Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masih teringat dengan jelas dalam benak, tragedi yang meluluh- lantahkan Aceh yang dikenal sebagai tanah rencong itu pada 26 Desember 2004 lalu, yang begitu banyak menyisakan kepiluan yang begitu mendalam, akibat dari gempa dan tsunami yang menambah pedihnya tragedi yang selama ini selalu akrab dan mewarnai kehidupan di Aceh. Bencana gempa dan tsunami, pada akhirnya dapat menghentikan peperangan antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka GAM yang sudah mencapai tingkat eskalasi tang teinggi karena sudah melibatkan kekuatan bersenjata dan pada tahun 2003 sudah terjadi perang terbuka dalam skala yan meluas ke berbagai wilayah di Aceh. 1 Dengan demikian, pada periode itu konflik yang mungkin awalnya tidak realistik sudah menjadi realistik karena jatuhnya korban di kedua belah pihak dan bahkan menimbulkan dendam di antara mereka yang tampak dari serang-serangan balasan yang lebih gencar yang dilancarkan masing-masing pihak. 1 Thung Ju Lan, dkk, Penyelesaian Konflik di Aceh : Aceh dalam Proses Rekonstruksi Rekonsiliasi, Jakarta : Riset Kompetitif Pengembangan IPTEK Sub Program Otonomi Daerah Konflik dan Daya Saing-LIPI, 2005 , H.13. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa konflikpun sudah sangat terorganisir dan jelas batas-batasnya, bahkan dikotomi diantara masyarakat Aceh sudah pula terjadi mengikuti pihak-pihak yang berkonflik tersebut antara yang pro-Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikenal dengan NKRI dan pro-Gerakan Aceh Merdeka, walaupun sesungguhnya masih banyak orang Aceh yang tidak memihak, namun posisi mereka menjadi tidak tampak akibat dikotomi yang kian lama kian mengkristal itu. Oleh sebab itu, tidak mengerankan apabila upaya perdamaian yang diupayakan pada masa-masa sebelum bencana tsunami mengalami kegagalan. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, yang kemudian lebih dikenal SBY-JK, konflik di Aceh yang memilukan secara perlahan mendapat gambaran dan titik terang yang mengarah kepada penyelesaian yang semakin jelas. Dengan pendekatan sangat simpatik, SBY melakukan kunjungan dan dialog langsung dengan elemen-elemen masyarakat Aceh dari kota hingga ke berbagai pelosok daerah terpencil untuk bertemu, mendengar dan melihat langsung harapan, penderitaan dan aspirasi masyarakat Aceh. 2 Dalam rangka mengatasi penderitaan rakyat yang berkepanjangan di Aceh, SBY telah melakukan sebuah komitmen yang memang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin dan menjadi bagian dari sebuah penderitaan bangsa. Dalam hal ini adalah wilayah Aceh yang 2 Munawar Fuad Noeh, SBY dan Islam, Depok : Lembaga Studi dan Advokasi Kerukunan Umat Beragama, 2004, Cet. 1, h. 42 merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian serius. Perlu ditekankan disini bahwa setiap kebijakan dan keputusan pemerintah haruslah akuntabel. Implementasi kebijakan ini juga harus memiliki legalitas dan legitimasi yang tinggi. Pemerintah harus berhati- hati dalam mengembangkan kebijakan penanganan masalah Aceh, agar tidak salah mengidentifikasikan permasalahan fundamental yang ada di Aceh, sehingga akhirnya kebijakan dan strategi yang dikembangkan juga tepat. Pandangan banyak pihak, sepertinya peristiwa tsunami memang mempengaruhi pertimbangan para pihak yang berkonflik sehingga akhirnya pada bulan Agustus 2005 bisa dicapai kesepakatan atau parjanjian damai di Helsinki yang melegakan banyak orang, khususnya mereka yang tidak memahami akar masalah konflik GAM-NKRI namun malah menjadi orban yang paling merugikan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah