Analisis Kelayakan Finansial Ikan Kerapu Di Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL IKAN KERAPU DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

OLEH:

RATNA DEWI LUBIS 060304043 AGRIBISNIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, atas segala rahmat dan hidayah Nya, skripsi dengan judul “Analisis Kelayakan Finansial

Ikan Kerapu di Kabupaten Serdang Bedagai” dapat terselesaikan sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Universitas Sumatera Utara

Pada kesempatan ini, penulis menghanturkan terima kasih yang tulus kepada bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec dan Ibu Dr.Ir. Tavi Supriana, MS yang telah membimbing, mengarahkan dan dengan sabar dan tekun menghadapi kekurangan penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan ini telah memberikan bantuan, baik selama perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda.


(3)

ABSTRAK

RATNA DEWI LUBIS. 2010.” Analisis Kelayakan Finansial Ikan Kerapu Di

Kabupaten Serdang Bedagai.”.

Subsektor perikanan, selain menyokong kebutuhan protein hewani bagi masyarakat juga membuka lapangan kerja dan menambah pendapatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya stabilitas sosial ekonomi masyarakat yang cukup menonjol, terutama didaerah pesisir. Bahkan dewasa ini terjadi peningkatan devisa negara dari tahun ke tahun melalui ekspor komoditas perikanan ini. Salah satu ikan laut komersial yang sekarang banyak dibudidayakan dan merupakan komoditas ekspor yaitu ikan kerapu

Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : (1).Sistem budidaya ikan kerapu di daerah penelitian (2) Besar pendapatan pengusaha dari usaha ikan kerapu (3) Usaha ikan kerapu secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan (4) Peluang dan pemasaran yang dilakukan dalam pemasaran usaha ikan kerapu ( 5) Masalah-masalah yang dihadapi pengusaha dalam pengelolaan usaha ikan kerapu (6)Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi pengusaha ikan kerapu.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif, analisis pendapatan, analisis BEP,R/C ratio, ROI dan Payback Periode.Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010 di Kabupaten Serdang Bedagai.

Secara umum penelitian ini dirancang dengan desain penelitian deskriptif . Respondennya adalah 4 orang pembudidaya ikan kerapu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum usaha budidaya ikan kerapu layak untuk diusahakan, keuntungan yang diperoleh cukup tinggi karena tingginya harga jual ikan kerapu.

Kata kunci: Analisis Kelayakan Finansial Ikan Kerapu di Kabupaten Serdang Bedagai


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

RIWAYAT PENULIS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tinjauan Pustaka ... 6

2.2 Landasan Teori ... 16

2.3 Kerangka Pemikiran ... 18

2.4 Hipotesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 23

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 23

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.4 Metode Analisis Data ... 25

3.5 Defenisi ... 27

3.6 Batasan Operasional ... 28

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH ... 29

4.1 Deskripsi daerah penelitian ... 29

4.1.1 Letak geografis ... 29

4.1.2 Iklim ... 30

4.1.3 Luas wilayah kabupaten serdang bedagai ... 30

4.1.4 Sosial Kependudukan ... 31

4.1.5 Tenaga kerja ... 33

4.1.6 Sarana dan prasarana ... 33


(5)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35 5.1 Sistem Budidaya Ikan Kerapu ... 35 5.2 Pendapatan Petani Usaha Budidaya Ikan Kerapu ... 37 5.3 Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Ikan Kerapu .. 39 5.4 Peluang Pengembangan dan Pemasaran Ikan Kerapu . 42 5.5 Masalah yang dihadapi Petani Budidaya Ikan Kerapu 45 5.6 Pemecahan Masalah Usaha Budidaya Ikan Kerapu...46 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 47 DAFTAR PUSTAKA... ... LAMPIRAN………..


(6)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Sampel dalam penelitian... 24 2. Spesifikasi Pengumpulan Data... 24 3. Luas Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai... 31 4. Banyaknya Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Serdang

Bedagai... 32 5. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian... 34 6. Total Biaya Rata-rata Usaha Budidaya Ikan Kerapu/Ha/Musim

Panen... 37 7. Pendapatan Rata-rata Petani Budidaya Ikan Kerapu/Ha/Musim

Panen... 38 8. Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Nilai TR, TC, dan

R/C dalam Satu Musim Panen... 39 9. Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Nilai BEP Produksi,

BEP Harga dan ROI dalam Satu Musim Panen... 40 10.Payback Periode Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Daerah

Penelitian... 42 11. Masalah yang Dihadapi dalam Budidaya Ikan Kerapu... 45


(7)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Ikan Kerapu Lumpur... 7 2. Skema Kerangka Pemikiran... 21


(8)

ABSTRAK

RATNA DEWI LUBIS. 2010.” Analisis Kelayakan Finansial Ikan Kerapu Di

Kabupaten Serdang Bedagai.”.

Subsektor perikanan, selain menyokong kebutuhan protein hewani bagi masyarakat juga membuka lapangan kerja dan menambah pendapatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya stabilitas sosial ekonomi masyarakat yang cukup menonjol, terutama didaerah pesisir. Bahkan dewasa ini terjadi peningkatan devisa negara dari tahun ke tahun melalui ekspor komoditas perikanan ini. Salah satu ikan laut komersial yang sekarang banyak dibudidayakan dan merupakan komoditas ekspor yaitu ikan kerapu

Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : (1).Sistem budidaya ikan kerapu di daerah penelitian (2) Besar pendapatan pengusaha dari usaha ikan kerapu (3) Usaha ikan kerapu secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan (4) Peluang dan pemasaran yang dilakukan dalam pemasaran usaha ikan kerapu ( 5) Masalah-masalah yang dihadapi pengusaha dalam pengelolaan usaha ikan kerapu (6)Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi pengusaha ikan kerapu.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif, analisis pendapatan, analisis BEP,R/C ratio, ROI dan Payback Periode.Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010 di Kabupaten Serdang Bedagai.

Secara umum penelitian ini dirancang dengan desain penelitian deskriptif . Respondennya adalah 4 orang pembudidaya ikan kerapu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum usaha budidaya ikan kerapu layak untuk diusahakan, keuntungan yang diperoleh cukup tinggi karena tingginya harga jual ikan kerapu.

Kata kunci: Analisis Kelayakan Finansial Ikan Kerapu di Kabupaten Serdang Bedagai


(9)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor perikanan, selain menyokong kebutuhan protein hewani bagi masyarakat juga membuka lapangan kerja dan menambah pendapatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya stabilitas sosial ekonomi masyarakat yang cukup menonjol, terutama didaerah pesisir. Bahkan dewasa ini terjadi peningkatan devisa negara dari tahun ke tahun melalui ekspor komoditas perikanan ini. Salah satu ikan laut komersial yang sekarang banyak dibudidayakan dan merupakan komoditas ekspor yaitu ikan kerapu (Sunyoto, 1993).

Ikan kerapu (Epinephelus sp.) bernilai ekonomis tinggi dan berpeluang dipasarkan baik didomestik maupun internasional. Ekspor ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton menjadi 57 ton (tahun 1987-1988) (Departemen Pertanian, 1990).

Ikan kerapu merupakan komoditas perdagangan internasional yang harganya mahal dan permintaanya tinggi. Namun, sebagian besar produksi ikan kerapu dari Indonesia adalah hasil tangkapan alam yang menggunakan bahan peledak atau racun (potasium sianida) sehingga akan merusak lingkungan hidupnyadan menyebabkan kepunahan. Berkat potensinya yang cukup besar, Departemen Kelautan dan Perikanan telah menjadikan ikan kerapu sebagai salah satu komoditas unggulan nasional (Subyakto, 2003).

Ikan kerapu dalam dunia interanasional dikenal dengan nama Grouper/ trout. Ikan jenis ini merupakan ikan konsumsi yang dipasarkan dalam keadaan hidup dan umumnya dihidangkan di restoran-restoran besar. Dilaut, umumnya


(10)

ikan kerapu tersebar di daerah tropis dan subtropics serta dapat dijumpai dalam berbagai jenis (Sunyoto, 1997).

Beberapa jenis ikan laut yang dibudidayakan merupakan ikan laut yang bernilai ekonomis tinggi. Selain merupakan menu istimewa yang dihidangkan mulai dari rumah makan kecil hingga di restoran sea food mewah dan hotel-hotel berbintang di tanah air juga merupakan ikan ekspor yang penting. Ikan-ikan tersebut adalah bandeng, beronang, kakap, kerapu dan kuwe (Afrianto, 1997).

Keuntungan budidaya ikan kerapu dikarenakan pertumbuhannya yang cepat dan dapat diproduksi secara massal, terutama untuk melayani permintaan pasar akan ikan kerapu hidup. Ikan kerapu memiliki daging yang empuk dan biasanya diolah dengan cara yang intim dengan bumbu oriental. Dewasa ini banyak ikan kerapu yang diambil filletnya untuk kebutuhan ekspor atau sebagai bahan olahan. Untuk kebutuhan fillet, biasanya ikan kerapu yang digunakan berukuran 4-5 kg/ekor bahkan ada yang bisa mencapai 7-10 kg/ekor. (Burhan, 2006).

Menurut catatan BPS, ekspor kerapu memperlihatkan peningkatan tiap tahunnya, walaupun belum merupakan komoditas perikanan terbesar. Sasaran utama ekspor ialah Singapura, Hongkong dan Jepang. Selama tahun 1986-1990 kenaikan ekspor hasil perikanan rata-rata sebesar 31,5% per tahun. Sebagai catatan tahun 1990 volume ekspor hasil perikanan mencapai 320.241 ton dengan nilai US$ 1.039,680 juta (Subyakto, 2003).

Perencanaan bisnis merupakan alat yang sangat penting bagi perusahaan maupun mengambil keputusan kebijakan perusahaan. Tujuan perencanaan bisnis


(11)

adalah agar kegiatan bisnis tang dilakukan maupun yang sedang berjalan tetap berada dijalur y6ang benar sesuai dengan yang direncanakan (Rangkuti F, 2001).

Studi kelayakan bisnis ini adalah kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Hasmaizar (2006) mengatakan bahwa Ruang lingkup dalam kegiatan pemasaran dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kegiatan yaitu: Analisis produk- Pasar, Analisis Permintaan, Analisis Persediaan dan Analisis Peluang.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang Analisis Finansial Ikan Kerapu Di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang permasalahan yang telah diuraikan tersebut, maka berikut ini akan diidentifikasikan beberapa permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem budidaya ikan kerapu di daerah penelitian? 2. Berapa besar pendapatan pengusaha dari usaha ikan kerapu?

3. Apakah usaha ikan kerapu secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan?

4. Bagaimana peluang dan pemasaran yang dilakukan dalam pemasaran usaha ikan kerapu?


(12)

5. Masalah-masalah apa yang dihadapi pengusaha dalam pengelolaan usaha ikan kerapu?

6. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi pengusaha ikan kerapu?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana sistem budidaya ikan kerapu di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui besar pendapatan pengusaha dari usaha bududaya ikan kerapu.

3. Untuk menganalisis kelayakan finansial ikan kerapu yang diusahakan. 4. Untuk mengetahui Strategi yang dilakukan dalam pemasaran usaha ikan

kerapu.

5. Untuk mengetahui masalah-masalah apa yang dihadapi pengusaha dalam pengelolaan dan pemasaran usaha ikan kerapu.

6. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi pengusaha ikan kerapu.


(13)

1.4.Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka keguanaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi mahasiswa yang ingin membuat bisnis ikan kerapu.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha yang membudidayakan ikan kerapu (Epinephelus sp).


(14)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Jenis ikan ini telah banyak dibudidayakan didaerah Kepulauan Riau dan Sumatera Utara, khususnya Kabupaten/Kota Nias, Tapanuli Tengah, Sibolga, Langkat, Serdang Bedagai dan Medan.

Sistematika Ikan Kerapu Lumpur Filum : chordate

Subfilum : vertebrata Kelas : osteichtyes Subkelas : actinopterigi Ordo : percomorphi Subordo : percoidea Family : serranidae Genus : epinephelus

Spesies : Epinephelus suillus

Dalam dunia perdagangan, ikan kerapu lumpur dikenal dengan nama dagang estuaty, grouper, fah paan, chairomaruhata, chi hou.


(15)

Ciri-ciri dan Aspek Biologi

Ciri Epinephelus suillus, ada kemiripan dengan jenis ikan kerapu Lumpur lainnya, Epinephelus tauvina atau Epinephelus coioides, terutama penampakan bintik pada tubuhnya. Bentuk tubuh memanjang bagian kepala dan punggung berwarna gelap dan kehitamansedangkan perut berwarna keputihan, seluruh tubuhnya dipenuhi bintik-bintik kasar berwarna kecoklatan atau kemerahan.

Gambar 1. Ikan Kerapu Lumpur

Adapun pertumbuhan dan perkembangan ikan kerapu lumpur sebagaimana halnya dengan ikan kerapu lain, kerapu lumpur bersifat protogony hermaphrodite. Artinya jenis kelamin ikan berubah sejalan dengan pertumbuhannya. Pada waktu masih berumur 3 tahun atau kurang, ikan ini berkelamin betina. Namun sesudah berumur lebih dari 4 tahun ikan ini berubah kelamin menjadi jantan tanpa perubahan morfologi yang jelas. Ikan ini tumbuh cepat, pertumbuhan ikan kerapu Lumpur beragam, tergantung pada bobot awal, mutu dan jumlah pakan yang digunakan dan kondisi lingkungan. Panjang maksimum yang dapat dicapai sampai 95 cm. Ikan kerapu lumpur hidup diperairan muara sungai dengan kisaran kadar garam 15-30 ppt, suhu air 24-31 derajat Celsius, dan kadar oksigen terlarut antara 7,1-31 ppt.


(16)

Pengelolaan budidaya 1. Wadah budidaya

Wadah budidaya yang digunakan adalah kolam tambak. Adapun ukuran kolam tambak tersebut adalah 30m x 50m untuk proses pembesaran dan 15mx 50m untuk proses penggelondongan.

2. Penyediaan benih ikan kerapu

Benih ikan kerapu dapat diperoleh dari alam atau dari hutchery. Di alam ikan kerapu lumpur banyak hidup diperairan sekitar muara sungai yang berdasar lumpur dan ditumbuhi lamun (seagrass). Adapun musim benihnya berbeda pada setiap tempat. Ukuran benih yang tertangkap bervariasi, mulai 2-10 cm dengan bobot 5 -25gr. Penangkapannya dengan pukat pantai, sudu, pancing, dan bubu. Benih kerapu bisa juga diperoleh di hutchery.

3. Penebaran benih

Waktu penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Keseragaman ukuran benih juga perlu diperhatikan ketika penebaran. Tujuannya untuk mengurangi pemangsaan akibat sifat kanibal. Selain keragaman, kepadatan penebaran benih juga harus diperhatikan.

4. Pendederan

Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 – 5 cm dari hasil tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran 1,5x3x3 m dengan kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading (pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 – 25 cm atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jaring besar ukuran 3x3x3m


(17)

dengan kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam tambak pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram).

5. Pakan dan Pemberiannya

Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya ikan kerapu. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus benar-benar tepat dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harganya. Pemberian pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan, pakan diberikan secara ad libitum (sampai kenyang). Kerapu lumpur termasuk karnivora yang memangsa ikan –ikan kecil, udang, cumi-cumi, rajungan dan kepiting. Ikan ini dapat dilatih makan pellet berkadar protein tinggi. Namun pada stadia larva, ikan ini merupakan pemakan plankton. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan berupa ikan rucah dengan dosis 8% bobot badan/hari. Selanjutnya dosis dirutinkan menjadi 5% setelah bobotnya mencapai 300gr/ekor. Perubahan dosis pakan dilakukan setiap bulan setelah dilakukan penimbangan berat. Semakin besar ikan semakin kecil dosis pakan yang diberikan.

Sedangkan untuk pembesaran adalah 8-10% dari total berat badan per hari. Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan) dari jenis ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebardapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gram pelet per hari. Setelah ± 3-4hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah.


(18)

6. Hama dan Penyakit

Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu dalam budidaya ini adalah ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah : (a) penyakit akibat serangan parasit, seperti : parasit crustacea dan flatworm, (b) penyakit akibatprotozoa, seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis, (c) penyakit akibatjamur (fungi), seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis, (d) penyakit akibat serangan bakteri, (e) penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus).

7. Panen dan Penanganan Pasca Panen

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ntuk menjaga kualitas ikan kerapu yang dibudidayakan antara lain : penentuan waktu panen, peralatan panen, teknik panen, serta penanganan pasca panen. Waktu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 – 1000 gram dan merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan pada padi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen. Peralatan yang digunakan pada saat panen, berupa : scoop, kerancang, timbangan, alat tulis, perahu, bak pengangkut dan peralatan aerasi.

Teknik pemanenan yang dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dengan metoda panen selektif dan panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi kriteria jual.


(19)

Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan sampai di tempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak ½ sampai 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan selama perjalananyaitu 19-210C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi. Kepadatan ikan sekitar 50kg/wadah.

Aspek Produksi dan Pemasaran

Perkembangan ekspor Ikan, khususnya produksi perikanan laut termasuk ikan kerapu budidaya Kajapung dan hasil penangkapan para nelayan, dari Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1995 Indonesia mengekspor hasil produksi perikanan (belum termasuk komoditas udang) sebesar 25.000 ton dengan nilai US $ 65.326.000, kemudian meningkat menjadi 27.000 ton dengan nilai US $ 64.058.000 pada tahun 1996, dan meningkat pesat pada tahun 1998 menjadi 708.000 ton dengan nilai US $ 680.639.000 (Anonimous, 2009)

Yang paling penting dengan pengembangan usaha ini adalah, bahwa harga jual produksi dari tahun ke tahun semakin baik dan sangat prospektif. Selain itu dengan teknologi budidaya karamba ini, produksi ikan dapat dipasarkan dalam keadaan hidup, dimana untuk pasaran ekspor ikan hidup nilainya lebih mahal


(20)

hingga mencapai 10 kali lipat dari pada ekspor ikan fresh. Ditinjau dari sisi pemasaran, peluang pengembangan usaha agribisnis perikanan masih sangat terbuka, oleh karena laju pertumbuhan produksi perikanan dunia yang masih didominasi oleh perikanan laut dan telah menunjukkan trend yang baik, terutama dengan semakin meningkatnya konsumsi dunia sejalan dengan bertambahnya penduduk dunia serta peningkatan pendapatan. Sementara itu produksi perikanan dari negara-negara maju mengalami penurunan, sehingga kian membuka peluang bagi kelompok negara-negara berkembang terutama Indonesia untuk meningkatkan produksi (Anonimous, 2010)

Pertimbangan lain adalah, bahwa usaha budidaya ikan kerapu ini dapat dikembangkan hampir di sebagian besar wilayah pantai di tanah air, asalkan memenuhi persyaratan teknis seperti keadaan gelombang dan angin yang tidak terlalu keras, bebas polusi, serta aspek teknis lainnya. Dan yang terakhir, usaha budidaya ikan kerapu relatif lebih mudah dari pada budidaya udang tambak, sehingga dari segi kemampuan dan keterampilan SDM pada umumnya tidak menjadi masalah, apalagi di beberapa daerah para nelayan telah berinisiatif merintis usaha semacam ini secara tradisional, yaitu pembesaran ikan kerapu dengan karamba jaring apung dan tambak yang bibitnya berupa ikan tangkapan.(Anonimous, 2010)

Permintaan ikan kerapu alias grouper, di dalam negeri maupun diluar negeri terus meningkat karena rasa, keindahan (sebagai ikan hias), dan aroma yang khas. Harga ikan karang ini boleh dikatakan tinggi, apalagi dalam keadaan hidup dan ditangkap dilaut. Sayangnya, kerapu tangkapan sudah mulai berkurang


(21)

sehingga diperlukan budidaya agar potensi mendatangkan rupiah juga besar. Di beberapa sentra produksi, justru kerap mengalami kekerangan pasokan untuk memenuhi permintaan pasar yang meningkat (Khoironi, 2009).

Harga ikan kerapu sekalipun fluktuatif, rata-rata masih cukup tinggi. Harga berabagai jenis ikan kerapu di pasaran internasional meningkat sekitar US$ 12 per kilogram (kg) hingga US$ 50 per kg dibandingkan dengan harga di tingkat pembudidaya di indonesia (Anonimous, 2009).

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan pengekspor ikan kerapu terbesar pada awal 1990-an, melampaui Filipina. Namun posisi itu hanya bertahan sekitar lima tahun, dan belakangan posisi Indonesia merosot (Anonimous, 2009).

Data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) pada 2001 menunjukkan bahwa budi daya ikan kerapu pada tahun itu mencapai 7.500 ton dari total produksi (budi daya dan tangkap) secara nasional sekitar 58.905 ton. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan pada 1999, yang mencatat jumlah 1.759 ton untuk budi daya dari total produksi sekitar 45.231 ton. Sementara untuk ekspor kerapu tercatat 1.098 ton (1999), 1.167 ton (2000), dan 1.284 ton (2001). Berdasarkan data DKP, produksi ikan kerapu Indonesia pada 2004 sebanyak 6.552 ton sedangkan pada 2006 diperkirakan mencapai 12 ribu ton dan pada 2009 diproyeksikan naik menjadi 30 ribu ton. Sedangkan untuk ekspornya, pada 2006 mencapai 4.800 ton senilai 24 juta dolar AS sementara pada tahun ini diperkirakan sebanyak 6.340 ton atau 31,7 juta dolar AS.


