Berdasarkan gambar 5.6 dapat diketahui bahwa luas penyebaran kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Pengasinan dari tahun 2011-
2013 semakin bertambah. Menurut analisis convex hulls diketahui bahwa
luas penyebaran kejadian DBD paling luas ialah pada tahun 2013 seluas 570,863 Ha, kemudian tahun 2012 seluas 535,516 Ha dan tahun 2011 seluas
509,838 Ha. Artinya luas penyebarannya meningkat dari tahun ke tahun.
5.2.3 Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Jumlah kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Pengasinan menurut jenis kelamin dan kelompok umur dapat disajikan dalam tabel di
bawah ini: Tabel 5.5
Distribusi Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Pengasinan Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun
2011-2013
Variabel
Tahun 2011
2012 2013
n IR
n IR
n IR
Jenis Kelamin
Perempuan 25
54,34 58,74 21 52,5
50,15 56
43,07 133,74 Laki
– laki 21
45,65 48,45 19 47,5
44,22 74
56,92 173,57 Total
46 100
53,55 40 100
47,15 130 100
153,83
Kelompok Umur
0-4 tahun 2
4,34 36
3 7,5
54,8 12
9,23 215,9
5-14 tahun 13
28,26 95,4
14 35
103,9 34
26,15 251,7
15-24 tahun 12
26,08 79,1
10 25
66,8 39
30 259,1
25-49 tahun 16
34,78 39,9
8 20
20,1 32
24,61 81,1
50 tahun 3
6,52 26
5 12,5
44,3 13
10 118,7
Total 46
100 53,5
40 100
47,1 130
100 153,8
Sumber: Data Puskesmas Pengasinan , Keterangan: IR= Incidens Rate per 100.000 penduduk
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa pada tahun 2011-2012 penyakit DBD paling banyak diderita oleh perempuan, sedangkan pada tahun 2013
paling banyak diderita oleh laki-laki. Sedangkan kejadian DBD pada setiap kelompok umur selalu mengalami perubahan. Angka IR DBD paling tinggi
terjadi pada kelompok umur 5-14 pada tahun 2011-2012 dan kelompok umur 15-24 tahun pada tahun 2013. Ada peningkatan IR DBD pada
kelompok umur 0-4 tahun di tahun 2013.
5.2.4 Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Berdasarkan Kepadatan Penduduk dan Kepadatan Jentik Vektor
Jumlah kepadatan jentik vektor dapat dilihat melalui rata- rata nilai Angka Bebas Jentik ABJ. Suatu wilayah memiliki kepadatan jentik vektor
tinggi apabila memiliki nilai ABJ di bawah 95. Adapun jumlah kejadian DBD berdasarkan kepadatan penduduk dan kepadatan jentik vektor di
wilayah kerja Puskesmas Pengasinan ialah sebagai berikut: Tabel 5.6
Jumlah Kejadian DBD Berdasarkan Kepadatan Penduduk dan Kepadatan Jentik Vektor Melalui ABJ di Wilayah Kerja
Puskesmas Pengasinan Tahun 2011 -2013
Kelurahan 2011
2012 2013
IR DBD Kepadatan
Penduduk ABJ
IR DBD Kepadatan
Penduduk ABJ
IR DBD Kepadatan
Penduduk ABJ
Pengasinan 74,55
19231,99 94
38,16 19268,38
96,25 179,64
19237,50 95,75
Sepanjang Jaya
20,84 11424,83
95,38 61,68
11029,93 97,25
111,86 10946,26
96,5 Total
53,55 15176,68
94,69 47,15
14989,05 96,75
153,83 14852,83
96,13
Sumber: Data Puskesmas Pengasinan, Kelurahan Pengasinan dan Sepanjang Jaya , Keterangan: IR= Incidens Rate per 100.000 penduduk , Kepadatan Penduduk dalam Jiwa Km
2
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa pada tahun 2011-2013 kejadian DBD pada populasi penduduk IR DBD di wilayah kerja Puskesmas
Pengasinan mengalami
peningkatan, tingkat
kepadatan penduduk
mengalami penurunan dan nilai ABJ di wilayah kerja Puskesmas Pengasinan cenderung mengalami peningkatan atau kepadatan jentik vektor
menurun. Jika dilihat berdasarkan wilayah kelurahan, diketahui bahwa pada tahun
2011 dan 2013 IR DBD paling tinggi terjadi pada wilayah dengan kepadatan penduduk paling tinggi serta nilai ABJ paling rendah atau
kepadatan jentik vektor tinggi yakni Kelurahan Pengasinan. Sedangkan pada tahun 2012 IR DBD paling tinggi terjadi pada wilayah dengan kepadatan
penduduk yang paling rendah serta wilayah dengan nilai ABJ paling tinggi atau kepadatan jentik vektor rendah yakni Kelurahan Sepanjang Jaya.
