BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek.
Bank perlu di regulasi untuk melindungi nasabah dan perekonomian dari kegagalan proses dan prosedur. Bank dipersyaratkan memiliki modal yang cukup untuk
mengantisipasi risiko yang dihadapi atau dengan kata lain kecukupan modal. Sebuah bank dikatakan memiliki modal yang cukup jika bank tersebut memiliki sumber daya
finansial yang memadai untuk mengantisipasi potensi kerugian.
Sesuai dengan rekomendasi Basel Committee on Banking Supervision, yang
tertuang dalam dokumen New Basel Capital Accord 2001 NBCA 2001, disebutkan bahwa perhitungan kecukupan modal bank mengalami penyempurnaan dengan
mempertimbangkan lebih dalam perhitungan cadangan modal pembebanan charge untuk meng-cover risiko kredit credit risk, risiko pasar market risk dan
risiko operasional operational risk dengan minimum pencapaian sebesar 8
1
. Formula kecukupan pemenuhan modal minimum Capital Adequacy Ratio - CAR
menurut NBCA 2001 tersebut adalah :
8 Charge
Risk l
Operationa Charge
Risk Market
Charge Risk
Credit Modal
≥ +
+ =
CAR
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat memenuhi persyaratan kecukupan pemenuhan modal minimum diatas, maka salah satu usaha yang dilakukan bank adalah dengan meminimumkan
cadangan modal untuk melindungi risiko-risiko diatas dengan menerapkan manajemen risiko.
Manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko
yang timbul dari kegiatan usaha bank. Dengan menerapkan manajemen risiko dan memasukkannya dalam setiap pengambilan keputusan bisnis diharapkan perusahaan
dapat lebih siap, karena potensi risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan. Bank yang melakukan proses manajemen risiko juga diharapkan lebih dapat
menciptakan nilai tambah, karena potensi kembali yang diperoleh sudah diperhitungkan lebih besar daripada potensi risiko kerugiannya.
Salah satu risiko yang wajib dikelola bank, adalah risiko operasional. Risiko operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak
memadainya proses internal manusia dan sistem, atau sebagai akibat dari kejadian eksternal dan hukum yang berlaku. Persoalan umum yang dihadapi berkaitan dengan
risiko operasional adalah identifikasi dan pengukuran modal cadangan untuk meng- cover risiko operasional. Kerangka Basel II menetapkan tiga metode perhitungan
modal untuk risiko operasional. Ketiga metode tersebut adalah Basic Indicator Approach BIA, Standardized Approach SA, dan Advanced Measurement
Approach AMA.
Pendekatan menggunakan Metode Advanced Measurement Approach AMA lebih menekankan pada analisis kerugian operasional, karena itu penerapan model ini
harus memiliki sistem database data historis kerugian operasional sekurang-kurangnya dua hingga lima tahun kebelakang, dimana model tersebut
mempunyai teknologi yang dapat menangkap, menyeleksi, dan melaporkan risiko operasional perusahaan tersebut. Secara teori terdapat insentif yang jelas bagi
bank-bank untuk menggunakan metodologi perhitungan rasio permodalan yang lebih canggih, diantaranya :
a. hasil perhitungan lebih akurat ;
Universitas Sumatera Utara
b. jumlah risiko yang diasumsikan dalam modal lebih mencerminkan profil
risiko bank.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik melakukan studi dalam menentukan modal cadangan untuk meng-cover risiko operasional dengan
menggunakan Metode AMA, yang dalam hal ini menggunakan Model Loss Distribution Approach – Aggregation Method. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
titik terang dari permasalahan tersebut, maka diadakan penelitian lebih lanjut, dengan
judul : “Pengukuran Risiko Operasional dengan menggunakan Model Loss Distribution Approach -Aggregation Method”
1.2 Perumusan Masalah