(22)

Masyarakat Nelayan Wilayah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai berjumlah ±12.586 jiwa dengan hasil penangkapan 21.821 ton per tahun (data produksi tahun 2007). Dengan hasil produksi tersebut dapat dikembangkan beberapa usaha pengelolahan hasil perikanan selain yang dipasarkan di pasar lokal maupun di pasar ekspor seperti pengelolaan lanjutan dari surimi (bakso dan kerupuk ikan) .(Dinas Perikanan Serdang bedagai, 2009).

Pemasaran ikan sampai saat ini belum ada kendala, hanya saja membutuhkan banyak biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan karena Kabuapten Serdang Bedagai berjarak ± 60 km atau 1 (satu) jam perjalanan dari Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) yang menjadi pusat pemasaran ikan di Propinsi Sumatera Utara dan juga pintu eksport ke luar negeri (Dinas Perikanan Serdang bedagai, 2009).

Setiap orang atau perusahaan yang bergerak dalam suatu bisnis tertentu pasti berharap banyak untuk mendapatkan laba atau keuntungan yang memadai. Apalagi jika keuntungan itu dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan usahanya. Pengetahuan tentang ikan yang akan dibudidayakan dan keberanian untuk memulai usaha saja tidak mendukung kegiatan usaha ini. Untuk itu, diperlukan modal untuk mengelolanya agar usaha dapat berkembang seperti yang diharapkan. Di pasaran terlihat bahwa produk yang disenangi atau diperlukan konsumen tidak hanya satu jenis saja, tetapi bermacam-macam. Oleh karenanya, pemilihan produk dapat dilakukan pada satu atau jenis ikan, diadakan seleksi dengan cara meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi jenis (yang dipilih) tersebut (Pusat Riset, 2009).

Sistem dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan adalah sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing tinggi. Hal ini dapat dicirikan dengan


(23)

efisiensi yang tinggi mampu merespons perubahan pasar secara cepat dan efisien, menhasilkan produk bernilai tambah tinggi, menggunakan inovasi teknologi sebagai sumber pertumbuhan dan produktivitas dan nilai tambah. Hal ini dapat disikapi dengan pembangunan industri hulu da industri hilir pertanian yang dapat memperbaiki sistem dan prospek pertanian ke arah yang berpotensi positif (David, 2002).

Jenis ikan yang akan diproduksi perlu dipertimbangkan dan ditentukan terlebih dahulu. Jenis ikan yang dipilih hendaknya dapat memenuhi selera pasar dengan baik dan disesuaikandengan lahan yang tersedia. Hasil produksi ikan yang memenuhi selera pasar akan lebih memudahkan pemasaran sehingga tidak ada kekhawatiran ikan tidak terjual (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2008).

Perusahaan dikatakan break even apabila setelah dibuat perhitungan laba rugi dari satu periode kerja atau dari satu kegiatan usaha tertentu, perusahaan itu tidak mengalami laba dan tidak juga mengalami kerugian (Sigit, 1990).

Usaha budidaya ikan kerapu ini menjadi menarik karena produknya memiliki nilai jual tinggi, meski durasi masa panen mencapai 6-7 bulan, namun dengan harga untuk pasar lokal mencapai kisaran Rp.60.000-Rp.70.000 per kilogram menjadi sektor usaha yang prospektif . apalagi bila produksi ikan kerapu itu dikelola dengan pengawasan kualitas yang ketat, sehingga bisa menembus pangsa mancanegara maka harganya pun semakin tinggi. Di pasar ekspor, dihargai tidak kurang dari Rp.100.000 per kilogram.(Hendra, 1987)

Pada tahun 2006, Indonesia menargetkan produksi kerapu sebanyak 100.000 ton. Itu hanya untuk memenuhi permintaan pasar Asia. Untuk itulah, sebagai salah satu komoditas unggulan, produksinya perlu terus digenjot melalui


(24)

budi daya untuk memenuhi kebutuhan pasar Asia dan memacu perolehan devisa (Anonimous, 2009).

2.2. Landasan Teori

Perikanan merupakan salah satu ekspor pembangunan yang memberikan pendapatan devisa yang tidak kecil. Walaupun beberapa komoditas perikanan seperti rumput laut, kerapu, udang memberikan prospek bisnis yang menguntungkan, industri pengolahan belum memberikan kontribusi nilai tambah yang semestinya dalam pembangunan nasional. Ternyata pengusahaan sumber daya perikanan di Indonesia yang telah mencapai 62% ternyata tidak di imbangi melalui industri pengolahan hasil perikanan. Ekspor perikanan masih berkisar pada produk segar, beku, kaleng. Akibatnya daya saing produk perikanan Indonesia baik dipasaran domestik maupun global rendah. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kinerja sistem industri pengolahan ikan di Indonesia masih rendah dan lemah.(Sudrajat A, 2008).

Pemasaran merupakan aspek yang sangat mendasar dalam mencapai keuntungan. Jika produksi besar, tetapi tidak memiliki sasaran pasar maka hasil produksi tidak akan bisa terjual. Oleh karena itu, sebelum melangkah ke usaha produksi, sebaiknya pengusaha perikanan berpikir dan berorientasi ke aspek pemasaran terlebih dahulu. Perubahan dan perkembangan yang terjadi dipasar sebaiknya dapat dianalisa secara akurat. Pengusaha yang ingin maju harus selalu tanggap akan hal ini (Sofyan, 2004)

Menurut Pusat Riset Perikanan Budidaya, (2000) Srategi pengembangan agribisnis, merupakan suatu upaya sangat penting untuk mencapai tujuan, yaitu:


(25)

menarik dan mendorong munculnya industi baru disekitar perikanan; menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien, dan fleksibel; menciptakan nilai tambah; menciptakan penerimaan devisa; menciptakan lapangan kerja.

Aspek finansial mencakup pembiayaan proyek pembangunan yang akan maupun yang sedang dikerjakan dan relevansinya dengan manfaat yang akan diperoleh. Aspek ini akan diawali dengan memperhitungkan aspek pembiayaan dari kegiatan yang paling kecil sampai yang paling besar. (Soekartawi, 1995)

Menurut Achmad Sudrajat (2008) Untuk analisis kelayakan usaha, perhitungan biaya yang sering dilakukan yaitu, break even point (BEP), return of investment (ROI) serta benefit cost ratio (B/C).

Reveniuw cost ratio lebih besar dari 1 (satu) berarti manfaat (benefit) lebih besar dari biaya (cost) yang digunakan untuk memeperoleh benefit itu. Bukan hanya sekedar benefit lebih besar dari biaya, tetapi B/C ratio lebih besar dari satu sedemikian rupa sehingga benefit dapat menutupi selain dari biaya, juga dapat mengembalikan (repayment) investasi. Bukan hanya sekedar dapat munnutupi biaya dan pengembalian investasi , tetapi benefit juga harus dapat memberikan keuntungan (profit) bagi perusahaan ( Radiks, 1997).

Benefit merupakan manfaat atau faedah yang diperoleh atau dihasilkan dari suatu kegiatan yang produktif. Misalnya pembangunan atau rehabilitasi atau perluasan sehingga diperoleh hasil yang lebih besar. Benefit yang diperoleh mungkin sama tiap-tiap periode dan mungkin berbeda. Maka dalam disiplin penelitian dan penilaian proyek. Benefit diberlakukan sebagai benefit tetap (fixed benefit) maupun benefit variabel (variabel benefit) (Radiks, 1997).


(26)

Penggunaan ROI bertujuan untuk :

1. Mengetahui tingkat (%) kembalinya modal yang digunakan.

2. Merumuskan apakah untuk membiayai aktivitas bisnis digunakan modal sendiri atau modal dari luar (pinjaman). Hal ini ditinjau dari ROI (%) dengan tingkat (%) pinjaman(dari luar) (Radiks, 1997).

Biaya merupakan pengeluaran yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan dimasa yang akan datang. Biaya dapat digolongkan kedalam 2 jenis yaitu biaya eksplisit yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi. Kedua biaya implisit yaitu biaya yang dimiliki faktor produksi apabilah digunakan (Soekartawi, 2002).

Biaya biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu: Biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contohnya pajak, sewa lahan, sewa gedung, dan penyusustan peralatan. Biaya variabel dapat didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya tenaga kerja, pupuk, bibit, peralatan dan lain-lain (Soekartawi, 1995)

2.4. Kerangka Pemikiran

Kerapu merupakan jenis ikan laut yang paling populer dan bernilai ekonomis tinggi diantara jenis ikan karang di kawasan Asia-Pasifik. Permintaan ikan kerapu khususnya dalam kondisi hidup untuk tujuan ekspor, seperti ke hongkong dan Cina bagian Selatan cenderung meningkat setiap tahun.


(27)

Faktor-faktor yang mempengaruhi budidaya laut memeliki peluang bisnis yang tinggi adalah : permintaan ekspor hasil laut yang tinggi, teknologi budidaya yang terus berkembang, budidaya yang berkelanjutan,dan potensi lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran atau biaya (R/C) usaha budidaya ikan kerapu maka dapat memberikan informasi tentang proporsi keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha . Jika R/C ratio > 1 maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan dan layak untuk diusahakan atau dikembangkan. Namun jika R/C ratio < 1 maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk diusahakan atau dikembangkan.

Dengan diketahuinya biaya( pengeluaran) yang terdiri dari biaya tetap ( fixed cost) dan biaya variabel ( variabel cost) pada proses produksi dan penerimaan yang diperoleh maka dapat diketahui keuntungan yang diperoleh dengan menghitung selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Jika penerimaan lebih besar daripada total biaya yang dikeluarkan maka usaha tersebut memperoleh keuntungan. Sedangkan jika penerimaan lebih kecil daripada total biaya yang dikeluarkan maka usaha tersebut mengalami kerugian.

Titik impas pulang modal (BEP atau break event point). BEP merupakan titik impas, yaitu kondisi usaha saat itu tidak mendapat keuntungan maupun kerugian:

BEP Volume Produksi = Total biaya (TC)

Pq

BEP Harga Produksi = Total Biaya (TC) Q


(28)

Di mana :

Pq : Harga per satuan produk (Rp/kg) Q : Total produksi (kg)

TC : Total Biaya (Rp)

Nilai efisiensi penggunaan modal (ROI atau return on investment). ROI dihitung untuk mengetahui keuntungan dari modal yang telah digunakan, yaitu:

ROI = Keuntungan (NP) x 100% Biaya Operasional (TC)

Nilai kelayakan usahatani (R/C ratio atau return/cost ratio). R/C ratio merupakan angka perbandingan hasil penjualan ( penerimaan) dengan total biaya produksi, sekaligus menunjukkan tingkat efisiensi pendapatan suatu usahatani. Semakin besar R/C ratio (>1) maka semakin menguntungkan usahatani tersebut.

R/C ratio = Total Penerimaan (TR)


(29)

Perencanaan Bisnis Ikan Kerapu (Epinephelus sp.)

Menyatakan Proses Menyatakan Terdiri dari

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Budidaya ikan kerapu

Biaya Input Penerimaan

R/C ROI Strategi

pemasaran

BEP Volume Produksi

BEP Harga Produksi

Layak Tidak Layak


(30)

2.5 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah Budidaya ikan kerapu yang di usaha oleh petani di daerah penelitian layak untuk dijalankan.


(31)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu secara sengaja. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pertimbangan pemilihan daerah ini adalah karena Kabupaten Serdang Bedagai merupakan daerah pengembangan budidaya ikan Kerapu di sumatera Utara. Daerah ini juga merupakan salah satu daerah pengembangan dan budidaya ikan kerapu yang memiliki produksi cukup tinggi di Sumatera Utara.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode Sensus. Menurut Supranto (2003), Metode Sensus adalah pencatatan yang menyeluruh terhadap elemen-elemen yang menjadi objek penyelidikan. Ini dilakukan terhadap populasi dengan jumlah sedikit. Ini juga sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Arikuntoro (1998) yakni : “ jika subjek penelitian sedikit, maka seluruh subjek dijadikan sampel dan penelitian menjadi penelitian populasi. Dan jika sujeknya besar, sampel dapat diambil 10-15% atau lebih “.

Dalam penelitian ini seluruh populasi dijadikan sebagai sampel dimana petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh petani yang menjadi pengusaha budidaya ikan kerapu di Kabupaten Serdang Bedagai.


(32)

Tabel 1. Sampel dalam penelitian

Sampel Luas Lahan (Ha) Umur (Tahun) Lama Pendidikan (Tahun)

1 3 37 9

2 0,4 37 9

3 1 50 12

4 1 59 6

Total 5,4 183 36

Rataan 1,35 45,75 9

Sumber : Petani Budidaya Ikan Kerapu

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung semi terstrukur terhadap responden dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sesuai dengan tujuan dan kebutuahan penelitian. Sedangkan Data sekunder dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serdang Bedagai provinsi Sumatera Utara, instansi dan lembaga terkait serta literatur yang mendukung penelitian ini.

Tabel 2. Spesifikasi pengumpulan data disajikan sebagai berikut: NO Jenis Data Yang

Dikumpulakan

Sumber Data Metode Alat 1 Data populasi dan

sampel

Dinas Perikanan dan Kelautan dan kelompok Tani

wawancara - 2 Identitas Petani Petani budidaya

ikan kerapu

Wawancara Kuesioner 3 Pendapatan Usaha Tani Petani budidaya

ikan kerapu

Wawancara Kuesioner 4 Hasil usaha Tani Petani budidaya

ikan kerapu


(33)

3.4 Metode Analisis Data

Untuk indentifikasi masalah (1), digunakan adalah metode Deskriptif, yaitu dengan menggunakan data yang diperoleh dari daerah penelitian.

Untuk menguji identifikasi masalah (2), digunakan analisis pendapatan dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

Л = Keuntungan atau pendapatan bersih yang diperoleh petani

TR= Total Revenue ( Total Penerimaan) TC= Total Cost ( Total Biaya)

Sedangkan untuk menganalisis total penerimaan ( TR) digunakan rumus : TR = Py.Y

TR= Total Penerimaan ( Rp) Py= Harga Jual Produk ( Rp) Y= Jumlah Produksi (Kg)

Untuk menganalisis masalah (3) dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a. BEP(break event point)

BEP volume produksi = Biaya operasional

Harga produksi

BEP harga produksi = Biaya operasional Jumlah produksi


(34)

b. R/C ( Return Cost ) ratio

R/C ratio = Hasil penerimaan Total biaya operasional Kriteria:

Jika R/C < 1 maka tidak layak untuk dikembangkan Jika R/C > 1 maka layak dikembangkan

Jika R/C = 1 maka impas (layak tetapi tidak menguntungkan) c. ROI( return of invesment)

ROI = Keuntungan x 100% Biaya Operasional

d. PP (Payback Periode) yaitu suatu peride yang menunjukkan berapa lama modal ditanamkan dalam usaha dapat kembali, dengan menggunakan rumus :

PP = PV dari cash flow keuntungan

Untuk identifikasi masalah (4), yang akan dilakukan metode Deskriftif yaitu dengan melihat peluang pemasaran yang ada didaerah penelitian.

Untuk identifikasi masalah (5) dan (6), dianalisis secara Deskriftif yaitu dengan menganalisis tentang masalah-masalah dan upaya-upaya apa saja yang dihadapi dalam usaha budidaya ikan kerapu kemudian dijabarkan sesuai dengan tujuan penelitian.


(35)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Petani sampel adalah invidu yang tergabung dalam kelompok tani yang bermata pencaharian sebagai petani dan pengusaha budidaya ikan kerapu. 2. Ikan kerapu adalah jenis ikan laut dari family serranidae yang memiliki warna

yang khas.

3. Keuntungan adalah total pendapatan dikurangi total biaya.

4. Total biaya adalah semua biaya yang dikeluarakan untuk memproduksi barang atau jasa.

5. Total produksi adalah semua produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. 6. Total pendapatan adalah semua pendapatan yang diterima dari produksi yang

dibuat.

7. R/C ratio adalah perbandingan antara keuntungan dengan biaya.

8. BEP merupakan satu nilai dimana hsil penjualan produk sama dengan biaya produksi atau pengeluaran sama dengan pendapatan.

9. ROI merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pembudidaya dari setiap jumlah uang yang diinvestasikan dalam periode waktu tertentu.

10.Analisis finansial adalah untuk mengetahui kelayakan dari usaha budidaya ikan kerapu. Pembahasan mengenai analisis ini terdiri dari BEP, R/C ratio dan ROI.


(36)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh petani sebagai pengusaha budidaya ikan kerapu di Kabupaten Serdang Bedagai


(37)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

SOSIAL EKONOMI PETANI SAMPEL

4.1 Deskripsi daerah penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Serdang Bedagai, daerah ini merupakan salah satu daerah pembudidayaan ikan kerapu. Berikut deskripsi daerah penelitian.

4.1.1 Letak geografis

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan pantai timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 03˚01'57'' Lintang Utara - 98˚45'00'' Bujur Timur dengan ketinggian berkisar 0 – 500 meter diatas permukaan laut. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki areal seluas 1.900,22 Km2 yang terdiri dari 17 kecamatan dan 243 Desa/Kelurahan Definitif.

Kondisi fisik wilayah Kabupaten Serdang Bedagai ditandai dengan topografi yang bervariasi yaitu landai, datar, bergelombang, curam dan terjal. Sebagian wilayah utara (pesisir) memiliki kondisi kemiringan yang bervariatif diantaranya landai dan datar, sedangkan untuk sebagian wilayah selatan memiliki kemiringan lereng yang juga bervariatif yaitu datar, bergelombang, curam dan terjal.

Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai berada pada ketinggian 0 sampai dengan 500 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini beriklim tropis seperti wilayah sekitarnya dan memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Tanahnya memiliki tingkat kesuburan yang relatif baik dan cocok untuk


(38)

pertanian/perkebunan. Selain itu, Kabupaten Serdang Bedagai memiliki lingkungan pantai yang cocok untuk kegiatan tambak perikanan maupun wisata bahari dengan keindahan alamnya.

Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai berbatasan dengan : - Sebelah Utara : Selat Malaka

- Sebelah Selatan : Kabupaten Simalungun - Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang

- Sebelah Timur : Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Simalungun

4.1.2 Iklim

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis . pengamatan stasiun sampali menunjukkan rata-rata kelembapan udara per bulan sekitar 84%, curah hujan berkisar antara 15 sampai 438 mm perbulan dengan periodik tertinggi pada bulan Oktober. Hari hujan perbulan sekitar 5 -23 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan september dan November. Rata-rata kecepatan angin berkisar 1,4 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 3,8. Tempertur udara per bulan 31,3˚C.

4.1.3 Luas dan Administrasi Kabupaten Serdang Bedagai

Di Kabupaten Serdang Bedagai luas wilayah menurut kecamatan terdapat 1900,22 Km2 dan untuk luas yang paling luas yaitu kecamatan Dolok Masihul seluas 237,417 Km2 .

Luas wilayah Kabupaten Serdang Bedagai per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3. berikut ini:


(39)

Tabel 3. Luas Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

No Kecamatan Luas (Km2)

Rasio Terhadap Luas Total (%)

1 Kotarih 78,021 4,11

2 Silinda 56,74 2,99

3 Bintang Bayu 95,586 5,03

4 Dolok Masihul 237,417 12,49

5 Serbajadi 50,69 2,67

6 Sipispis 145,259 7,64

7 Dolok Merawan 120,297 6,35

8 Tebing Tinggi 116 9,59

9 Bandar Syahbandar 74,17 6,33

10 Bandar Khalipah 198,9 6,1

11 Tanjung Beringin 72,26 3,9

12 Sei Rampah 66,95 10,47

13 Sei Bamban 72,26 3,8

14 Teluk Mengkudu 66,95 3,52

15 Perbaungan 111,62 5,87

16 Pegajahan 93,12 4,9

17 Pantai Cermin 80,296 4,23

Total 1.900,22 100

Sumber : BPS Sumatera Utara 2009

4.1.4 Sosial Kependudukan

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan kabupaten baru yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Deli Serdang. Jumlah penduduk kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2008 berjumlah 630.728 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 316.745 jiwa dan perempuan 313.983 jiwa. Jumlah rumah tangga mencapai 149.702 RT dan rata-rata penduduk per rumah tangga sebanyak 4 orang.

Kepadatan penduduk kabupaten Serdang Bedagai adalah sebesar 332 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terbesar adalah di kecamatan Perbaungan yaitu


(40)

sebesar 905 jiwa/km2, sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah kecamatan Kotarih 111 jiwa/km2.

Ditinjau dari segi persebaran penduduk, jumlah penduduk terbesar adalah di kecamatan Perbaungan yaitu sebesar 16,02 persen dari seluruh penduduk kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah penduduk terendah ada di Kecamatan Kotarih yaitu sebesar 8.649 jiwa atau 1,37 persen.