Diketahui bahwa nilai ABJ di wilayah kerja Puskesmas Pengasinan dari tahun 2011-2013 mengalami perubahan. Pada tahun 2011, kepadatan jentik
vektor di wilayah kerja Puskesmas Pengasinan tinggi karena nilai ABJ di bawah 95, sedangkan pada tahun 2012-2013 kepadatan jentik vektor
rendah karena nilai ABJ berada di atas 95. Dan diketahui dari tahun 2011-2013 nilai ABJ Kelurahan Sepanjang Jaya lebih tinggi dibandingkan
Kelurahan Pengasinan.
5.2.5 Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Berdasarkan Penyelidikan Epidemiologi DBD dan Fogging Fokus
Penyelidikan epidemiologi dilakukan sebagai upaya penanggulangan DBD. Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh petugas Puskesmas
berasarkan kasus DBD yang berhasil terlaporkan. Penyelidikan epidemiologi dilakukan untuk mencegah KLB.
Fogging fokus merupakan kegiatan penyemprotan insektisida di wilayah yang terdapat penderita DBD. Jumlah fogging fokus DBD di
wilayah kerja Puskesmas Pengasinan didapatkan dari pelaksanaan fogging fokus terhadap kejadian DBD yang berhasil diselidiki melalui
penyelidikan epidemiologi. Adapun
jumlah kejadian
DBD berdasarkan
penyelidikan epidemiologi DBD dan fogging fokus di wilayah kerja Puskesmas selama
tahun 2011-2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 5.7 Jumlah Kejadian DBD Berdasarkan Penyelidikan Epidemiologi
PE DBD dan Fogging Fokus di Wilayah Kerja Puskesmas Pengasinan Tahun 2011-2013
Kelurahan 2011
2012 2013
Kejadian DBD
PE FF
Kejadian DBD
PE FF
Kejadian DBD
PE FF
Pengasinan 39
5 71,4 1 50
20 16 61,5
4 100 94
72 78,3 8 100
Sepanjang Jaya
7 2 28,6
1 50 20
10 38,5 36
20 21,7 0 0
Total 46
7 100 2 100
40 26 100
4 100 139
92 100 8 100
Sumber: Data Puskesmas Pengasinan , Keterangan: PE = Penyelidikan Epidemiologi FF= Fogging Fokus
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa jumlah penyelidikan epidemiologi DBD dan fogging fokus di wilayah kerja Puskesmas
Pengasinan selama tahun 2011-2013 mengalami peningkatan. Jika dilihat berdasarkan wilayah kelurahan, diketahui bahwa dari tahun 2011-2013
jumlah penyelidikan epidemiologi DBD dan fogging fokus paling banyak dilakukan di Kelurahan Pengasinan. Dari tahun 2011-2013 kejadian DBD
paling tinggi terjadi pada wilayah dengan penyelidikan epidemiologi DBD dan fogging fokus paling tinggi.
62
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian