Faktor Domestik Korea Utara

53 kepemimpinan tunggal secara resmi dimulai tahun 1972 saat konstitusi baru Korea Utara diresmikan. Konstitusi yang diberi nama “konstitusi sosialis” ini dirancang untuk menaikan posisi Kim Il Sung dari seorang perdana menteri dan sekretaris jenderal partai menjadi presiden Korea Utara. Konstitusi baru ini memungkinkan Kim untuk menggengam seluruh kekuasaan negara di tangannya, mulai dari ketua komite pertahanan hingga panglima tertinggi militer. Kepemimpinan monolitik pun terbentuk. 87 Empat garis besar militer Korea Utara yang dikeluarkan Kim Il Sung antara lain:  Mempersenjatai semua warga.  Memperkuat seluruh negeri .  Melatih semua anggota angkatan darat menjadi “cadre army” kader tentara.  Melakukan moderenisasi semua angkatan darat, dokrin dan taktik dibawah prinsip kepercayaan diri terhadap pertahanan nasional. Tahun 1994 Kim Il Sung meninggal dunia, kepemimpianannya diteruskan oleh putranya, Kim Jong Il. Namun berbeda dengan sang ayah, Kim junior lebih tidak memiliki karisma sebesar Kim Il Sung sehingga diperlukan usaha ekstra untuk mengangkat citranya di mata rakyat. Disamping itu, Kim juga harus menghadapi ancaman integritas negerinya. Seperti ancaman terhadap keberlangsungan ideologi Juche yang terutama berasal dari perubahan struktural dalam sistem internasional. Berakhirnya perang dingin membuat isu keamanan memiliki independesi, kreatifitas, dan kesadaran. Oleh para idolog Korea Utara, Juche disebut- sebut sebagai ajaran yang pertama kali dalam sejarah memberikan penjelasan yang sempurna tentang manusia sebagai mahluk social, sebuah penjelasan yang menurut mereka gagal diberikan Marxisme. 87 Lee Sangmin, “North Korea’s Political Structure and Hereditary Succession”, North Korea Research Autumn , 1991 Seoul: Continental Reseach Institute, h. 10-11. 54 memudar dan isu ekonomi juga mengambil ahli perhatian Masyarakat internasional. Cina dua puluh tahun terakhir berideologi pragmatis semakin gencar melakukan reformasi yang bersifat kapitalistik sehingga lebih mengakomodasi keberadaan Amerika Serikat di Semenanjung Korea. Sementara itu, Korea Selatan lewat Nordpolitiknya merangkul kekuatan komunis menormalisasikan hubungan diplomatiknya dengan Rusia dan Cina. Pola hubungan kooperatif ini mengusik Korea Utara yang sampai saat ini masih memegang teguh ideologi Juche yang tertutup dan isolasionis. Ancaman ini juga diperkeruh oleh situasi ekonomi Korea Utara yang sangat parah, karena ketertutupanya. Negeri ini mengalami kekurangan diberbagai bidang, mulai dari bahan makanan, energi, bahan baku industri, mata uang asing, hingga kebutuhan-kebutuhan pokok sehari-hari. Meskipun tidak tersedia data statistik resmi, musibah kelaparan ini diperkirakan menelan korban jiwa jutaan orang. 88 kenyataan ini tentu menghawatirkan Kim Jong Il karena bisa menganggu kepercayaan rakyat terhadapnya dan menimbulkan ketidakpercayaan pada ideology Juche yang mereka anut. Oleh karena itu, Kim menggunakan militer sebagai instrument penting dalam menjaga integritas dan kemonolitan Korea Utara sejak negeri ini berdiri. Bahkan hampir 25 dari Gross National Product GDP Korea Utara dihabiskan untuk personel dan persenjataan. Padahal lima persen saja sekitar 300 juta dollar dari jumlah itu bisa digunakan untuk membeli 1,9 juta ton untuk memnuhi kekurangan pangan tiap tahunnya. 88 Ching Hyun-Joon, “Internal Changes in North Korea: Reality and Prospect”, Korean Focus , Vol. 8, No. 5, September-October 2000, h. 94. 55 Isu yang mencuat dari anggaran militer yang terlalu besar adalah Korea Utara tengah mengembangkan senjata nuklir. Sebenarnya isu ini sudah muncul sejak tahun 1989 ketika satelit Amerika Serikat memotret adanya pipa penghubung antara pabrik pengolahan kembali plotanium dengan sebuah tangki penyimpanan sisa pembuangan di Yongbyon. Disisi lain, keberadaan nuklir ini membuat keuntungan bagi Korea Utara. Pertama, Pyongyang beranggapan bahwa dengan adanya senjata nuklir, akan menarik perhatian negara-negara di sekitarnya dan muncul sebagai negara penting di kwasan Asia Timur. Dengan nuklir Pyongyang berharap akan bisa menahan tekanan eksternal bagi liberalisasi dan kepemilikan nuklir akan dijadikan alat untuk memperkuat posisi tawar menawar dengan Amerika Serikat serta memperoleh konsesi ekonomi. 89 Kedua , dengan adanya nuklir di Korea Utara, kecil kemungkinannya pihak lawan akan melakukan serangan terhadap Negara tersebut. 