di Korea Utara. Dengan ditandatanganinya Agreed Framework
sebagai bukti bahwa Korea Utara setuju untuk membekukan program nuklirnya selama delapan tahun. Akan tetapi dalam perjanjian Agreed
Framework, AS menjanjikan pengiriman bahan bakar dan bantuan teknologi
untuk membangun dua reaktor air raksasa untuk kepentingan energi, sebagai resiprositas atas sikap kooperatif Korea Utara yang menghentikan proyek
nuklirnya. Selain itu, dari pertemuan tersebut terbentuk pula KEDO, Organisasi
52
Ibid, h. 7.
53
Mohtar Masóed, dan Yang Seung-Yoon, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Masyarakat Internasional”
, h. 67.
29 Energi di Semenanjung Korea.
54
melalui organisasi ini,Korea Selatan, AS, dan Jepang secara bersama-sama memberikan bantuan untuk mendirikan dua buah
reaktor Light-water di Korea Utara. Namun dilain pihak, KTT antara Korea Selatan dengan Korea Utara mengalami kegagalan. Ini disebabkan meninggalnya
Kim II Sung tujuh belas hari sebelum KTT. Setelah meninggalnya Kim II Sung, hubungan kedua Negara sempat
mengalami masalah kembali. Hal ini disebabkan, pada masa berkabung di Korea Utara, Korea Selatan tidak menunjukan sikap yang kurang baik yaitu dengan tidak
menyampaikan belasungkawanya. Bahkan malah menyiagakan pasukannya di perbatasan sebagai antisipasi perkembangan di Korea Utara. Kim Yong Sam,
mencoba mengeksploitasi kematian Kim II Sung sebagai harapan bahwa dengan lemahnya rejim Korea Utara tersebut maka akan membuka kesempatan bagi
masuknya Korea Selatan secara perlahan sehingga akhirnya mampu menguasai Korea Utara. Namun prediksi bahwa proses pengantian akan melemahkan rejim
Korea Utara tidak terjadi.
55
Kim Jong Il naik tahta dan menggantikan mendiang ayahnya sebagai pemimpin Korea Utara. Sementara itu, Korea Selatan merasa
tidak nyaman dengan hubungan antara Korea Utara dengan AS. Dalam hal ini, Korea Selatan takut bila nantinya AS Tidak akan mendukung Korea Selatan dan
bahkan akan mendukung Korea Utara dalam hubungan bilateralnya dengan AS.