Tabel 4. Banyaknya Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai

No Kecamatan

Jumlah Rumah Tangga

Laki-Laki Perempuan

Total

1 Kotarih 2.683 4.372 4.277 8.649

2 Silinda 3.084 5.021 4.914 9.935

3 Bintang Bayu 3.954 6.455 6.315 12.770

4 Dolok Masihul 12.429 26.155 26.817 52.972

5 Serbajadi 5.274 11.131 11.357 22.488

6 Sipispis 8.719 17.017 16.917 33.934

7 Dolok Merawan 4.872 9.257 9.160 18.417

8 Tebing Tinggi 10.855 24.296 23.973 48.269

9 Bandar Syahbandar 7.822 17.508 17.277 34.785

10 Bandar Khalipah 6.009 13.004 13.442 26.446

11 Tanjung Beringin 8.329 18.941 18.620 37.561

12 Sei Rampah 15.372 33.034 32.713 65.747

13 Sei Bamban 10.331 21.682 21.542 43.224

14 Teluk Mengkudu 10.267 21.816 21.199 43.015

15 Perbaungan 23.675 50.993 50.059 101.052

16 Pegajahan 6.788 14.619 14.351 28.970

17 Pantai Cermin 9.239 21.144 21.050 42.494

Total 1.49.702 316.745 313.983 630.728


(41)

4.15. Tenaga Kerja

Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai yang merupakan angkatan kerja sebanyak 292.112 orang, terdiri dari 271.879 orang berstatus bekerja dan 20.233 orang yang menganggur. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 63,62 persen dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) mencapai 6,93 persen.

4.1.6 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat pada suatu daerah sangat dibutuhkan demi perkembangan daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang semakin baik akan pempercepat laju pertumbuhan pembangunan suatu daerah.

Sarana dan prasarana yang terdapat di daerah Kabupaten Serdang Bedagai yang mendukung sektor Perikanan adalah terdapat 2.191 Jumlah perahu / kapal penangkap ikan. Selain itu di kabupaten Serdang Bedagai ini juga terdapat lembaga pembiayaan daerah atau KUD sebanyak 24 KUD dan tempat pengumpulan ikan (TPI) sebanyak 15.

4.2 Karakteristik Petani Sampel

Petani sampel adalah seluruh petani yang melakukan usaha budidaya ikan kerapu di daerah penelitian. Karakteristik petani sampel meliputi Luas lahan, umur, lama pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Karakteristik petani sampel di daerah penelitian dapat dilihat sebagai berikut:


(42)

Tabel 5. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian

Sampel

Luas Lahan (Ha)

Umur (Tahun)

Lama Pendidikan (Tahun)

Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa )

1 3 37 9 4

2 0,4 37 9 3

3 1 50 12 5

4 1 59 6 7

Total 5,4 183 36 19

Rataan 1,35 45,75 9 4,75

Sumber : Petani Budidaya Ikan Kerapu

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa luas lahan petani sampel di Kabupaten Serdang Bedagai berkisar antara 0,4 Ha sampai dengan 3 Ha dengan rata-rata 1,35 Ha dan hal ini menunjukkan bahwa lahan yang diusahakan oleh petani sampel untuk budidaya ikan kerapu di daerah penelitian masih dalam skala usaha kecil.

Umur petani sampel berkisar antara 37-59 tahun dengan rata-rata umur petani sampel 45 tahun dan hal ini menunjukkan bahwa petani sampel di daerah penelitian masih tergolong dalam usia produktif.

Tingkat pendidikan patani sampel antara 6-12 tahun dengan rata-rata 9 tahun hal ini menunjukkan petani sampel di daerah penelitian memiliki tingkat pendidikan rata-rata SMP (Sekolah menengah pertama). Jumlah anggota keluarga petani sampel antara 3-7 jiwa orang dengan rata-rata 5 jiwa.


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sistem Budidaya Ikan Kerapu

Sistem budidaya ikan kerapu dilakukan melalui beberapa tahap yaitu Pembuatan wadah ikan kerapu, penyediaan benih ikan kerapu, penebaran benih, pendederan, pemberian pakan, perawatan serta penanganan panen dan pasca panen.

1. Wadah budidaya yang digunakan adalah kolam tambak. Adapun ukuran kolam tambak tersebut adalah 30m x 50m untuk proses pembesaran dan 15mx 50m untuk proses penggelondongan.

2. Benih ikan kerapu dapat diperoleh dari alam atau dari hutchery. Di alam ikan kerapu lumpur banyak hidup diperairan sekitar muara sungai yang berdasar lumpur dan ditumbuhi lamun (seagrass). Adapun musim benihnya berbeda pada setiap tempat. Ukuran benih yang tertangkap bervariasi, mulai 2-10 cm dengan bobot 5-25gr. Penangkapannya dengan pukat pantai, sudu, pancing, dan bubu. Benih kerapu bisa juga diperoleh di hutchery. Sedangkan pada penelitian ini benih diperoleh dari hutchery yang berada di luar kota penelitian.

3. Waktu penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Keseragaman ukuran benih juga perlu diperhatikan ketika penebaran. Tujuannya untuk mengurangi pemangsaan akibat sifat kanibal. Selain keragaman, kepadatan penebaran benih juga harus diperhatikan.

4. Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 – 5 cm dari hasil tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran


(44)

1,5x3x3 m dengan kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading (pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya

kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 – 25 cm atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jaring besar ukuran

3x3x3 m dengan kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam tambak pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram). 5. Pemberian pakan yang dilakukan adalah dengan pemberian pakan alami ikan

kerapu yaitu ikan rucah (potongan ikan) dari jenis ika tanjan, ikan lemuru dan tembang. Pemberian dilakukan pada pagi dan sore hari. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan dengan dosis 8% bobot badan/hari, selanjutnya dosis dirutinkan menjadi 5% setelah bobotnya mencapai 300gr/ekor.

6. Tahap perawatan dilakukan untuk menghindari adanya serangan hama dan penyakit. Adapun hama potensial yang mengganggu usaha budidaya ikan kerapu adalah burung dan penyakit yang sering menyerang adalah jenis penyakit infeksi akibat serangan parasit dan bakteri. Adapun cara mengatasinya dengan memberikan vitamin ikan untuk meningkatkan daya tahan terhadap ikan kerapu.

7. Waktu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 – 1000 gram dan merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan pada padi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen. Peralatan yang digunakan pada saat panen berupa tong plastik dan peralatan aerasi.

Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan sampai ditempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan


(45)

tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak ½ sampai 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan selama perjalananyaitu 19-210C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi. Kepadatan ikan sekitar 50kg/wadah.

5.2. Besar Pendapatan Petani Budidaya Ikan Kerapu

Kegiatan budidaya ikan kerapu memerlukan biaya yang harus dikeluarkan, berikut biaya produksi budidaya ikan kerapu:

Tabel 6.Total biaya rata-rata usaha budidaya Ikan kerapu/Ha/ Musim panen

Dari tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa komponen biaya terbesar budidaya ikan kerapu adalah biaya input produksi yaitu Rp.19.875.025 atau sekitar 71,73% dari seluruh total biaya. Tingginya biaya input produksi yang harus dikeluarkan oleh petani karena petani masih membeli bibit ikan kerapu melalui hutchery yang berada jauh di luar daerah budidaya ikan kerapu.

Biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 2.552.500 atau mencapai 9,21% dari total biaya yang dikeluarkan. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk biaya tenaga

No Jenis biaya Rata-Rata Persentase

(%) 1 Biaya tenaga kerja 2.552.500 9,21 2 Biaya input produksi 19.875.025 71,73

3 Penyusutan 1.400.000 5,05

4 Sewa lahan 3.000.000 10,83

5 Biaya pasca panen 880.500 3,18


(46)

kerja dikarenakan mahalnya ongkos tenaga kerja seperti pada saat pemberian pakan ikan kerapu, sehingga semakin tinggi jumlah ikan kerapu yg di budidayakan maka akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja khususnya untuk pemberian pakan.

Dalam penelitian ini peneliti memasukan variabel biaya sewa lahan yang besarnya 10,83% dari total biaya yaitu sebesar Rp. 3.000.000. Sewa tanah dimasukan dalam unsur biaya karena sewa lahan merupakan biaya imbangan yang harus dihitung dalam menghitung suatu usahatani hal ini sesuai dengan Gittinger.P.J., (1986) yang menyatakan bahwa Perhitungan analisis usaha tani dapat dihitung dengan tidak hanya menghitung biaya yang secara rill dikeluarkan oleh petani tetapi juga biaya imbangan (Opportunity cost) seperti biaya sewa lahan . Biaya Imbangan adalah besarnya manfaat yang hilang akibat penggunaan sumber-sumber daya terbatas untuk maksud dan tujuan tertentu (Gittinger.P.J., 1986).

Pendapatan petani budidaya Ikan Kerapu diperoleh dari hasil pengurangan total penerimaan (TR) dengan total biaya biaya produksinya (TC). Untuk melihat besarnya pendapatan petani budidaya ikan kerapu dapat dilihat pada tabel 7:

Tabel 7. Pendapatan Rata-Rata Petani Budidaya Ikan Kerapu/Ha/Musim Panen

Sampel Luas lahan (Ha) Produksi (Kg) Harga (RP) TR (Rp) TC (Rp) Pendapatan Bersih (Rp) 1 3 2.000 65.000 130.000.000 54.325.000 75.675.000 2 0,4 267 65.000 17.355.000 10.305.700 7.049.300 3 1 667 65.000 43.355.000 23.100.700 20.254.300 4 1 667 65.000 43.355.000 23.100.700 20.254.300 Total 5,4 3.601 260.000 234.065.000 110.832.100 123.232.900 Rataan 1,35 900,25 65.000 58.516.250 27.708.025 30.808.225


(47)

Pendapatan diperoleh dari perhitungan pengurangan penerimaan dengan biaya produksi. Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan petani pembudidaya ikan kerapu selama kegiatan budidaya dalam satu musim budidaya yaitu selama 6 bulan.

Besarnya produksi yang didapatkan petani rata-rata adalah 267kg/10 rante atau 667 Kg/Ha dengan harga rata-rata Rp.65.000/kg. Dari perhitungan diketahui bahwa besarnya rata-rata total penerimaan usaha budidaya ikan kerapu adalah Rp.58.516.250 dan besarnya Total biaya yang harus dikeluarkan dalam satu kali musim budidaya ikan kerapu adalah Rp.27.708.025. Sehingga di dapatkan besarnya pendapatan rata-rata petani budidaya iakn kerapu adalah Rp.30.808.225.

5.3 Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Ikan Kerapu

Kelayakan usaha budidaya ikan kerapu di daerah pene;litian dapat diketahui dengan menggunakan analisis R/C ( Return Cost ratio) atau dikenal dengan perbandingan antara penerimaan dan biaya. Secara keseluruhan rata-rata R/C dari usaha budidaya ikan kerapu per petani dalam satu musim tanam di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 8 dan 9 berikut ini:

Tabel 8. Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Nilai TR, TC, dan R/C dalam Satu Musim Panen

Sampel Luas lahan (Ha)

Produksi (Kg)

Harga (RP)

TR (Rp)

TC

(Rp) R/C 1 3 2.000 65.000 130.000.000 54.325.000 2,39 2 0,4 267 65.000 17.355.000 10.305.700 1,68 3 1 667 65.000 43.355.000 23.100.700 1.88 4 1 667 65.000 43.355.000 23.100.700 1.88 Total 5,4 3.601 260.000 234.065.000 110.832.100 7.83 Rataan 1,35 900,25 65.000 58.516.250 27.708.025 1.96


(48)

Tabel 9. Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Nilai BEP Produksi, BEP Harga dan ROI dalam Satu Musim Panen

Sampel Luas lahan (Ha)

BEP Produksi (Kg)

BEP Harga

(Rp) ROI

1 3 835.769 27.162.5 141%

2 0,4 158.549 38.598.1 68%

3 1 355.395 34.633.7 88%

4 1 355.395 34.633,7 88%

Total 5,4 1.705.108 135.028 385%

Rataan 1,35 426.277 33.757 96%

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan rata-rata R/C dari usaha budidaya ikan kerapu per pembudidaya dalam satu musim tanam di daerah penelitian adalah sebesar 1,96 dengan penerimaan Rp.58.516.250 dan besarnya biaya produksi adalah Rp.27.708.025 artinya dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.27.708.025 dalam satu musim tanam maka akan diperoleh hasil penjualan sebesar 1,96 kali lipat sehingga sangat layak untuk diusahakan.

Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa usaha budidaya ikan kerapu layak diusahakan di daerah penelitian karena nilai rata-rata R/C dari usaha budidaya ikan kerapu sebesar 1,96 di daerah penelitian lebih besar dari 1, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha budidaya ikan kerapu tersebut memberikan keuntungan bagi petani sampel.

Suatu usaha dikatakan berada pada titik impas atau BEP (Break Event Point) adalah pada saat besarnya penerimaan sama dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Dimana pada saat BEP terjadi maka pada saat itu usaha tidak mengalami kerugian dan tidak mengalami keuntungan . Titik impas (pulang modal)dapat dioduksi diperoleh dengan menghitung BEP produksi rata-rata dan BEP produksi harga rata-rata.


(49)

BEP produksi diperoleh dengan membagi total biaya dengan harga jual rata-rata , sedangkan BEP harga diperoleh dengan membagi total biaya dengan produksi rata-rata yang dihasilkan petani. Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa BEP produksi rata-rata sebesar 426.277 kg sedangkan produksi rata-rata adalah sebesar 900,25 kg. Nilai produksi rata-rata ini lebih besar dari nilai BEP produksi rata-rata, hal ini menunjukkan bahwa skala usah rata-rata petani telah melewati skala usaha minimal untuk memperoleh keuntungan. Pada BEP harga rata-rata diperoleh nilai sebesar Rp.33.757/kg sedangkan harga rata-rata adalah sebesar Rp.65.000/kg.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa petani budidaya ikan kerapu di daerah penelitian telah memperoleh keuntungan. Hal ini dibuktikan dengan nilai BEP produksi dan BEP harga yang berada lebih rendah dari besarnya nilai produksi rata-rata dan harga rata-rata yang didapatkan petani sampel.

Nilai efisiensi penggunaan modal digunakan untuk mengetahiu keuntungan dari penggunaan modal yang digunakan. Besarnya nilai ROI yang didapatkan pada usaha budidaya ikan kerapu di daerah penelitian adalah sebesar 96%. Nilai ROI 96% menunjukkan bahwa setiap tambahan modal sebesar Rp.100 akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.53. Hasil ROI yang cukup tinggi menunjukkan bahwa usaha budidaya ikan kerapu cukup efisien diusahakan dilihat dari kegiatan usaha budidaya besarnya lebih besar dari suku bunga deposito (6.5%)

Payback periode adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal yang ditanamkan dalam usaha dapat kembali. Hasil payback periode dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini:


(50)

Tabel 10. Payback Periode usaha budidaya ikan kerapu di daerah penelitian

Sampel Luas lahan (Ha)

TC (Rp)

Keuntungan (Rp)

Payback Periode (Bulan)

1 3 54.325.000 76.675.000 8.5

2 0,4 10.305.700 7.049.300 17.5

3 1 23.100.700 20.254.300 13.6

4 1 23.100.700 20.254.300 13.6

Total 5,4 110.832.100 123.232.900 53.2

Rataan 1,35 27.708.025 30.808.225 13.3

Dari tabel 10 diketahui rata-rata lama modal usaha dapat kembali setelah 13.3 bulan dengan rata-rata total biaya yang dibutuhkan selama satu musim panen budidaya ikan kerapu adalah sebesar Rp.27.708.025 dan keuntungan yang diperoleh adalah Rp.30.808.225.

5.4Peluang Pengembangan dan Pemasaran Budidaya Ikan Kerapu

Serdang bedagai dengan luas wilayah ±190.000 Ha yang menyebar di 17 kecamatan, 243 desa mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan usaha di bidang perikanan.

Pada tahun 2006 produksi baru mencapai 21.808,2 ton dengan jumlah nelayan sebanyak12.100orang. hal ini menunjukkan masih cukup besar potensi untuk pengembangan produksi karena angka ini jauh dibawah angka potensi lestari perikanan Selat Malaka sebesar 239.200ton/tahun. Kondisi ini membuka peluang pengembangan usaha perikanan tangkapan melalui pengadaan sarana dan prasarana penangkapan.

Pengembangan budidaya air payau terdiri beberapa komoditi seperti udang, ikan nila, dan kerapu. Ada sekitar 4.500 ha potensi budidaya air payau tersebar di beberapa kecamatan, yang dimanfaatkan sampai saat ini sekitar 892 ha.


(51)

Produksi dari budidaya air payau hanya mencapai 1.132 ton, produktifitas budidaya udang masih rendah sebagai akibat dari permasalahan penyakit udang. Ini seharusnya menjadi perhatian untuk meningkatkan kemampuan dan permodalan dari masyarakat lokal dan diharapkan kepada para investor untuk menanamkan investasinya dalam rangka pemanfaatan potensi air payau yang dimiliki kabupaten serdang bedagai.

Kecamatan Pantai Cermin. Potensi lahan budidaya mencapai 600 Ha, dengan jenis paling banyak dibudidayakan adalah udang windu dengan produksi 29,6 ton, udang putih (24,2 ton), udang vanamei (4,6 ton) , kerapu (3,9 ton) dan kepiting (4,3 ton). Untuk pembesaran dan pengerasan kepiting, peluang investasi masih terbuka lebar. Investasi tersebut dapat dilakukan di Desa Kuala Lama, Kotapari, Lubuk Saban dan Naga Kisar. Di keempat desa tersebut juga berpeluang bagi pengembangan budidaya udang vanameri dan kerapu. Untuk mendukung usaha budidaya ikan, di Pantai Cermin telah terdapat fasilitas pendukung berupa hutchery.

Kecamatan Perbaungan. Luas lahan budidaya mencapai 170 Ha dan sebagian besar belum dimanfaatkan. Jenis yang dibudidayakan adalah udang putih, udang vanamei, udang windu dan kepiting. Kecamatan Teluk Mengkudu. Potensi lahan mencapai 600 Ha dengan lahan yang telah dimanfaatkan baru seluas 120 Ha. Komoditas yang dibudidayakan adalah udang vanamei, udang windu, udang putih, kepiting dan ikan banding. Lokasi budidaya terletak di Desa Bogak Besar, Pematang Kuala, Sentang dan Sialang Buah. Selain usaha budidaya, terbuka juga peluang pembangunan hutchery.


(52)

Kecamatan Tanjung Beringin. Luas potensi lahan budidaya mencapai 959,8 Ha yang baru dimanfaatkan seluas 40 Ha. Jenis yang dibudidayakan adalah udang windu, udang vanamei dan udang putih. Lokasi budidaya terletak di Desa Bagan Kuala, Pematang Tinggi dan Pekan Tanjung Beringin.

Kecamatan Bandar Khalifah. Potensi lahan mencapai 1.200 Ha yang baru dimanfaatkan oleh 41 unit tambak, tersebar di Desa Kayu Besar dan Pekan Bandar Khalifah. Komoditas yang dibudidayakan adalah udang vanamei, udang putih, udang windu, kepiting dan ikan bandeng.

Prospek pengembangan produk perikanan Serdang Bedagai untuk pasar ekspor merupakan suatu peluang yang cukup besar. Keberadaan posisi serdang bedagai yang dekat dengan Medan, Kuala Lumpur dan Singapura merupakan salah satu faktor pendukung yang cukup positif yang dapat membuka jalan bagi pasar ekspor. Hal ini dapat terwujud bila ada investor besar yang mampu melihat peluang tersebut terlibat dalam industri perikanan ini. Namun demikian, investor yang lain juga mendapat sambutan. Pemerintah lokal mengundang investor lokal dan asing untuk berpartisipasi dalam pengembangan sektor perikanan dan kelautan di kabupaten Serdang Bedagai.

Peluang pemasaran hasil budidaya ikan kerapu ini adalah dengan adanya harga jual tinggi dan pemasaran yang cukup mudah.

Harga jual tinggi. Usaha budidaya ikan kerapu ini menjadi menarik karena produknya memiliki nilai jual tinggi, meski durasi masa panen mencapai 6-7 bulan, namun dengan harga untuk pasar lokal mencapai kisaran Rp.60.000-Rp.70.000 per kilogram menjadi sektor usaha yang prospektif . apalagi bila produksi ikan kerapu itu dikelola dengan pengawasan kualitas yang ketat,


(53)

sehingga bisa menembus pangsa mancanegara maka harganya pun semakin tinggi. Di pasar ekspor, dihargai tidak kurang dari Rp.100.000 per kilogram.

Pemasaran mudah. Ketika masa panen tiba ,petani tidak perlu bingung untuk memasarkan hasil panen, karena sudah ada tempat yang mau menampung hasil panen mereka seperti restoran dan TPI untuk mengekspor ke negara-negara yang melakukan permintaan terhadap ikan kerapu.

5.5 Masalah yang Dihadapi Petani pembudidaya ikan kerapu

Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan usaha budidaya ikan kerapu adalah benih ikan kerapu diperoleh dari luar wilayah budidaya ikan kerapu dapat dilihat pada tabel 11 sebagai berikut:

Tabel 11. Masalah yang dihadapi dan budidaya ikan kerapu

Petani belum mampu menghasilkan benih ikan kerapu sendiri baik dengan hasil tangkapan maupun dengan hutchery. Padahal wilayah perairan serdang bedagai cukup mampu bila digunakan sebagai sarana hutchery, tetapi sarana itu digunakan sebagai objek wisata saja. Sehingga petani harus membeli bibit ikan kerapu dari luar wilayah dalam jumlah yang cukup besar.

