yang tidak mendukung perjuangan GAM. GAM gabungan adalah suatu kelompok yang memanfaatkan dan mencari keuntungan dari suatu konflik
guna dapat merampok, teror dan pemerasan terhadap rakyat.
15
C. Gerakan dan Perjuangan Aceh Merdeka
Di atas sudah dijelaskan apa itu GAM dan sasaran perjuangannya. Pada bagian ini saya akan membahas sedikit mengenai gerakan dan
perjuangan Aceh merdeka. Meskipun GAM sudah lahir, pada pemilu 1977 rakyat Aceh belum banyak mengetahui tentang gerakan perlawanan
tersebut. Apalagi setelah diproklamasikannya GAM ternyata tidak langsung melakukan perlawanan bersenjata, karena saat itu GAM tidak
memiliki persenjataan sehingga gerakan ini sama sekali tidak muncul ke permukaan. Disamping itu, terbatasnya tokoh-tokoh pimpinan GAM
membuat campur aduknya tugas-tugas perjuangan politik dengan tugas perjuangan militer, sehingga konsentrasi perjuangannya tidak fokus.
Sementara tokoh-tokoh yang mengurusi bidang perjuangan militer, sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam membangun basis militer GAM,
sehingga di tahap awal, praktis GAM tidak memiliki kekuatan militer. GAM ini merupakan bentuk perlawanan sebagian rakyat Aceh yang ingin
mengoreksi kedzaliman pemerintahan orde baru.
15
Suradi, Analisa Kriminologis Terhadap Perlawanan GAM Kepada Pemerintahan Pusat : Studi Kasus Konflik Aceh Tahun 2000-2002, h. 40-41.
GAM pada awalnya adalah gerakan yang masih bernafaskan keislaman. Maksudnya sebuah gerakan yang ingin mendirikan Republik
Islam Aceh dengan memberlakukan syari’at Islam. Bila dilihat dari dasar berdirinya, GAM pada dasarnya merupakan
bentuk protes dan perlawanan terhadap pemerintah pusat yang tidak menanggapi suara-suara rakyat Aceh. GAM dalam memainkan aksi dan
peranannya untuk memisahkan diri dari NKRI melalui tindakan separatis, bersenjata, radikal dan kultural dikendalikan oleh tokoh-tokoh yang
berdomisili di luar negeri Malaysia, Singapura dan Swedia.
16
Mereka dengan aktif menjalani hubungan dengan perwakilan negara-negara di
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperoleh dukungan bagi upaya memisahkan diri dari NKRI.
Dalam sebagian besar dekade 1980-an, GAM merasionalisasi status politiknya dan memperkuat sayap militer Angkatan Gerakan Aceh
Merdeka AGAM. Dalam periode ini, sebagian dari 400 kader Aceh dilaporkan dikirim ke Libya untuk latihan militer. Tahun 1989, GAM
merasa cukup kuat untuk menyerang pasukan pemerintah, warga sipil dan orang-orang yang dicurigai sebagai mata-mata. Pemerintah membalas
dengan operasi militer dan tindak penumpasan berskala besar. Pada tahun 1992, tampak bahwa pemerintah mengendalikan situasi
sepenuhnya. Tetapi, operasi militer yang ditandai dengan pelanggaran hak- hak asasi manusia kemudian menjadi sorotan publik yang luas tidak lama
16
Syarifuddin Tippe, Aceh di Persimpangan Jalan, h. 70.
setelah kerusuhan politik Mei 1998. GAM memanfaatkan situasi tersebut dengan melancarkan serangan besar-besaran dan konfrontasi senjata di
mulai kembali. Bagi pemerintah Indonesia, kejahatan yang dilakukan oleh
Gerakan Aceh Merdeka GAM di Aceh seperti ini dapat dikategorikan sebagai “sedition” kejahatan terhadap penguasa. Dimana pada sedition
disebutkan bagaimana usaha-usaha untuk menggulingkan, sikap memusuhi pemerintah secara tertulis, mengadakan pidato-pidato dan
sebagainya.
17
Masyarakat Aceh pada umumnya tidak menyukai dan mendukung perjuangan Gerakan Aceh Merdeka GAM. Mereka hanya mencari
perlindungan dari gangguan keamanan akibat konflik yang terjadi di daerahnya. Mereka juga menuntut kepastian hukum dari pemerintah pusat
untuk segera dapat memulihkan kondisi keamanan dari gangguan serta ancaman yang dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka maupun akibat dari
kekerasan dan kekejaman semasa Aceh masih dalam status DOM.
18
Sementara sikap masyarakat Aceh yang terkesan mendukung perjuangan Gerakan Aceh Merdeka pada dasarnya hanya dilakukan
dengan terpaksa untuk menghindari kekerasan dan kekejaman GAM. Sebenarnya mereka menginginkan pemerintah pusat dapat menghentikan
serta menindak tegas pelaku kekerasan di Aceh.
