BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada dua macam hubungan dalam diri manusia, yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan manusia lainya atau dalam istilah
yang lebih dikenal di kalangan muslim adalah hablum min allah dan hablum min an- nas
. Ibadah dan yang berkaitan dengan-Nya adalah suatu media untuk lebih mempererat hubungan manusia dengan pencipta-Nya, sedangkan untuk mempererat
hubungan manusia dengan manusia itu sendiri melalui banyak cara atau dalam istilah orang muslim muamalah.
Dalam hubungan manunusia dengan Sang Khlalik, hal tersebut diatur dalam agama. Melalui agama manusia menjalin hubungan dengan Penciptanya. Sebagai
homo religious, manusia meyakini bahwa agama sanggup menghadirkan “Yang Sakral” atau Tuhan Yang Maha Suci dalam atau melalui upacara keagamaan
1
. Upacara keagamaan ini merupakan sarana manusia dalam memanipulasi makhluk
dengan kekuatan supranatural, oleh Wallace dipandang sebagai gejala agama yang utama atau “Agama Sebagai Perbuatan” religion in action. Fungsi utamanya adalah
untuk mengurangi kegelisahan, memantapkan kepercayaan kepada diri sendiri dan yang penting memelihara keadaan manusia agar tetap siap menghadapi realitas
2
. Pada tataran ini agama menjadi bagian yang integral dalam kebutuhan hidup
manusia. Bahkan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa agama merupakan kebutuhan
1
Hendro Puspito, Sosiologi agama, Yogyakarta : Kanisius, 1983, h. 41
2
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000 h. 121
yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia oleh karena itu, masalah keagamaan adalah masalah yang akan senantiasa menyertai kehidupan manusia sepanjang sejarah
kehidupannya, sebagaimana masalah-masalah sosial lainnya seperti masalah politik, ekonomi dan sebagainya. Keberagamaan manjadi bagian dari kebudayaan manusia
yang telah dikembangkan sedemikian rupa baik itu berupa ritus, pranata sosial maupun prilaku-prilaku lainnya dalam berbagai dimensi kehidupan.
Sedangkan dalam hubungan manusia dengan sesamanya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Interaksi sosial tentu tidak dapat dielakkan karena manusia
sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain untuk menjalani hidup mereka. Segala hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya
memang sudah diatur oleh agama. Namun manusia juga mempunyai peraturan atau rambu-rambu yang harus ditaati oleh mereka. Para pelanggar tentu mendapat
hukuman sesuai dengan sanksi yang telah disepakati. Dalam masyarakat hal ini lazim disebut sebagai norma.
Pekerjaan adalah salah satu cara manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya sekaligus untuk bersosialisasi. Dalam pekerjaan seorang manusia dituntut
untuk dapat bekerja sama sekaligus menjaga hubungan tetap baik dengan orientasi agar dapat bertahan hidup. Masing-masing pekerjaan mempunyai risikonya entah itu
kecil maupun besar. Menurut Abdul Aziz al-Khayyath, bahwa kerja adalah semua bentuk usaha
yang dilakukan manusia baik dalam hal materi atau non materi, intelektual atau fisik dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah dunia dan akhirat.
3
3
Abdul Aziz al-Khayyath, Etika Bekerja Dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995, h. 22
Kerja adalah usaha komersil yang dianggap sebagai suatu keharusan demi hidup atau sesuatu yang imperatif dalam diri dan terikat pada identitas diri yang telah
diberikan oleh agama.
4
Dunia kerja tidak bisa terlepas dari etos kerja. Karena etos kerja sangat mempengaruhi kinerja seseorang dalam pekerjaannya. Menurut Toto Tasmara, etos
kerja adalah totalitas kepribadian seseorang, cara seseorang mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan arti pada sesuatu yang mendorong dirinya
untuk bertindak dan meraih amal yang optimal high performance.
5
Menjadi seorang petugas pemadam kebakaran adalah suatu pilihan. Karena pekerjaan ini tidak saja membutuhkan fisik yang prima tetapi juga membutuhkan
keberanian bahkan sampai harus mempertahuruhkan nyawa. Kita tentu akrab dengan istilah “blangwir” atau dalam beberapa daerah Jawa
“blambir”. Menurut sejarah, kata tersebut berasal dari kata brandweer dalam bahasa Belanda. Urusan pemadam kebakaran di kota jakarta mulai diorganisir pada tahun
1873 oleh pemerintah Hindia Belanda. Urusan pemadaman kebakaran ini secara hukum dibentuk oleh resident op batavia melalui ketentuan yang disebut sebagai:
“Reglement op de Brandweer in de Afdeeling stad Vorsteden Van Batavia”
6
Suatu kejadian penting yang patut dicatat adalah terjadinya kebakaran besar di kampung Kramat-Kwitang. Kebakaran tersebut tak dapat teratasi oleh pemerintah
kota pada saat itu. Peristiwa itu mendorong pemerintah atau Gemeente of de Brandweer, pada
tanggal 25 januari 1915 mengeluarakn Reglement of de Brandweer Peraturan tentang Pemadam Kebakaran; namun tak lama kemudian, yakni pada tanggal 4
4
Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta, LP3ES, 1993, h. 3.
5
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, Jakarta, Gema Insani Press, 2002, h. 20.
6
Sejarah Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta, dalam www.jakarta-fire.com, diakses hari Jum’at tanggal 26 Januari 2007
oktober 1917, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yakni melalui ketentuan yang disebut staadsblad 1917 No. 602.
7
Hal penting yang perlu dicatat dari kententuan ini adalah pembagian urusan pemadam kebakaran, yakni menjadi Pemadam Kebakaran Sipil dan Pemadam
Kebakaran Militer. Suatu Kejadian penting yang patut selalu diingat adalah peristiwa
diberikannya suatu tanda penghargaan kepada Brandweer Batavia oleh mereka yang mengatasnamakan kelompok orang betawi. Tanda penghargaan tersebut diberikan
dalam bentuk Prasasti pada tanggal 1 maret 1929. Tanda penghargaan tersebut diberikan masyarakat betawi pada waktu itu adalah sebagai wujud rasa terimakasih
mereka atas darma bakti para petugas pemadam kebakaran. Tanda prasasti tersebut sampai sekarang masih tersimpan baik di kantor Dinas Pemadam Kebakaran.
8
Perubahan nomenklatur organisasi pemadam kebakaran berikutnya terjadi pada tahun 1980, yakni dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 9 tahun 1980, tentang
struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebakaran DKI Jakarta. Perubahan penting pada periode ini, selain semakin dikembangkannya aspek pencegahan dan
pemberdayaan masyarakat melalui keberadaan Sudinas Pencegahan, Sudinas Peran Serta masyarakat, Pusat Latihan Kebakaran, dan Unit Laboratorium, adalah juga
mengenai pembagian wilayah pelayanan Dinas kebakaran ke dalam 5 wilayah asministratif: Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, dan Timur. Kemudian terjadi revisi
melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.11 tahun 1986, dengan judul sama, hanya terdapat perubahan pada nomenklatur Markas Wilayah menjadi
Nomenklatur Suku Dinas.
9
7
Sejarah Dinas Pemadam Kebakaran, dalam www.jakarta-fire.com
8
Sejarah Dinas Pemadam Kebakaran, dalam www.jakarta-fire.com
9
Sejarah Dinas Pemadam Kebakaran, dalam www.jakarta-fire.com
Masa tahun 2002 ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.9 tahun 2002, tanggal 15 Januari 2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta.
10
Dalam melaksanakan tugas tersebut, para petugas pemadam kebakaran harus mempunyai keberanian dan sikap pasrah terhadap nasib yang akan dialaminya nanti.
Tentu saja dengan berbekal berbagai pengetahuan tentang prosedur penyelamatan dan juga pemadaman suatu kebakaran. Namun, pada akhirnya nanti, segala yang terjadi
diserahkan sepenuhnya kepada Sang Pencipta. Dalam Islam sikap ini dikenal dengan istilah isitqamah.
