Biaya Non Tunai Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat

63 jenis komoditas yang diusahakan pada lahan yang digarapnya. Secara umum, terdapat tiga komoditas pertanian yang ditanam secara tumpangsari dalam satu luasan lahan garapan. Perbedaan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani di atas Hasil perhitungan yang tersaji pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan pada sistem usahatani berbasis SOP lebih besar jika dibandingkan dengan sistem usahatani konvensional, yaitu sebesar Rp 6,663 429.83 pada usahatani SOP dan Rp 6 475 858.09 pada usahatani konvensional. Pada sistem usahatani tomat berbasis SOP, tiga komponen dengan persentase biaya terbesar terletak pada biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK yaitu sebesar 55.67 persen Rp 3 326 013.78, yang kemudian disusul oleh pestisida sebesar 23.15 persen Rp 1 382 997.34, dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga TKDK sebesar 11.90 persen Rp 710 666.67. Sedangkan pada sistem usahatani tomat konvensional, tiga komponen biaya tertinggi adalah biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK yaitu sebesar 41.41 persen Rp 2 512 624.89, yang diikuti dengan biaya pupuk sebesar 28.19 Rp 1 710 459.24, dan Tenaga Kerja dalam Keluarga sebesar 13.40 persen Rp 812 776.67. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar pada kedua sistem usahatani. Sistem usahatani berbasis SOP lebih banyak mengeluarkan biaya pada komponen pestisida setelah tenaga kerja, yang menunjukkan bahwa penggunaan pestisida pada sistem usahatani ini lebih banyak dari usahatani konvensional. Berbeda dengan sistem usahatani konvensional, komponen biaya terbesar setelah penggunaan tenaga kerja terletak pada pupuk yang menunjukkan bahwa penggunaan pupuk pada sistem usahatani ini lebih besar dari sistem usahatani SOP. Secara keseluruhan, biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan pada sistem usahatani konvensional lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan pada sistem usahatani berbasis SOP. Analisis Penerimaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang Analisis penerimaan usahatani tomat dihitung berdasarkan penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Penerimaan dalam kegiatan usahatani tomat adalah berupa tomat yang diproduksi dikali dengan harga jual tomat. Penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahatani pada kedua sistem usahatani disajikan pada Tabel 35. Tabel 34 Rata-rata penerimaan usahatani tomat pada luas lahan 1 000 m 2 di Kecamatan Lembang Uraian Penerimaan usahatani SOP Penerimaan usahatani konvensional Produksi kg 2 429.85 2 294.29 Harga jual Rpkg 3 966.67 3 646.67 Penerimaan 9 638 408.53 8 366 495.24 Produksi tomat yang dihasilkan pada sistem usahatani tomat berbasis SOP adalah sebesar 2 429.85 kilogram, sedangkan produksi tomat yang dihasilkan pada sistem usahatani konvensional adalah 2 294.29 kilogram. Perbedaan jumlah produksi tomat yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh penggunaan input produksi yang digunakan pada kegiatan usahatani. Tomat yang dihasilkan dari sistem usahatani berbasis SOP jauh lebih banyak dibandingkan tomat yang 64 diproduksi pada sistem usahatani konvensional. Tomat yang dihasilkan dari kegiatan panen pada kedua sistem usahatani dijual kepada agen pengumpul dan dijual langsung ke pasar tradisional, seperti Pasar Lembang dengan harga jual Rp 3 966.67 pada usahatani SOP dan Rp 3 646.67 pada usahatani konvensional. Sehingga hasil perhitungan menunjukkan bahwa sistem usahatani berbasis SOP memberikan penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaan pada sistem usahatani konvensional. Rata-rata penerimaan yang dihasilkan dari sistem usahatani SOP adalah sebesar Rp 9 638 408.53, sedangkan rata-rata penerimaan yang diperoleh dari sistem usahatani konvensional adalah sebesar Rp 8 336 495.24. Sehingga selisih penerimaan adalah sebesar Rp 1 301 913.29. Analisis Pendapatan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang Analisis pendapatan usahatani diperoleh dari besaran nilai pendapatan yang diterima petani pada kedua sistem usahatani tomat. Pendapatan usahatani dibagi menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total karena biaya yang dibagi menjadi komponen biaya tunai, biaya non tunai, dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan total diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya total. Analisis perbandingan pendapatan usahatani tomat dilakukan dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dari kedua sistem usahatani tomat. Perhitungan analisis pendapatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang tersaji pada Tabel 36. Tabel 35 Analisis rata-rata pendapatan usahatani tomat per 1 000 m 2 di Kecamatan Lembang Uraian Usahatani SOP Usahatani konvensional Selisih Total penerimaan Rp 9 358 720.54 8 345 873.02 1 012 847.52 Total biaya tunai Rp 5 123 916.41 5 223 354.43 -99 438.02 Total biaya non tunai Rp 850 132.28 899 184.72 -49 052.45 Total biaya Rp 5 974 048.68 6 122 539.05 -148 