Sampel Luas lahan (Ha)

Sumber benih ikan kerapu

hutchery dalam wilayah hutchery luar wilayah

1 3 Tidak Ya

2 0,4 Tidak Ya

3 1 Tidak Ya


(54)

5.6. Pemecahan Masalah Usaha Budidaya Ikan Kerapu

Perlu dibuat lahan percontohan hatchery yang dibuat oleh dinas perikanan dan kelautan sehingga memudahkan petani dalam mencontoh kegiatan usaha budidaya ikan kerapu yang benar dan sesuai anjuran karena terkadang teori tidak sama persis dengan praktek di lapangan sehingga peti perlu bukti nyata.


(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sistem budidaya ikan kerapu di daerah penelitian dilakukan dengan menngunakan kolam tambak yang berukuran 30m x 50m.Selanjutnya dilakukan beberapa tahap yaitu penyediaan benih, penebaran benih, pendederan, pemberian pakan, perawatan sampai pada tahap panen dan penanganan pasca panen.

2. Pembudidaya ikan kerapu di daerah penelitian telah memperoleh keuntungan dimana penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp. 58.516.250 sedangkan biaya yang produksi rata-rata adalah sebesar Rp.27.708.025 sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp.30.808.225. Usaha budidaya ikan kerapu ini telah memperoleh keuntungan dari segi produksi dan harga rata-rata yang dihasilkan petani telah melewati titik impas (BEP), dari penelitian didapatkan BEP produksi sebesar 426.277 kg dan BEP Harga sebesar Rp.33.757

3. Usaha Budidaya ikan kerapu di daerah penelitian layak untuk diusahakan secara finansial, dimana nilai R/C > 1 yantu nilai R/C rata-rata yang diperoleh dari penelitian sebesar 1,96 >1. Besarnya nilai ROI yang didapatkan pada usaha budidaya ikan kerapu adalah sebesar 96% .Nilai ROI 96% menunjukkan bahwa dari setiap tambahan modal sebesar Rp.100 akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.96.

4. Strategi pemasaran yang dilakukan adalah dengan melihat peluang yang ada seperti tingginya harga dan mudahnya pemasaran.


(56)

Harga jual tinggi.Untuk pasar lokal mencapai kisaran Rp.60.000-Rp.70.000 per kilogram. Di pasar ekspor, dihargai tidak kurang dari Rp.100.000 per kilogram. Pemasaran mudah. Ketika masa panen tiba ,petani tidak perlu bingung untuk memasarkan hasil panen, karena sudah ada tempat yang mau menampung hasil panen mereka seperti restoran dan TPI untuk mengekspor ke negara-negara yang melakukan permintaan terhadap ikan kerapu.

5. Masalah yang dihadapi dalam budidaya ikan kerapu adalah belum adanya sarana pembenihan ikan kerapu disekitar daerah budidaya sehingga pembudidaya harus memperoleh benih ikan kerapu dari luar daerah yang menyebabkan harganya cukup mahal.

6. Upaya yang dilakukan untuk mengahadapi masalah dalam budidaya ikan kerapu adalah dengan mendatangkan atau membeli benih ikan kerapu yang cukup sulit di dapat di daerah penelitian dari hutchery yang dilakukan diluar kota penelelitian.

Saran

Kepada Pemerintah:

Pemerintah perlu memfasilitasi kelompok pengusaha budidaya ikan kerapu dalam pembuatan dan pengembangan bibit ikan kerapu

Kepada Petani:

Diharapkan kepada petani agar masing-masing secara mandiri dan sebisa mungkin melakukan hutchery untuk mendapatkan bibit ikan kerapu tanpa harus melakukan banyak pengeluaran biaya dalam pembelian bibit yang dibeli dari luar daerah budidaya.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy. 1997. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Kerapu, Kakap, Beronang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anonimous, 2009. Permintaan dan Penawaran Ikan Kerapu. http//www.google.com Anonimous, 2010. Peluang Inves Ikan Kerapu. http//www.google.com

Arikuntoro, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka cipta. Jakarta

Bahar, Burhan. 2006. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

BPS Sumatera Utara. 2009. Serdang Bedagai Dalam Angka.BPS. Medan David, M. 2002. Pengenalan Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

Dinas Perikanan Dan Kelautan Serdang Bedagai. 2009. Perkembangan Produksi Komoditas Perikanan dan Kelautan Tahun 2006-2008.

Dinas Pertanian 1990. Produksi Perairan indonesia sepuluh tahun terakhir Gittinger,J.P. dan Andler, H.A. 1993. Evaluasi Proyek. Rineka Cipta. Jakarta Harmaizar, I. 2006. Menggali Potensi Wirausaha. CV Indah Perkasa. Jakarta. Kasmir dan Jakfar. 2003. Study Kelayakan Bisnis. Prenada Media. Jakarta.

Khoironi. 1995. Budidaya Ikan Dikantong Jaring Terapung.Balai Pustaka. Jakarta.

Pusat Riset Perikanan Budidaya. 2009. Strategi Pengembangan Agribisnis Radiks. 1997. Analisis Biaya dan Manfaat. Rineka cipta. Jakarta

Rangkuti, F. 2001. Busness Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Saputra, Hendra. 1987. Membuat dan Membudidayakan Ikan dalam Kantong Jaring Apung. Simplex. Jakarta.

Sigit, Soehardi. 1990. Analisa Break Even. BPFE- Yogyakarta. Yogyakarta. Sofyan, Iban.2004. Studi Kelayakan Bisnis.Geraha Ilmu.Yogyakarta.

Subyakto, Slamet. 2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka. Jakarta.


(58)

Sudradjat, Achmad. 2008. Budidaya Dua Puluh Tiga Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soekartawi. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan.Jakarta

____________. 2002. Analisis Usaha Tani. UI Press. Jakarta

Sunyoto, Pramu. 1993. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Apung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sunyoto, Pramu. 1997. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Supranto, Ahmad. 2008. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. PT Elex Media Komputindo, Gramedia. Jakarta


(59)

Lampiran 1. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian Sampel Luas Lahan (Ha) Umur (Tahun) Lama Pendidikan (Tahun) Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa )

1 3 37 9 4

2 0,4 37 9 3

3 1 50 12 5

4 1 59 6 7

Total 5,4 183 36 19

Rataan 1,35 45,75 9 4,75

Lampiran 2. Biaya Tenaga Kerja Sampel

Luas lahan

(Ha)

Pembuatan Wadah Penebaran

Volume

Harga satuan

(Rp)

Total

(Rp) Volume

Harga satuan

(Rp)

Total (Rp) 1 3 1 1.000.000 1.000.000 1 100.000 100.000 2 0,4 1 250.000 250.000 1 50.000 50.000 3 1 1 350.000 350.000 1 60.000 60.000 4 1 1 350.000 350.000 1 60.000 60.000

Total 5.4 4.000.000 4.190.000

Rataan 1,35 487.500 465.555

Sampel

Luas lahan

(Ha)

Pemberian Pakan Perawatan

Volume

Harga satuan

(Rp)

Total

(Rp) Volume

Harga satuan

(Rp)

Total (Rp)

1 3 2 1.500.000 3.000.000 1 500.000 500.000

2 0,4 2 500.000 1.000.000 1 100.000 100.000

3 1 2 500.000 1..000.000 1 170.000 170.000

4 1 2 500.000 1.000.000 1 170.000 170.000

Total 5,4 6.000.000 940.000

Rataan 1,35 1.500.000 235.000

Sampel Luas lahan (Ha)

Pemanenan Volume Harga satuan

(Rp)

Total (Rp)

1 3 1 500.000 500.000

2 0,4 1 150.000 150.000

3 1 1 200.000 200.000

4 1 1 200.000 200.000

Total 5,4 1.050.000


(60)

Lampiran 3. Biaya Input Produksi Sampel Luas Lahan (Ha) Biaya Produksi Total (Rp) Benih (Rp) Dolomit (Rp) Pakan (Rp) Vitamin (Rp) Listrik (Rp)

1 3 28.000.000 500.000 14.625.000 250.000 6.000.000 43.975.000 2 0,4 3.740.000 70.000 2.025.000 16.700 300.000 6.151.700 3 1 9.340.000 175.000 4.950.000 41.700 1.800.000 14.686.700 4 1 9.340.000 175.000 4.950.000 41.700 1.800.000 14.686.700 Total 5,4 50.420.000 920.000 26.550.000 350.100 6.660.000 79.500.100 Rataan 1,35 12.605.000 230.000 6.637.500 87.525 1.665.000 19.875.025

Lampiran 4 Biaya Sewa Tanah Sampel Luas lahan

(Ha)

Harga Satuan (Rp)

Biaya sewa tanah (Rp)

1 3 0 0

2 0,4 200.000 2.000.000

3 1 200.000 5.000.000

4 1 200.000 5.000.000

Total 5,4 600.000 12.000.000

Rataan 1,35 200.000 4.000.000

Lampiran 5. Biaya Pasca Panen Sampel Luas lahan

(Ha) Tong Plastik (Rp) Transportasi (Rp) Total (Rp)

1 3 500.000 1.400.000 1.900.000

2 0,4 167.000 187.000 354.000

3 1 167.000 467.000 634.000

4 1 167.000 467.000 634.000

Total 5,4 1.001.000 2.521.000 3.522.000


(61)

Lampiran 6. Biaya Penyusutan Sample Luas lahan

(Ha) Pompa Air Jumlah (Unit) Harga (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Penyusutan per tahun (Rp) Penyusutan per musim tanam (Rp)

1 3 3 9.000.000 5 5.400.000 2.700.000

2 0,4 1 2.500.000 5 500.000 250.000

3 1 2 5.000.000 5 2.000.000 1.000.000

4 1 2 5.000.000 5 2.000.000 1000..000

Jumlah 5,4 9.900.000 4.950.000

Rataan 1,35 2.475.000 1.237.500

Sampel Luas lahan (Ha) Genset Jumlah (Unit) Harga (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Penyusutan per tahun (Rp) Penyusutan per musim tanam (Rp)

1 3 1 10.000.000 10 1.000.000 500.000

2 0,4 0 0 0 0 0

3 1 0 0 0 0 0

4 1 0 0 0 0 0

Jumlah 5,4 1.000.000 500.000

Rataan 1,35 250.000 125.000

Sample Luas lahan (Ha) Oksigen Jumlah (Unit) Harga (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Penyusutan per tahun (Rp)

Penyusutan per musim tanam

(Rp)

1 3 2 3.000.000 10 300.000 150.000

2 0,4 0 0 0 0 0

3 1 0 0 0 0 0

4 1 0 0 0 0 0

Jumlah 5,4 300.000 150.000


(62)

Lampiran 7. Total Biaya Budidaya Ikan Kerapu Sampel Luas lahan

(Ha) Biaya tenaga kerja (Rp) Biaya input produksi (Rp) Penyusutan (Rp) Sewa lahan (Rp)

