Kelompok Elit, Intelektual, Tokoh AdatUlama, Kelompok Perantara, Kelompok Masyarakat Umum sebagai pihak berkepentingan dalam
penyelesaian konflik Aceh. Mayoritas masyarakat Aceh juga mendambakan hal yang sama karena mereka selama kurang lebih 30 tahun
terakhir sangat merasakan betapa pahit getirnya hidup dalam kondisi konflik yang panjang.
Sejak dulu masyarakat Aceh sudah terlatih hidup dalam suasana perang, namun karena psikologis sesungguhnya mereka juga pada
akhirnya merasa kelelahan menghadapi keaaan yang tidak stabil, tidak aman dan sama sekali tidak menguntungkan. Bahkan pada saat
diberlakukannya keadaan Darurat Militer I dan II Mei 2003 sd April 2004, jangankan ikut serta melakukan sesuatu bagi penyelesaiannya,
berinisiatif atau mengeluarkan pendapat saja mengenai konflik yang berlangsung betapa besar resikonya.
37
1. Perundingan Helsinki Tahap I
Persoalan masa lalu yang cukup menoreh duka bagi masyarakat Aceh, sebelum tsunami hingga peristiwa tsunami yang memporak-
porandakan Aceh beserta infrastruktur didalamnya, hingga masa depan Aceh kemanakah akan dibawa dengan permasalahan-permasalahan
yang datang bertubi-tubi seakan tanpa henti. Dihadapkan dengan keadaan yang serba sulit ini pulalah, maka sebutir gagasan dan sebersit
prakarsa untuk mengakhiri konflik Aceh pasti disambut antusias, serta
37
Ungkapan salah seorang peserta dislusi penelitian yang dilaksanakan oleh TIM LIPI di Banda Aceh 2004.
penuh harapan.
38
Oleh karena itu pula perundingan perdamaian antara pemerintah Republik Indonesia dan pihak GAM di Helsinki yang
diadakan sejak tahap pertama Januari 2005 sampai tahap kelima Agustus 2005 mendapat respon yang sangat positif dari hampir
seluruh kelompok mayarakat Aceh dan Bangsa Indonesia lainnya.
39
Bagi mereka, berupaya mengakhiri konflik melalui jalan perundingan dan dialog adalah cara yang lebih terhormat dan bermartabat serta
sangat manusiawi, daripada menggelar perang yang hanya menghasilkan korban harta benda, nyawa dan harkat kemanusiaan.
Jika memang air mata dan darah tak boleh lagi menetes setitik pun, berunding adalah jalan satu-satunya untuk mengakhiri konflik
bersenjata di Aceh. Sejak bulan Januari 2005, SBY mulai meneruskan langkah pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid dan presiden
Megawati, untuk melakukan pembicaraan informal dengan tokoh- tokoh GAM di Helsinki ibukota Finlandia, mungkin tidak banyak
warga Aceh yang tahu dimana posisi Helsinki dalam peta dunia. Tapi, ibukota Finlandia itu kian ramai disebut-sebut sebagai warga Aceh
dalam dua bulan terakhir. Ya di warung kopi, di pasar. Bahkan jadi pembicaraan anak-anak di sekolah. Beberapa isu penting telah muncul
dalam lima babak pembicaraan informal dan menjadi bahan diskusi kedua belah pihak. Proses pembicaraan dimulai dengan diajukannya
38
Thung Ju Lan, dkk, Penyelesaian Konflik di Aceh : Aceh dalam proses Rekonstruksi Rekonsilisasi, Jakarta : Riset Kompetitif Pengembangan IPTEK Sub Program Otonomi Daerah
Konflik dan Daya Saing-LIPI, 2005, h. 47.
39
Thung Ju Lan, dkk, Penyelesaian Konflik di Aceh : Aceh dalam Proses Rekonstruksi Rekonsiliasi, h. 48.
oleh pemerintahan SBY-JK tawaran pemberian otonomi khusus pada Aceh dalam babak pertama Januari.
2. Perundingan Helsinki Tahap II