90 Dari Uraian diatas terlihat bahwa tujuan Kim Jong Il saat ini adalah mempertahankan rejim yang dipimpinnya. Kim ingin mengarahkan politik luar negeri Korea Utara lebih defensive. Ia ingin menciptakan semacam pelindung eksternal yang akan menjamin keberlangsungan hidup Korea Utara. 91 Keberadaan Amerika Serikat juga menjadi masalah yang cukup sensitif bagi hubungan kedua negara Korea. Korea Utara merasa bahwa Amerika Serikat merupakan ancaman. Korea Utara merasa terancam dan takut dengan kemampuan militer Amerika Serikat. Terutama ketika kekuatan persenjataan dan nuklir maka 89 Tong Whan Park, “Issues of Arms Control Between the Two Koreans “, Asian Survey, Vol. XXXII, No. 4, April 1992, h. 358-9 90 Ibid. 91 Hak Soon Paik, “ North Korea’s Unification Policy”, dalam Kwak Tae-Hwan, ed., The Four Powers and Korean Unification Strategies Seoul: Kyungman University Press, 1997, h. 124. 56 Amerika Serikat hadir untuk melindungi Korea Selatan membuat Korea Utara semakin terpojok. 92 Pilihan Korea Utara untuk menghadapi ancaman tersebut adalah dengan mengandalkan penggunan senjata nuklir. 4.2 Faktor Eksternal 4.2.1 Hegemoni Amerika Serikat di Semenanjung Korea Sejak Korea terbagi menjadi dua, Amerika Serikat secara mendalam telah melibatkan diri di Semenanjung Korea. Bagi Amerika Serikat pertanyaan tentang masa depan Korea bukanlah sekedar masalah bilateral antar Korea Utara dan Korea Selatan, melainkan isu yang menyentuh banyak aspek yang berkaitan dengan peran dan kepentingan nasional negeri ini. 93 Berangkat dari kepentingan global Amerika Serikat di Semenanjung Korea, sejak tahun 1950-hingga sekarang, kepentingan Amerika Serikat di Semenanjung Korea adalah mempertahankan status quo di kawasan ini dengan tetap menjalin hubungan pertahanan dengan Korea Selatan. 94 Sementara itu, jika dilihat dari pandangan historis, kepentingan Amerika Serikat di Semenanjung Korea adalah untuk mencegah munculnya kekuatan-kekuatan tidak bersahabat yang mendominasi Asia. Sementara 50 tahun terakhir, Amerika Serikat memainkan strategi pembendungan containment terhadap penyebaran komunisme oleh Uni Soviet dan Cina. Hal inilah yang membuat Semenanjung Korea memiliki dimensi regional yang penting dimata Amerika Serikat. 95 92 Andrew Mack, The Nuclear Crisis on The Korean Peninsula, Asian Survey, Vol. 33, No. 4 April, 1993, United States: California Press, 1993, h. 342. 93 Lee Hong Yung,”The Korean Summit Meeting and The Internasional Environment”, Korean Journal, Vol. 41, No. 2, Summer 2001, h. 54. 94 Oknim Chung,” Regional Perpectives and Role on The Korean Peninsula”, Korean and World Affairs , Vol. 22, No. 2, Summer 2001, h. 34. 95 Sharif M. Shuja,” US and Japan’s Trends in Attitudes Toward The Korean Peninsula”, East Asian Studies , Vol. 16, No. 1-2, SpringSummer 1997, h. 68. 57 Seperti yang telah dijelaskan pada bab kedua dalam skripsi ini, dijelaskan bahwa masuknya Amerika Serikat dikarenakan Uni Soviet sudah menguasai terlebih dahulu Semenanjung Korea pada bagian Utara. Pengikat hubungan antara negara di Semenanjung Korea dengan Negara adikuasa pada masa Perang Dingin adalah kesamaan ideologi. Kesamaan ideologi inilah yang merupakan tali pengikat baik negara adikuasa dengan Negara-negara di kawasan. 96 Hubungan ideologi inilah yang menyebabkan Amerika Serikat mau memberikan bantuan kepada Korea Selatan pada masa pemulihan pasca Perang Korea. Begitu pun dengan Korea Utara dan Uni Soviet. Namun dalam kasus security complex di Semenanjung Korea, kehadiran Amerika Serikat dan Uni Soviet menyebabkan terbangunnya regional security complex yang disebabkan persaingan yang dilakukan Negara-negara adikuasa. Pasca Perang Korea berakhir, Amerika Serikat dan Korea Selatan menbuat Perjanjian Kerjasama Pertahanan Muatual Security Treaty sebagai dasar formal aliansi kedua negara yang sampai saat ini masih terjalin. Seiring perkembangan zaman, hubungan aliansi yang terjadi diantara Korea Selatan dan Amerika Serikat mulai dikaji ulang. Pasca insiden 11 September 2001, Amerika Serikat telah mengubah kebijakannya menjadi lebih keras dan menjadi kurang toleran terhadap ancaman potensial atas kepentingan Amerika Serikat. 97 Hubungan aliansi Korea Selatan dan Amerika Serikat dapat dicermati sebagai “segitiga Korea”, mencangkup kedua Korea dan Amerika Serikat. Selama ini aliansi yang dilakukan antara Korea Selatan dan Amerika Serikat hanya berpihak kepada Amerika 96 Paul A Papayoanou, Great Powers Regional Orders : Possibilities and Prospects After Cold War, dalam David Lake and Patrick M. Morgan, Regional Order Bulding Security in a New World , United States of American; Pennsylvania State University Press, 1997, h. 129. 97 Ibid.