2. Penyusunan metric dan tracking
Tahap ini perlu menyusun metric dan key risk indicator untuk tiap risiko operasional yang telah diidentifikasi dalam tahap sebelumnya, termasuk juga
penyusunan sistem tracking data dan informasi frekuensi dan severitas suatu risiko tertentu.
3. Pengukuran
Tahap ini perusahaan perlu menyusun suatu metode untuk kuantifikasi risiko operasional dari semua unit kerja.
4. Manajemen
Tahap ini perusahaan perlu melakukan konsolidasi hasil dari tahap 3 untuk mendapatkan perhitungan alokasi modal untuk menutup risiko operasional dan
analisis kinerja berbasis risiko dan redistribusi portofolio untuk menyesuaikan profil risiko perusahaan yang diinginkan.
2.1.1 Karakteristik Risiko Operasional
Risiko Operasional sangat terkait dengan banyaknya masalah yang timbul karena kelemahan proses didalam pengawasan bank, namun risiko operasional tidak
hanya terdapat pada bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha lainnya.
Berbagai bentuk risiko operasional, telah dikelola secara aktif dengan semakin meningkatnya teknologi, pengendalian dan sistem keamanan yang telah dilakukan
oleh pihak bank. Pada pilar 1 Basel ll Capital Accord bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi dan mengalokasikan kebutuhan modal sesuai ketentuan untuk
mengantisipasi potensi kerugian risiko operasional.
Manajemen risiko operasional memberikan pendekatan pada dua jenis kejadian, yaitu low frequencyhigh impact LFHI, kejadian sulit untuk diantisipasi
dan diprediksi serta memiliki potensi untuk menyebabkan kerugian yang besar, dan
Universitas Sumatera Utara
high frequencylow impact HFLI, dikelola untuk meningkatkan efisiensi kegiatan usaha.
Lembaga Pengawasan Perbankan telah mendorong bank untuk melihat proses operasional seluas mungkin dan mempertimbangkan kejadian yang memiliki frekuensi
rendah tetapi memiliki dampak yang tinggi low frequencyhigh impact, selain risiko kredit dan risiko pasar. Dalam Basel II mengenai manajemen risiko operasional,
dimana suatu bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi, mengukur dan mengalokasi modal untuk meng-cover risiko operasional sebagaimana halnya terjadi
pada risiko kredit dan risiko pasar.
2.1.2 Kejadian Risiko Operasional
Peristiwa risiko operasional dikelompokkan kedalam dua faktor yaitu :
1 Frekuensi frequency, yaitu seberapa sering suatu peristiwa operasional
terjadi. 2
Dampak impact, yaitu jumlah kerugian yang timbul dari peristiwa tersebut.
Ada empat jenis kejadian operasional events, yaitu:
1 Low frequencyHigh impact
2 High frequency High impact
3 Low frequencyLow impact
4 High frequencyLow impact
Universitas Sumatera Utara
Impact
Frequency Gambar 2.1 Jenis Kejadian Operasional
Secara umum manajemen risiko operasional memfokuskan kepada dua jenis kejadian, yaitu :
1 Low frequencyHigh impact
2 High frequencyLow impact
Bank mengabaikan suatu kejadian yang memiliki Low frequencyLow impact karena membutuhkan biaya yang lebih besar dalam mengelola dan memantau
dibandingkan dengan tingkat kerugian yang diperoleh bila hal ini terjadi.
High frequency High impact events tidak relevan karena bila kejadian ini terjadi, bank secara cepat akan menderita kerugian yang besar dan harus
menghentikan usahanya. Kerugian ini juga tidak berkelanjutan dan pengawasan bank akan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan praktek-praktek bisnis yang
buruk.
Beberapa produk keuangan, khususnya dalam retail banking, akan memasukkan High frequencyLow impact kedalam struktur harga produk.
Low FrequencyHigh Impact events sangat sulit untuk dipahami dan sulit diprediksi sehingga mempengaruhi operasional bank, selain itu jenis kejadian itu berpotensi
untuk menghancurkan bank.
LFHI
LFLI HFLI
HFHI
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Expected Loss dan Unexpected Loss