Istikamah adalalah keadaan atau upaya seseorang untuk tetap teguh mengikuti jalan lurus agama Islam yang telah ditunjuk oleh Allah. Secara harfiah istilah ini
berarti lurus, teguh dan tetap.
11
Dalam al-Qur’an disebutkan,
☺ ⌧
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka tetap istikamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan mereka tiada pula berduka cita. QS. al-Ahqaf: 13.
Sebagai petugas pemadam kebarakan, tentu saja risiko yang ditanggung tidaklah kecil. Dalam upaya memadamkan kobaran api dan juga menyelamatkan para
korban, mereka harus mempunyai keberanian dan juga pengorbanan yang tinggi.
10
Sejarah Dinas Pemadam Kebakaran, dalam www.jakarta-fire.com
11
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, jilid II, h. 282.
Dalam menjalankan tugas, para petugas pemadam kebakaran tentu mempunyai keyakinan akan nasib mereka. Takdir yang akan mereka jalani, serta kejadian apa saja
yang menimpa mereka. Agama sebagai jalan hidup, memberikan beberapa penjelasan mengenai hal tersebut. Manusia hanya bisa berusaha, namun Tuhan jualah yang
menentukan segalanya. Sebelum menyerahkan segala sesuatunya, manusia diharuskan untuk berusaha
terlebih dahulu atau dalam istilah ikhtiyar. Setelah semua persyaratan terpenuhi dalam melaksanakan sesuatu, baru kemudian manusia menyerahkannya kepada Yang Maha
Tahu. Sebagai petugas pemadam kebakaran, prosedur standar yang telah mereka ikuti selama pendidikan dan latihan di antaranya:
a. Bidang Pencegahan Kebakaran 1. Inspektur Tingkat I
2. Inspektur Tingkat II 3. Bahan-bahan berbahaya B3
4. Tenaga PPL 5. Manajemen penyelamatan sistem kebakaran
b. Bidang Pemadaman Kebakaran 1. Petugas pemadam kebakaran tingkat I, II, III
2. Pengemudi Operator tingkat I, II 3. Montir kendaraan Operasional
4. Perwira kebakaran tingkat I, II, III 5. Instruktur
6. Refreshing Ka. Sektor 7. Refreshing Ka. Danton
8. Refreshing Ka. Regu
9. Komandan BALAKAR c. Bidang Keselamatan Jiwa Dan Harta Benda
1. Penyelamat 2. Petugas pelayanan gawat darurat
3. Rescue Khusus air, bangunan runtuh 4. Breathung Apparatus
5. Landing Crafft Rubber 6. Cameramen
d. Kursus singkat pemadam kebakaran 1. Program 1 hari
2. Program 2 hari 3. Program 3 hari
4. Program 5 hari
12
Melalui berbagai prosedur di atas, petugas pemadam kebakaran memadamkan kebakaran di lokasi kebakaran. Mereka melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan
prosedur yang telah diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Setelah melaksanakan prosedur yang ada, petugas pemadam kebakaran
menyerahkan segala sesuatunya kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini, agama dipahami oleh petugas pemadam kebakaran sebagai panduan dan pegangan
dalam menjalani kehidupan sehari-hari serta saat bertugas. Peran agama tersebut tentu mempunyai pengaruh dalam diri petugas pemadam kebakaran saat melaksanakan
tugas.
12
Sejarah Dinas Pemadam Kebakaran, dalam www.jakarta-fire.com
Dalam agama Islam, dikenal istilah istikamah. Bagaimana istikamah tersebut dipahami dan diyakini oleh petugas pemadam kebakaran saat mereka melaksanakan
tugas. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud untuk mengadakan
penelitian dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul “Agama dan Konsep Istikamah dalam Pekerjaan Berisiko Studi Kasus Para Pemadam Kebakaran
Unit Jakarta Barat” .
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah