Perundingan Helsinki Tahap II

oleh pemerintahan SBY-JK tawaran pemberian otonomi khusus pada Aceh dalam babak pertama Januari.

2. Perundingan Helsinki Tahap II

Sebelumnya Pemerintah Republik Indonesia RI dengan kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka GAM hari senin tanggal 21 Februari 2005 di Helsinki, Finlandia, kembali bertemu untuk membicarakan penyelesaian masalah Aceh. Pertemuan kedua ini berlangsung di Koeningstedt Estate. Yang berlangsung dengan perantaraan Crisis Management Initiative CMI sebuah lembaga yang dipimpin bekas presiden Finlandia Martti Ahtisaari. 40 . pembicaraan informal ini menghadirkan wakil II GAM , Perdana Mentri Malik Mahmud dan Mentri Luar Negerinya Zaini Abdullah. Adapun tujuan pembicaraan diskusi adalah bagaimana konflik antara pemerintah Indonesia dengan GAM yang telah berlangsung sejak akhir tahun 1976 dan telah menelan korban sebanyak 12.000 jiwa, dapat diselesaikan. 41 Pembicaraan “informal” ini, karena itu, dapat juga disebut sebagai “peace talks”. 42 Bagaimanapun juga, penentangan terhadap peace talks terkesan tidak terlalu kuat. Kantor Wakil Presiden nyaris tidak berpengaruh. Kantor tersebut bahkan telah menyiapkan sebuah agenda yang telah disepakati dengan pihak GAM untuk didiskusikan dalam 40 Nasional, “Pemerintah RI dan GAM Bicarakan Penyelesaian Aceh”, 21 Februari 2005 41 Thung Ju Lan, Thung Ju Lan, dkk, Penyelesaian Konflik di Aceh : Aceh dalam Proses Rekonstruksi Rekonsiliasi, h. 19 42 “peace talks”, bukanlah merupakan upaya pertama untuk menyelesaikan konflik politik dengan GAM, yang sementara itu kehadirannya identik dengan sebuah tuntutan kemerdekaan untuk sebuah wilayah yang dikonsepsikan sebagai Aceh, Sumatra. pembicaraan informal babak kelima yang akan dilakukan bulan Juli dan didalamnya terdapat soal-soal seperti : “menarik mundur kekuatan bersenjata kedua belah pihak, pengaturan pemberian amnesti dan kompensasi ekonomi untuk the rebels dan mengizinkan delegasi asing dari Uni Eropa dan ASEAN mengunjungi Propinsi NAD untuk meninjau infrastruktur dilapangan seandainya tercapai kesepakatan antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka. 43 Beriringan dengan suara-suara kontra, terdengar pula suara- suara pro. Dukungan terhadap peace talks baik berupa pernyatan maupun opini bermunculan disana sini bukan hanya di Jakarta maupun di Aceh, tetapi juga dikalangan dunia internasional. Helsinki begitu jadi amat popular, sebab di kota itulah nasib Aceh kedepan akan ditentukan mungkinkah Aceh akan menggapai perdamaian atau sebaliknya perang akan terus berkecamuk?. Masalah ini telah dibahas di Helsinki 12 hingga 17 April 2005 pada pertemuan babak ketiga yang dibatasi pada pembahasan Otonomi Khusus dan Self Government untuk Aceh.. 44 Perjalanan menuju Aceh yang damai belum berakhir. Berakhirnya perundingan Helsinki II meninggalkan banyak pertanyaan, terutama bagi kalangan elit politik Indonesia. Pertanyaan mereka berkisar tentang niatan GAM untuk mengusulkan bentuk self 43 Kompas, “Delegasi Asing di Aceh : Menhan Kecewa DPR Bocorkan Surat Rahasianya”, 30 Juni 2005. 44 Aceh Kita, “Dialog Babak Ketiga Helsinki, Mendebatkan Bentuk Pemerintahan Aceh,” April 2005, h. 4. government sebagai pengganti istilah otonomi khusus yang digunakan oleh Pemerintah RI. Para pejabat pemerintah dan elit politik di parlemen kontan melakukan penolakan terhadap usulan GAM yang menurut mereka berkonotasi dengan kemerdekaan. Secara harfiah, self government diartikan sebagai pemerintahan sendiri. Hal ini disebabkan dalam terminologi hukum internasional terdapat istilah nonself government territories atau wilayah yang tidak memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Indonesia tidak akan melakukan perubahan terhadap UU No. 18 tentang Otonomi Khusus. Artinya kesempatan GAM menggunakan pemilihan kepala daerah pilkada sebagai sarana perjuangan mereka telah ditutup rapat-rapat oleh Indonesia. Sedangkan GAM sendiri tidak menjelaskan secara terperinci perihal self government dan bagaimana memperjuangkannya. Dalam siaran persnya, GAM hanya menyatakan ide tersebut muncul untuk melepaskan diri dari deadlock dalam kerangka prinsip “nothing is agreed untull everything is agreed”. Sedangkan bentuk perjuangannya melalui referendum yang melibatkan rakyat Aceh. Bila kita mau belajar, beberapa negara di dunia yang memiliki permasalahan separatisme ternyata tidak semua menggunakan jalan kekerasan sebagai jalan utama penyelesaian konflik. perundingan adalah jalan pintu utama yang dikedepankan oleh para pihak yang berkonflik. Pada banyak kasus, perundingan berujung pada win-win solution, seperti di negara Cina, Inggris, Kanada dan lainnya.

3. Perundingan Helsinki Tahap III