17
Soejono Soekanto, Kamus Kriminologi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988, h. 87.
18
Syamsudin Otto Ishak, Dari Maaf ke Panik Aceh, Jakarta :YAPPIKA, LSPP Cordopa, 2000, h. 1-6.
Perjuangan dan Gerakan Aceh Merdeka semakin kuat karena GAM dapat menguasai dan mempengaruhi masyarakat setempat. Sementara
pemerintah pusat tidak dapat mengatasi semua ini, sehingga pemerintah pusat kesulitan mengatasi konflik Aceh. Masyarakat Aceh mendambakan
keamanan daerahnya dari berbagai macam konflik, baik yang dilakukan oleh GAM maupun oleh oknum aparat yang bertugas di Aceh. Masyarakat
ingin mendapat perlindungan keamanan, pendidikan, pekerjaan dan masa depannya tanpa ada keributan atau konflik, sementara pemerintah pusat
tidak dapat berbuat banyak. Inilah kesempatan baik bagi GAM untuk masuk dan mempengaruhi masyarakat guna mendukung perjuangannya.
Masyarakat kemudian masuk ke dalam perangkap politik Gerakan Aceh Merdeka GAM.
Lumpuhnya pemerintahan sipil di Aceh dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Gerakan Aceh Merdeka GAM dengan tidak mengakui
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan di Aceh. Sehingga masyarakat Aceh dengan terpaksa tunduk dan takut atas peraturan yang
dibuat oleh Gerakan Aceh Merdeka GAM. Lamban tidak ada kepastian hukum atau politik yang tegas dari pemerintah pusat untuk melindungi
masyarakat Aceh dari ancaman Gerakan Aceh Merdeka, maka dengan terpaksa masyarakat harus taat dan patuh terhadap kebijakan yang dibuat
oleh Gerakan Aceh Merdeka untuk bertahan hidup dan mencari selamat dari gangguan keamanan yang tidak menentu.
19
19
Kompas, 26 Agustus 2002, h. 26.
Masyarakat yang telah bergabung dalam Gerakan Aceh Merdeka, cenderung berpikiran kasar, kejam serta bringas karena telah dipropokasi
oleh GAM untuk hal-hal yang menguntungkan pihak GAM. Sebelum bergabung dalam organisasi separatis Gerakan Aceh Merdeka mereka
telah membawa rasa dendam baik kepada aparat, pemerintah pusat maupun terhadap GAM sendiri. Pada umumnya mereka telah mengalami
penderitaan baik secara fisik maupun prikis, serta harta benda yang telah dirampas atau diminta secara paksa baik oleh aparat maupun oleh Gerakan
Aceh Merdeka sendiri. Dengan alasan itu mereka melampiaskan dendamnya kepada mayarakat lainnya, sehingga masyarakat yang lain
juga mengalami nasib yang sama sehingga masyarakat Aceh dalam kebingungan serta tidak dapat berbuat apa-apa, mereka seakan pasrah
kepada nasib yang tidak menentu.
20
Sayangnya pemerintah Indonesia pada saat itu kurang cepat menanggapinya, sehingga masyarakat Aceh kecewa kepada pemerintah
pusat. Ini yang membuat GAM dapat berbaur dengan masyarakat dan sulit untuk dipisahkan, sehingga dukungan yang maksimal tertuju kepada GAM
yang mereka anggap sebagai pelindung dan pahlawan bagi masyarakat setempat. Kesetiaan masyarakat Aceh kepada GAM ditandai dengan
sumpah untuk setia dan tunduk serta mendukung kepada pejuangan Gerakan Aceh Merdeka GAM. Ini terjadi hampir diseluruh daerah yang
20
Kompas, 26 Agustus 2002, h. 25.
telah dikuasai serta dijadikan basis kekuatan dari Gerakan Aceh Merdeka GAM.
21
Puncak dari kesetiaan masyarakat Aceh kepada Gerakan Aceh Merdeka terlihat pada saat Sentral Informasi Referendum Aceh SIRA
yang diketuai oleh Nazaruddin S.Ag berkumpul di pusat kota di halaman Masjid Raya Baitul Rahman Banda Aceh untuk melakukan sumpah
bersama pertama pada tanggal 28 Oktober 1999, yang terkenal dengan Sumpah Bangsa Aceh dengan opsi bergabung atau pisah dari Negeri
Kesatuan Republik Indonesia yang dihadiri oleh sekitar 100 ribu orang. Setelah sumpah pertama dianggap berhasil, maka masyarakat Aceh
kembali berkumpul untuk yang kedua kalinya dan berikrar bersama di halaman masjid yang sama pada tanggal 8 November 1999, kali ini
masyarakat yang berkumpul bertambah hingga mencapai kurang lebih 2 juta orang dengan acara “Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum
SU-MPR”. Ini menandai bahwa masyarakat Aceh mulai tidak percaya lagi kepada pemerintah pusat, sehingga mereka mencari jalan keluar dari
kesulitan yang sedang menimpa daerah serta dirinya dan dari gangguan kekerasan politik yang sedang mereka alami.