1 3 5.100.000 43.975.000 3.350.000 0

2 0,4 1.550.000 6.151.700 250.000 2.000.000

3 1 1.780.000 14.686.700 1.000.000 5.000.000

4 1 1.780.000 14.686.700 1.000.000 5.000.000

Total 5,4 10.210.000 79.500.100 5.600.000 12.000.000 Rataan 1,35 2.552.500 19.875.025 1.400.000 3.000.000

Sampel Luas lahan (Ha)

Biaya pasca panen (Rp)

TC (Rp)

1 3 1.900.000 54.325.000

2 0,4 354.000 10.305.700

3 1 634.000 23.100.700

4 1 634.000 23.100.700

Total 5,4 3.522.000 110.832.100

Rataan 1,35 880.500 27.708.025

Lampiran 8. Analisis Finansial Budidaya Ikan Kerapu Sampel Luas lahan

(Ha) Produksi (Kg) Harga (RP) TR (Rp) TC (Rp) Pendapatan

Bersih (Rp) R/C 1 3 2.000 65.000 130.000.000 54.325.000 75.675.000 2,39 2 0,4 267 65.000 17.355.000 10.305.700 7.049.300 1,68 3 1 667 65.000 43.355.000 23.100.700 20.254.300 1.88 4 1 667 65.000 43.355.000 23.100.700 20.254.300 1.88 Total 5,4 3.601 260.000 234.065.000 110.832.100 123.232.900 7.83 Rataan 1,35 900,25 65.000 58.516.250 27.708.025 30.808.225 1.96

Sampel Luas lahan (Ha)

BEP Produksi (Kg)

BEP Harga

(Rp) ROI

1 3 835.769 27.162.5 141%

2 0,4 158.549 38.598.1 68%

3 1 355.395 34.633.7 88%

4 1 355.395 34.633,7 88%

Total 5,4 1.705.108 135.028 385%


(63)

Lampiran 9. Payback Periode

Sampel Luas lahan (Ha)

TC (Rp)

Keuntungan (Rp)

Payback Periode (Bulan)

1 3 54.325.000 76.675.000 8.5

2 0,4 10.305.700 7.049.300 17.5

3 1 23.100.700 20.254.300 13.6

4 1 23.100.700 20.254.300 13.6

Total 5,4 110.832.100 123.232.900 53.2

Rataan 1,35 27.708.025 30.808.225 13.3

Lampiran 10. Masalah yang dihadapi dan budidaya ikan kerapu Sampel Luas lahan

(Ha)

Sumber benih ikan kerapu

hutchery dalam wilayah hutchery luar wilayah

1 3 Tidak Ya

2 0,4 Tidak Ya

3 1 Tidak Ya


(1)

Sudradjat, Achmad. 2008. Budidaya Dua Puluh Tiga Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soekartawi. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan.Jakarta

____________. 2002. Analisis Usaha Tani. UI Press. Jakarta

Sunyoto, Pramu. 1993. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Apung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sunyoto, Pramu. 1997. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Supranto, Ahmad. 2008. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. PT Elex Media Komputindo, Gramedia. Jakarta


(2)

Lampiran 1. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian Sampel Luas Lahan (Ha) Umur (Tahun) Lama Pendidikan (Tahun) Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa )

1 3 37 9 4

2 0,4 37 9 3

3 1 50 12 5

4 1 59 6 7

Total 5,4 183 36 19

Rataan 1,35 45,75 9 4,75

Lampiran 2. Biaya Tenaga Kerja Sampel

Luas lahan

(Ha)

Pembuatan Wadah Penebaran

Volume

Harga satuan

(Rp)

Total

(Rp) Volume

Harga satuan

(Rp)

Total (Rp) 1 3 1 1.000.000 1.000.000 1 100.000 100.000 2 0,4 1 250.000 250.000 1 50.000 50.000 3 1 1 350.000 350.000 1 60.000 60.000 4 1 1 350.000 350.000 1 60.000 60.000

Total 5.4 4.000.000 4.190.000

Rataan 1,35 487.500 465.555

Sampel

Luas lahan

(Ha)

Pemberian Pakan Perawatan

Volume

Harga satuan

(Rp)

Total

(Rp) Volume

Harga satuan

(Rp)

Total (Rp)

1 3 2 1.500.000 3.000.000 1 500.000 500.000

2 0,4 2 500.000 1.000.000 1 100.000 100.000

3 1 2 500.000 1..000.000 1 170.000 170.000

4 1 2 500.000 1.000.000 1 170.000 170.000

Total 5,4 6.000.000 940.000

Rataan 1,35 1.500.000 235.000

Sampel Luas lahan (Ha)

Pemanenan Volume Harga satuan

(Rp)

Total (Rp)

1 3 1 500.000 500.000

2 0,4 1 150.000 150.000

3 1 1 200.000 200.000

4 1 1 200.000 200.000

Total 5,4 1.050.000


(3)

Lampiran 3. Biaya Input Produksi Sampel

Luas Lahan

(Ha)

Biaya Produksi

Total (Rp) Benih

(Rp)

Dolomit (Rp)

Pakan (Rp)

Vitamin (Rp)

Listrik (Rp)

1 3 28.000.000 500.000 14.625.000 250.000 6.000.000 43.975.000 2 0,4 3.740.000 70.000 2.025.000 16.700 300.000 6.151.700 3 1 9.340.000 175.000 4.950.000 41.700 1.800.000 14.686.700 4 1 9.340.000 175.000 4.950.000 41.700 1.800.000 14.686.700 Total 5,4 50.420.000 920.000 26.550.000 350.100 6.660.000 79.500.100 Rataan 1,35 12.605.000 230.000 6.637.500 87.525 1.665.000 19.875.025

Lampiran 4 Biaya Sewa Tanah Sampel Luas lahan

(Ha)

Harga Satuan (Rp)

Biaya sewa tanah (Rp)

1 3 0 0

2 0,4 200.000 2.000.000

3 1 200.000 5.000.000

4 1 200.000 5.000.000

Total 5,4 600.000 12.000.000

Rataan 1,35 200.000 4.000.000

Lampiran 5. Biaya Pasca Panen Sampel Luas lahan

(Ha)

Tong Plastik (Rp)

Transportasi (Rp)

Total (Rp)

1 3 500.000 1.400.000 1.900.000

2 0,4 167.000 187.000 354.000

3 1 167.000 467.000 634.000

4 1 167.000 467.000 634.000

Total 5,4 1.001.000 2.521.000 3.522.000


(4)

Lampiran 6. Biaya Penyusutan Sample Luas lahan

(Ha)

Pompa Air Jumlah

(Unit)

Harga (Rp)

Umur Ekonomis

(Tahun)

Penyusutan per tahun (Rp)

Penyusutan per musim tanam

(Rp)

1 3 3 9.000.000 5 5.400.000 2.700.000

2 0,4 1 2.500.000 5 500.000 250.000

3 1 2 5.000.000 5 2.000.000 1.000.000

4 1 2 5.000.000 5 2.000.000 1000..000

Jumlah 5,4 9.900.000 4.950.000

Rataan 1,35 2.475.000 1.237.500

Sampel

Luas lahan (Ha)

Genset Jumlah

(Unit)

Harga (Rp)

Umur Ekonomis

(Tahun)

Penyusutan per tahun

(Rp)

Penyusutan per musim tanam

(Rp)

1 3 1 10.000.000 10 1.000.000 500.000

2 0,4 0 0 0 0 0

3 1 0 0 0 0 0

4 1 0 0 0 0 0

Jumlah 5,4 1.000.000 500.000

Rataan 1,35 250.000 125.000

Sample Luas lahan (Ha)

Oksigen Jumlah

(Unit)

Harga (Rp)

Umur Ekonomis

(Tahun)

Penyusutan per tahun (Rp)

Penyusutan per musim tanam

(Rp)

1 3 2 3.000.000 10 300.000 150.000

2 0,4 0 0 0 0 0

3 1 0 0 0 0 0

4 1 0 0 0 0 0

Jumlah 5,4 300.000 150.000


(5)

Lampiran 7. Total Biaya Budidaya Ikan Kerapu Sampel Luas lahan

(Ha)

Biaya tenaga kerja (Rp)

Biaya input produksi

(Rp)

Penyusutan (Rp)

Sewa lahan (Rp)

1 3 5.100.000 43.975.000 3.350.000 0

2 0,4 1.550.000 6.151.700 250.000 2.000.000

3 1 1.780.000 14.686.700 1.000.000 5.000.000

4 1 1.780.000 14.686.700 1.000.000 5.000.000

Total 5,4 10.210.000 79.500.100 5.600.000 12.000.000

Rataan 1,35 2.552.500 19.875.025 1.400.000 3.000.000

Sampel Luas lahan (Ha)

Biaya pasca panen (Rp)

TC (Rp)

1 3 1.900.000 54.325.000

2 0,4 354.000 10.305.700

3 1 634.000 23.100.700

4 1 634.000 23.100.700

Total 5,4 3.522.000 110.832.100

Rataan 1,35 880.500 27.708.025

Lampiran 8. Analisis Finansial Budidaya Ikan Kerapu Sampel Luas lahan

(Ha)

Produksi (Kg)

Harga (RP)

TR (Rp)

TC (Rp)

Pendapatan

Bersih (Rp) R/C 1 3 2.000 65.000 130.000.000 54.325.000 75.675.000 2,39 2 0,4 267 65.000 17.355.000 10.305.700 7.049.300 1,68 3 1 667 65.000 43.355.000 23.100.700 20.254.300 1.88 4 1 667 65.000 43.355.000 23.100.700 20.254.300 1.88 Total 5,4 3.601 260.000 234.065.000 110.832.100 123.232.900 7.83 Rataan 1,35 900,25 65.000 58.516.250 27.708.025 30.808.225 1.96

Sampel Luas lahan (Ha)

BEP Produksi (Kg)

BEP Harga

(Rp) ROI

1 3 835.769 27.162.5 141%

2 0,4 158.549 38.598.1 68%

3 1 355.395 34.633.7 88%

4 1 355.395 34.633,7 88%

Total 5,4 1.705.108 135.028 385%


(6)

Lampiran 9. Payback Periode

Sampel Luas lahan (Ha)

TC (Rp)

Keuntungan (Rp)

Payback Periode (Bulan)

1 3 54.325.000 76.675.000 8.5

2 0,4 10.305.700 7.049.300 17.5

3 1 23.100.700 20.254.300 13.6

4 1 23.100.700 20.254.300 13.6

Total 5,4 110.832.100 123.232.900 53.2

Rataan 1,35 27.708.025 30.808.225 13.3

Lampiran 10. Masalah yang dihadapi dan budidaya ikan kerapu Sampel Luas lahan

(Ha)

Sumber benih ikan kerapu

hutchery dalam wilayah hutchery luar wilayah

1 3 Tidak Ya

2 0,4 Tidak Ya

3 1 Tidak Ya