1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian Demam Berdarah Dengue DBD merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia
2009, masalah DBD di Indonesia mengalami peningkatan khususnya tahun 2008-2009, yaitu
Incidence Rate IR sebesar 59,02 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate CFR 0,86 di tahun 2008 menjadi 68,2 per 100.000
penduduk dan 0,89 di tahun 2009 . Pada tahun yang sama, Jawa Barat merupakan provinsi dengan kasus kematian karena DBD terbanyak di Indonesia
dengan CFR sebesar 0,83. Berdasarkan data Profil Kesehatan Republik Indonesia 2011 diketahui
ternyata kejadian DBD menjadi masalah di Jawa Barat dengan IR sebesar 31,87 per 100.000 penduduk, dan mengakibatkan 26 wilayah Jawa Barat terjangkit
DBD. Sedangkan, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2011 diketahui bahwa Kota Bekasi menempati urutan ke lima dengan kejadian
DBD paling tinggi se- Jawa Barat dengan CFR sebesar 1,43 pada tahun 2011. Sampai saat ini, penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan di Kota
Bekasi. Berdasarkan laporan Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bekasi 2013, telah terjadi peningkatan kejadian DBD dari tahun
2011-2013. Pada tahun 2011 IR DBD sebesar 27 per 100.000 penduduk, tahun 2012 sebesar 37 per 100.000 penduduk dan tahun 2013 sebesar 58 per 100.000
penduduk serta telah melewati indikator IR DBD nasional tahun 2013 sebesar 52 per 100.000 penduduk.
Terdapat beberapa wilayah di Kota Bekasi yang menjadi wilayah endemis DBD selama tahun 2011-2013, salah satunya Kecamatan Rawalumbu. Puskesmas
Pengasinan merupakan Puskesmas dengan wilayah kerja yang berada di Kecamatan Rawalumbu dan memiliki jumlah kejadian DBD paling tinggi di
antara wilayah kerja puskesmas lain di Kecamatan Rawalumbu dengan 139 kejadian dari jumlah 149 kejadian DBD di Kecamatan Rawalumbu pada tahun
2013. Kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Pengasinan cenderung
meningkat dari tahun 2011-2013. Pada tahun 2011 terdapat 49 kejadian DBD dengan 2 kejadian meninggal. Tahun 2012 terdapat 42 kejadian dengan 2 kejadian
meninggal. Tahun 2013 kejadian DBD mengalami peningkatan 3 kali lipat dari dua tahun sebelumnya yakni 139 kejadian.
Kejadian DBD dapat menimbulkan kematian dan Kejadian Luar Biasa KLB, oleh karena itu kejadian DBD perlu diatasi berdasarkan faktor yang dapat
berhubungan dengan kejadian DBD. Kejadian DBD yang tinggi dapat dipengaruhi oleh mobilitas serta kepadatan penduduk Putri, 2008.
Faktor kepadatan penduduk dapat berhubungan dengan kejadian DBD di suatu wilayah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Daud 2005 di
Kota Palu dengan desain cross sectional melalui analisis spasial diketahui bahwa
kepadatan penduduk berhubungan dengan kejadian DBD. Penelitian lain oleh
Suyasa et al 2007 di Kota Denpasar juga menunjukkan bahwa kepadatan penduduk berhubungan dengan kejadian DBD.
Program penanggulangan DBD seperti penyelidikan epidemiologi DBD dan Pemeriksaan Jentik Berkala PJB DBD berdampak pada angka kejadian
DBD. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Hairani 2009 di Kota Depok dengan desain
ecological study melalui analisis spasial, diketahui bahwa semakin besar cakupan penyelidikan epidemiologi DBD maka semakin rendah
angka kejadian DBD. Adapun kegiatan PJB dapat mengetahui kepadatan jentik vektor di suatu lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Erliyanti
2008 di Kota Metro Provinsi Lampung, diketahui bahwa kepadatan jentik vektor berhubungan dengan angka kejadian DBD.
Penyelesaian masalah DBD dapat dilakukan dengan teknik analisis manajemen penyakit berbasis wilayah dengan analisis spasial Achmadi, 2005.
Pemanfaatan analisis spasial kejadian DBD diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengetahui pola penyebaran penyakit DBD sehingga dapat
menyelesaikan masalah DBD berdasarkan luas wilayah. Sebagaimana pemanfaatan analisis spasial yang telah dilakukan di Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan oleh Hasyim 2009, dapat memperlihatkan pola penyebaran DBD melalui pemetaan dan dihubungkan dengan determinan lain seperti kegiatan
upaya pengendalian DBD yang telah dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Faiz et al 2013 di Kota Semarang,
diketahui bahwa analisis spasial dapat menghasilkan informasi tentang pola
penyebaran DBD cenderung berkelompok di Kota Semarang dan dapat digunakan untuk upaya pengendalian berdasarkan wilayah sebaran di Kota Semarang.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada bulan Februari 2014 diketahui bahwa pemanfaatan analisis spasial belum digunakan di Dinas
Kesehatan Kota Bekasi dan Puskesmas Pengasinan. Diketahui juga bahwa tidak adanya penelitian sebelumnya mengenai faktor yang berhubungan dengan
kejadian DBD di Puskesmas Pengasinan. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti bagaimana penyebaran kejadian DBD dengan analisis spasial dan mengamati
faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD, karena sampai saat ini kejadian DBD masih tinggi.
1.2 Rumusan Masalah