22
Ketidaktegasan dari pemerintah pusat, dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh Gerakan Aceh Merdeka dengan menghasut serta
mengancam masyarakat setempat guna mendukung perjuangannya untuk
21
Harian Tempo, 28 Januari 2002.
22
Syarifuddin Tippe, Aceh di Persimpangan Jalan h. 61-63.
membentuk negara sendiri atau memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI.
Tetapi perjuangan dari GAM telah menyimpang jauh dari harapan yang telah diimpikan oleh masyarakat Aceh. Kebrutalan yang dilakukan
oleh prajurit GAM sama seperti yang pernah dilakukan oleh aparat pada masa DOM. Penderitaan rakyat tidak ada habis-habisnya, akhirnya tumbuh
dendam dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Perjuangan Gerakan Aceh Merdeka atau Aceh Sumatera National
Liberation Front ASNLF sama halnya dengan SIRA, yang menanamkan visi kepada masyarakat agar setia dan berbagai lapisan sosial termotivasi
berperan aktif dalam melakukan tindakan revolusioner.
23
Perjuangan mereka mengangkat aspek historis dari kesenjangan sosial, ekonomi dan
ketidakadilan yang digunakan untuk melegitimasi gerakan yang dilakukan, disamping menimbulkan efek psikologis pada masyarakat untuk memberi
dukungan terhadap perjuangan mereka. Karena Aceh tidak mendapatkan imbalan seperti apa yang mereka inginkan dari pemerintah pusat, maka
perpecahan pun tak dapat dihindari. Ada 3 strategi GAM dalam membangun kekuatan organisasinya,
yaitu : 1 memanfaatkan sikap represif pemerintah terhadap situasi Aceh, 2 melalui pembangunan jalur internasional dan 3 memanfaatkan
perasaan takut dan khawatir para investor lokal maupun asing yang
23
Syarifuddin Tippe, Aceh di Persimpangan Jalan h. 70.
berdiam di Aceh. Bisa diinterpretasikan bahwa tokoh-tokoh GAM telah melakukan intimidasi atau teror terhadap para investor, agar memberikan
sumbangan khusus kepada gerakan separatis tersebut.
24
GAM membagi basis organisasinya menjadi 2 fungsi, yaitu : 1 fungsi politik dan diplomasi, basis perjuangannya berada di Swedia dan
dikoordinasikan langsung oleh ketua GAM Hasan Tiro. Dari Swedialah gerakan separatis Aceh ini mempropagandakan perjuangannya ke dunia
internasional untuk menarik perhatian masyarakat dunia. Dari sini pula GAM memojokkan pemerintahan RI dan TNI dalam menangani kasus
Aceh. 2 fungsi pertahanan dan kekuatan militer, basis perjuangannya berada diperbatasan Aceh Utara, Aceh Pidie dan dikoordinasikan langsung
oleh panglima perang GAM Tengku Abdullah Syafei. Tugas kekuatan militer GAM hanya bertempur, bergerilya dan
menghancurkan kekuatan TNI. Pihak Militer GAM diizinkan melakukan manuver politik publikasi dalam rangka perang komunikasi dengan
pemerintah maupun TNI.
25
Pada dimensi karakteristik gerakan, kelompok Hasan Tiro ini sesungguhnya merupakan gerakan operasi gerilya yang
bersifat revolusioner. Karakteristik GAM yang dimaksud dapat diidentifikasikan melalui penggunaan front-front politik, klandestin
secara rahasia dan bersenjata. Dengan mengoptimalkan front-front tersebut, GAM telah
mengubah formasi sosio-kultural masyarakat Aceh. Fenomena ini tampak
24
Hasan Tiro, GAM Hasan Tiro dalam Perjuangan Bangsa Aceh, h. 113.
25
Hasan Tiro, GAM Hasan Tiro dalam Perjuangan Bangsa Aceh, h. 115-116.
pada cara-cara GAM melakukan propaganda agar masyarakat Aceh menghindarkan diri dari perbuatan yang melanggar norma-norma kultural
religius. Tetapi di sisi lain, mereka sendiri tidak mencerminkan nilai-nilai itu.
Strategi perang dan markas tampaknya merupakan 2 hal yang menyatu dalam konsep perlawanan bersenjata GAM. Keduanya bisa
disebutkan sebagai satu kesatuan utuh kekuatan GAM dalam rangka menghadapi kemungkinan gempuran TNI. Tak heran, jika masing-masing
markas panglima GAM memilih strategi perangnya. Markas panglima GAM ini sama sekali tidak bisa diketahui oleh pasukan maupun panglima
GAM di wilayah lain. Tapi masing-masing markas GAM tetap memiliki adanya kesamaan atau kemiripan strategi sebagai benang merah
perjuangannya. Selain dari markas besar GAM yang selalu berpindah-pindah, ada
strategi lain yang dilakukan dalam perjuangannya, yaitu dari pakaian loreng, peralatan perang bahkan demi lancarnya koordinasi perjuangan
GAM membangun rusa-ruas jalan rahasia di segala penjuru hutan bukit barisan. GAM juga memiliki mobil operasional yang memiliki sound
sistem super canggih dan mendapat pasokan senjata dan amunisi secara terus-menerus. Dengan berbagai sarana maupun prasarana tersebut
ditambah dukungan moral dari segenap rakyat Aceh, GAM seakan-akan berada diatas angin.
26
26
Hasan Tiro, GAM Hasan Tiro dalam Perjuangan Bangsa Aceh, h. 120-124.
Para anggota GAM tidak bisa seenaknya mempergunakan senjatanya, ada sanksi-sanksi berat apabila aturan yang telah dibuat
dilanggarnya, sanksi tersebut berupa tembak mati. Selain menjaga aset kekayaan rakyat Aceh, GAM secara terus-menerus melakukan persiapan
perlawanan bersenjata dengan berbagai strategi. Strategi lain yang sering dilakukan pasukan GAM adalah menembaki markas polisi atau TNI dari
mobil yang sedang melaju. Strategi dari pasukan GAM adalah mereka memata-matai sikap aparat TNI, baik lewat orang GAM sendiri maupun
lewat intelijennya.
27
Strategi yang lain dari sebagian anggota GAM radikal ialah mengiring masyarakat sipil yang tak berdosa. Tengku Abdullah
Syafei tidak setuju dengan strategi ini, tapi ada saja anggota GAM radikal yang melakukannya dan terakhir dilakukan pada Mei 1999 dalam
peristiwa atau tragedi kruengoeukeuh. Lhokseumawe Aceh Utara. Gerakan dan perjuangan Aceh Merdeka ini tidak terlepas dari
dukungan dunia internasional. Hal ini bisa dilihat dari masuknya berbagai senjata canggih ke Aceh sekitar tahun 1996. Gelombangnya makin deras
setelah presiden Soeharto jatuh dan para pejuang GAM di luar negeri berasumsi peluang Aceh merebut kemerdekaannya makin besar dengan
pasukannya yang membaur dengan rakyat. Oleh karena itu, GAM menyangkal fakta bahwa Aceh berjuang
bersama daerah lain untuk kemerdekaan Indonesia. Tak hanya itu, Hasan Tiro juga menyangkal proklamasi kemerdekaan Indonesia disambut
27
Hasan Tiro, GAM Hasan Tiro dalam Perjuangan Bangsa Aceh, h. 125-127.
gembira oleh rakyat Aceh, pada saat Aceh menjadi NKRI. Kalaupun itu dilakukan, menurut Hasan Tiro sebagai seorang pemimpin GAM adalah
suatu kebodohan yang dilakukan oleh pemimpin Aceh pada tahun 1945.
28
Ada empat konsep perjuangan GAM. Pertama, GAM sebagai gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kedua, konsep ketatanegaraan yang digalang Hasan Tiro di Aceh adalah sebuah kerajaan monarki. Ketiga, tidak memiliki
kekuatan dan pengaruh dari berbagai kalangan rakyat Aceh, sehingga gerakan ini selalu melakukan dan mengkonsentrasikan diri pada konsep
perang gerilya serta teror perkotaan. Dengan strategi ini jelas tidak terlihat satu kota pun yang pernah diduduki atau direbut GAM. Keempat, Hasan
Tiro lebih berorientasi kepada pola pikir barat. Dengan demikian, keterlibatan kaum ulama terutama dalam perkembangan selanjutnya
sangatlah kecil. Bahkan dalam perkembangan terakhir Hasan Tiro bersama pengikutnya lebih memilih mengarahkan orientasi kepada perjuangan
sekulerisme yaitu mengikis orientasi perjuangan norma-norma keislaman di dalam perjuangan GAM, dengan tujuan agar bisa lebih cepat mendapat
simpati masyarakat internasional, khususnya barat.
29
28
Dr. M. Isa Sulaeman, Aceh Merdeka : Ideologi, Kepemimpinan dan Gerakan, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2000, h. 17.
29
Neta S. Pane, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka : Solusi, Harapan dan Impian, h. 47-48.
BAB III ORIENTASI PENYELESAIAN KONFLIK ACEH :