Pendapatan diperoleh dari perhitungan pengurangan penerimaan dengan biaya produksi. Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan petani
pembudidaya ikan kerapu selama kegiatan budidaya dalam satu musim budidaya yaitu selama 6 bulan.
Besarnya produksi yang didapatkan petani rata-rata adalah 267kg10 rante atau 667 KgHa dengan harga rata-rata Rp.65.000kg. Dari perhitungan diketahui
bahwa besarnya rata-rata total penerimaan usaha budidaya ikan kerapu adalah Rp.58.516.250 dan besarnya Total biaya yang harus dikeluarkan dalam satu kali
musim budidaya ikan kerapu adalah Rp.27.708.025. Sehingga di dapatkan besarnya pendapatan rata-rata petani budidaya iakn kerapu adalah Rp.30.808.225.
5.3 Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Ikan Kerapu
Kelayakan usaha budidaya ikan kerapu di daerah pene;litian dapat diketahui dengan menggunakan analisis RC Return Cost ratio atau dikenal
dengan perbandingan antara penerimaan dan biaya. Secara keseluruhan rata-rata RC dari usaha budidaya ikan kerapu per petani dalam satu musim tanam di
daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 8 dan 9 berikut ini:
Tabel 8. Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Nilai TR, TC, dan RC dalam Satu Musim Panen
Sampel Luas lahan
Ha Produksi
Kg Harga
RP TR
Rp TC
Rp RC
1 3
2.000 65.000
130.000.000 54.325.000
2,39 2
0,4 267
65.000 17.355.000
10.305.700 1,68
3 1
667 65.000
43.355.000 23.100.700
1.88 4
1 667
65.000 43.355.000
23.100.700 1.88
Total 5,4
3.601 260.000 234.065.000 110.832.100 7.83
Rataan 1,35
900,25 65.000
58.516.250 27.708.025
1.96
Tabel 9. Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Nilai BEP Produksi, BEP Harga dan ROI dalam Satu Musim Panen
Sampel Luas lahan
Ha BEP Produksi
Kg BEP Harga
Rp ROI
1 3
835.769 27.162.5
141 2
0,4 158.549
38.598.1 68
3 1
355.395 34.633.7
88 4
1 355.395
34.633,7 88
Total 5,4
1.705.108 135.028
385 Rataan
1,35 426.277
33.757 96
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan rata-rata RC dari usaha budidaya ikan kerapu per pembudidaya dalam satu musim tanam di
daerah penelitian adalah sebesar 1,96 dengan penerimaan Rp.58.516.250 dan besarnya biaya produksi adalah Rp.27.708.025 artinya dengan biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp.27.708.025 dalam satu musim tanam maka akan diperoleh hasil penjualan sebesar 1,96 kali lipat sehingga sangat layak untuk diusahakan.
Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa usaha budidaya ikan kerapu layak diusahakan di daerah penelitian karena nilai rata-rata
RC dari usaha budidaya ikan kerapu sebesar 1,96 di daerah penelitian lebih besar dari 1, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha budidaya ikan kerapu tersebut
memberikan keuntungan bagi petani sampel. Suatu usaha dikatakan berada pada titik impas atau BEP Break Event
Point adalah pada saat besarnya penerimaan sama dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Dimana pada saat BEP terjadi maka pada saat itu usaha tidak
mengalami kerugian dan tidak mengalami keuntungan . Titik impas pulang modaldapat dioduksi diperoleh dengan menghitung BEP produksi rata-rata dan
BEP produksi harga rata-rata.
BEP produksi diperoleh dengan membagi total biaya dengan harga jual rata-rata , sedangkan BEP harga diperoleh dengan membagi total biaya dengan
produksi rata-rata yang dihasilkan petani. Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa BEP produksi rata-rata sebesar 426.277 kg sedangkan produksi rata-rata adalah
sebesar 900,25 kg. Nilai produksi rata-rata ini lebih besar dari nilai BEP produksi rata-rata, hal ini menunjukkan bahwa skala usah rata-rata petani telah melewati
skala usaha minimal untuk memperoleh keuntungan. Pada BEP harga rata-rata diperoleh nilai sebesar Rp.33.757kg sedangkan harga rata-rata adalah sebesar
Rp.65.000kg. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa petani budidaya ikan
kerapu di daerah penelitian telah memperoleh keuntungan. Hal ini dibuktikan dengan nilai BEP produksi dan BEP harga yang berada lebih rendah dari besarnya
nilai produksi rata-rata dan harga rata-rata yang didapatkan petani sampel. Nilai efisiensi penggunaan modal digunakan untuk mengetahiu
keuntungan dari penggunaan modal yang digunakan. Besarnya nilai ROI yang didapatkan pada usaha budidaya ikan kerapu di daerah penelitian adalah sebesar
96. Nilai ROI 96 menunjukkan bahwa setiap tambahan modal sebesar Rp.100 akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.53. Hasil ROI yang cukup tinggi
menunjukkan bahwa usaha budidaya ikan kerapu cukup efisien diusahakan dilihat dari kegiatan usaha budidaya besarnya lebih besar dari suku bunga deposito
6.5 Payback periode adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama
modal yang ditanamkan dalam usaha dapat kembali. Hasil payback periode dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini:
Tabel 10. Payback Periode usaha budidaya ikan kerapu di daerah penelitian
Sampel Luas lahan
Ha TC
Rp Keuntungan
Rp Payback
Periode Bulan
1 3
54.325.000 76.675.000
8.5 2
0,4 10.305.700
7.049.300 17.5
3 1
23.100.700 20.254.300
13.6 4
1 23.100.700
20.254.300 13.6
Total 5,4
110.832.100 123.232.900
53.2 Rataan
1,35 27.708.025
30.808.225 13.3
Dari tabel 10 diketahui rata-rata lama modal usaha dapat kembali setelah 13.3 bulan dengan rata-rata total biaya yang dibutuhkan selama satu musim panen
budidaya ikan kerapu adalah sebesar Rp.27.708.025 dan keuntungan yang diperoleh adalah Rp.30.808.225.
5.4 Peluang Pengembangan dan Pemasaran Budidaya Ikan Kerapu