Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan Seseorang

dilakukannya untuk kemudian tercermin pula dalam sikap dan perbuatan dalam kesehariannya. 20 Dalam kamus sosiologi pengertian agama religion mencakup tiga aspek yakni : pertama menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat speritual. Kedua, merupakan perangkat kepercayaan dan praktek-praktek speritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri. Ketiga, ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural. 21 Dari beberapa teori yang telah dikemukakan di atas, penulis berkesimpulan bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan yang menuntun manusia untuk dapat melewati kehidupan dunia ini sesuai dengan ajaran yang telah ditetapkan, sehingga tujuan dari penerapan ajaran tersebut dapat tercapai.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan Seseorang

Berbagai pendekatan yang digunakan oleh para ahli terhadap keberagamaan seseorang mengisyaratkan bahwa jika jiwa keagamaan bukan merupakan aspek psikis bersifat instinktif, yaitu unsur bawaan yang siap pakai. Jiwa keagamaan juga mengalami proses perkembangan dalam mencapai tingkat kematangannya. Dengan demikian, jiwa keagamaan tidak luput dari berbagai gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangannya. Dalam bukunya “Ilmu Jiwa Agama”, Jalaluddin menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan seseorang, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor Intern a. Faktor Hereditas 20 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qu’ar: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Masyarakat, Bandung : Mizan, 1997, h. 210 21 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, Jakarta: CV. Rajawali Press, 1993, h. 430 Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara turun-temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup kognitif, afektif, dan konatif. Tetapi, dalam penelitian terhadap janin terungkap bahwa makanan dan perasaan ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang dikandungnya. Rasul saw. mengatakan bahwa daging dari makanan yang haram, maka nerakalah yang lebih berhak atasnya. Rasul saw. juga menganjurkan untuk memilih pasangan hidup yang baik dalam membina rumah tangga, sebab menurut beliau keturunan berpengaruh. 22 b. Tingkat Usia hubungan antara perkembangan usia dengan perkembangan jiwa keagamaan tampaknya tak dapat dihilangkan begitu saja. Bila konversi lebih dipengaruhi oleh sugesti, maka tentunya konversi akan lebih banyak terjadi pada anak-anak, mengingat di tingkat usia tersebut mereka lebih mudah menerima sugesti. Namun, kenyataannya hingga usia baya pun masih terjadi konversi agama. Bahkan, konversi yang terjadi pada Sidharta Gautama, Martin Luther terjadi di usia sekiatr 40 tahunan. Kemudian Al-Ghazali mengalaminya pada usia yang lebih tua lagi. Padahal Robert H. Thouless membagi konversi menjadi konversi intelektual, moral, dan sosial. 23 c. Kepribadian Unsur bawaan merupakan faktor intern yang memberi ciri khas pada diri seseorang. Dalam kaitan ini, kepribadian sering disebut sebagai identitas jati diri seseorang yang sedikit banyaknya menampilkan ciri-ciri pembeda dari individu lain di luar dirinya. Dalam kondisi normal, memang secara individu 22 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005, h. 241-242 23 Jalaluddin, Psikologi Agama, h. 244 manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian. Dan perbedaan ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan. 24 d. Kondisi Kejiwaan Banyak jenis perilaku abnormal yang bersumber dari kondisi kejiwaan yang tak wajar ini. Tetapi, yang penting dicermati adalah hubungannya dengan perkembangan jiwa keagamaan. Sebagai bagaimanapun seorang pengidap schiziprhenia akan mengisolasi diri dari kehidupan sosial serta persepsinya tentang agama akan dipengaruhi oleh berbagai halusinasi. 2. Faktor Eksternal a. Lingkungan Keluarga Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu, sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut, kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada orang tua, yaitu mengazankan ke telinga bayi yang baru lahir, mengakikah, memberi nama yang baik, mengajarkan membaca Al-Qur’an, membiasakan salat serta bimbingan lainnya yang sejalan dengan perintah agama. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkand asark bagi perkembangan jiwa keagamaan. 25 b. Lingkungan Institusional Lingkunga institusional yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun yang nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi. 24 Jalaluddin, Psikologi Agama, h. 246 25 Jalaluddin, Psikologi Agama, h. 248 c. Lingkungan Masyarakat Sepintas, lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih mengkita sifatnya. Bahkan, terkadang pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam bentuk positif maupun negatif. 26 3. Fanatisme dan Ketaatan David Riesman, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin melihat bahwa tradisi kulutral sering dijadikan penentu di mana seseorang harus melakukan apa yang dilakukan nenek moyang. Dalam menyikapi tradisi keagamaan juga tak jarang munculnya kecenderungan seperti ini. Jika kecenderungan taklid keagamaan tersebut dipengaruhi unsur emosional yang berlebihan, maka terbuka peluang bagi pembenaran spesifik. Kondisi ini akan menjurus ke fanatisme. Sifat fanatisme dinilai merugikan bagi kehidupan beragama. Sifat ini dibedakan dari ketaatan. Sebab, ketaatan merupakan upaya untuk menampilkan arahan dalam inner directed dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama. 27

B. Istikamah 1. Pengertian Istikamah