490.47 Pendapatan tunai Rp 4 234 804.13 3 122 518.59 1 112 285.55 Pendapatan total Rp 3 384 671.86 2 223 333.86 1 161 337.99 RC atas biaya tunai 1.83 1.60 0.20 RC atas biaya total 1.57 1.36 0.23 Dari perhitungan analisis rata-rata pendapatan pada Tabel 36 di atas, diketahui bahwa rata-rata pendapatan yang diperoleh dari sistem usahatani SOP lebih besar dari pendapatan dari sistem usahatani konvensional. Sistem usahatani tomat berbasis SOP menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4 234 804.13 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 177 375.73. Sedangkan sistem usahatani tomat konvensional menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 3 384 671.86 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 2 278 191.01. Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem usahatani tomat berbasis SOP lebih menguntungkan petani dibandingkan dengan sistem usahatani tomat konvensional karena nilai pendapatan tunai dan pendapatan total yang dihasilkan lebih tinggi. 65 Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani Tomat Berbasis SOP dan Usahatani Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang Efisiensi pendapatan usahatani tomat diperoleh dari besaran nilai RC ratio. Pada penelitian ini, peneliti membagi komponen biaya menjadi biaya tunai, biaya non tunai, dan biaya total sehingga diperoleh nilai RC rasio tunai dan RC ratio total. Perbandingan efisiensi pendapatan usahatani tomat pada kedua sistem usahatani dilakukan dengan membandingkan nilai RC rasio tunai dan RC ratio total yang diperoleh dari kedua sistem usahatani. Kedua nilai RC rasio yang diperoleh dari dari analisis perhitungan pendapatan tertera pada Tabel 35. Hasil perhitungan menunjukkan analisa RC rasio atas biaya tunai pada sistem usahatani tomat berbasis SOP adalah sebesar 1.83, hal ini mengandung arti bahwa setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.83. Nilai RC rasio atas biaya total adalah sebesar 1.57 yang menunjukkan bahwa setiap Rp 1 biaya keseluruhan yang dikeluarkan, akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.57. Sedangkan hasil perhitungan RC rasio pada sistem usahatani tomat konvensional adalah sebesar 1.61 untuk RC rasio atas biaya tunai dan 1.38 untuk RC rasio pada biaya total. Hal ini berarti setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.61 dan setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.38. Nilai RC ratio lebih dari satu pada kedua sistem usahatani menunjukkan bahwa kedua sistem usahatani efisien dan layak untuk dilakukan karena mampu menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkannya. Namun, penerimaan atas satu rupiah biaya yang dikeluarkan, baik biaya tunai maupun biaya total pada sistem usahatani tomat berbasis SOP lebih besar dibandingkan dengan sistem usahatani tomat konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem usahatani tomat berbasis SOP lebih efisien dibandingkan dengan sistem usahatani tomat konvensional dilihat dari nilai RC ratio atas biaya tunai dan RC ratio atas biaya total yang lebih besar. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tomat Berbasis SOP dan Usahatani Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang Evaluasi Model Dugaan Evaluasi model digunakan yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan mampu memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi, sehingga komponen error bernilai kecil. Evaluasi model dugaan dianalisis melalui nilai koefisien determinasi R-Sq, nilai uji signifikasi model dugaan T-value, dan uji signifikasi koefisien model dugaan P-value. Hasil perhitungan dugaan faktor- faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Lembang disajikan pada Lampiran 12. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat Y di Kecamatan Lembang, yaitu jumlah bibit X1, jumlah pupuk kandang X2, jumlah pupuk NPK X3, jumlah pupuk TSP X4, jumlah pupuk KCl X5, jumlah pestisida X6, jumlah mulsa X7, jumlah tenaga kerja X8, serta dummy sistem usahatani D. Hasil analisis faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat disajikan pada Tabel 37. 66 Tabel 36 Analisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Lembang Variabel Koefisien regresi Standar d Error Nilai t hitung Peluang VIF Konstanta b0 0.7053 0.6002 1.18 0.025 Bibit X1 0.6934 0.1865 3.72 0.001 4.6 Pupuk kandang X2 0.1076 0.0885 1.22 0.023 1.9 Pupuk NPK X3 0.0808 0.0875 0.92 0.036 1.7 Pupuk TSP X4 0.0506 0.0605 0.84 0.041 1.8 Pupuk KClX5 0.0311 0.6576 0.47 0.041 2.7 Pestisida X6 -0.0179 0.0379 -0.47 0.034 1.3 Mulsa X7 0.2177 0.1910 1.14 0.268 3.0 Tenaga kerja X8 0.0157 0.3639 0.04 0.046 3.2 Dummy sistem usahatani D 0.0146 0.0880 -0.17 0.870 1.6 Koefisien Determinasi R-Sq = 87.0 R-Sq adj = 76.5 α 0.05 Berdasarkan perhitungan analisis pada Tabel 37 di atas, dapat diketahui keragaman total data yang dijelaskan dengan nilai koefisien determinasi, akurasi model dugaan yang dijelaskan dengan uji signifikasi model dugaan, pengaruh signifikasi produksi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1. Koefisien determinasi

Nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari perhitungan penelitian ini menunjukkan nilai 87.0 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa 87.0 persen variasi produksi tomat di Kecamatan Lembang dapat dijelaskan oleh model yang dugaan yang diperoleh, sisanya sebesar 13.0 persen dijelaskan oleh komponen eror yang tidak dijelaskan pada model. Secara umum, mendefinisikan bahwa model yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Lembang karena bernilai mendekati 100 persen. Sehingga goodness of fit antara data aktual dan peramalannya akan semakin baik.

2. Uji signifikasi model dugaan

Pada tabel analysis of variance Lampiran 12, diperoleh nilai F-regression sebesar 11.47. statistik uji mengikuti sebaran F dengan v 1 = 9 dan v 2 = 20. Untuk taraf nyata sebesar lima persen α = 5, diperoleh nilai kritis F 9,205 sebesar 2.39 Lampiran 8. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai F-Regression 14.83 lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis F 9,205 , sehingga dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang diperoleh signifikan pada taraf nyata lima persen α = 5. Begitu juga dengan perhitungan nilai P pada tabel Analysis of Variance sebesar 0.000 atau 0 persen Lampiran 12 yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen α = 5. Artinya model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi produksi tomat di Kecamatan Lembang pada taraf nyata lima persen.

3. Uji signifikasi koefisien model dugaan

Berdasarkan perhitungan analisis pada Tabel 37, diperoleh nilai P yang menunjukkan signifikasi masing-masing variabel terhadap model pada taraf nyata lima persen α = 5. Besaran nilai P untuk variabel X1 bibit sebesar 0.001, 67 variabel X2 pupuk kandang sebesar 0.023, variabel X3 pupuk NPK sebesar 0.036, variabel X4 pupuk TSP sebesar 0.041, variabel X5 pupuk KCl sebesar 0.034, variabel X6 pestisida sebesar 0.034, variabel X7 mulsa sebesar 0.268, variabel X8 tenaga kerja sebesar 0.046, serta variabel dummy sistem usahatani sebesar 0.870. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada taraf nyata lima persen α = 5 penggunaan bibit, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk TSP, pupuk KCl, pestisida, dan tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap produksi tomat karena nilai P pada variabel tersebut lebih kecil dari taraf nyata lima persen α = 5. Sedangkan penggunaan mulsa dan penerapan sistem usahatani tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi tomat karena nilai P pada variabel tersebut lebih besar dari taraf nyata lima persen α = 5. Interpretasi Model Dugaan Berdasarkan hasil analisis yang tertera pada Tabel 37, dapat diperoleh persamaan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat sebagai berikut: Ln Y = 0.705 + 0.693 Ln X1 + 0.108 Ln X2 + 0.0808 Ln X3 + 0.0506 Ln X4 + 0.0311 Ln X5 – 0.0179 Ln X6 + 0.218 Ln X7 + 0.016 Ln X8 + 0.0146 D Dimana: Y = Produksi kg X1 = Bibit pohon X2 = Pupuk kandang kg X3 = Pupuk NPKkg X4 = Pupuk TSP kg X5 = Pupuk KCl kg X6 = Pestisida kg X7 = Mulsa rol X8 = Tenaga kerja HOK D = Dummy sistem usahatani 0 untuk sistem usahatani konvensional. 1 untuk sistem usahatani berbasis SOP Dari persamaan tersebut dapat diartikan nilai peningkatan dan penurunan produksi tomat yang diperoleh dari hasil penambahan ataupun pengurangan satu unit variabel independen X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, D. Nilai koefisien regresi dalam model fungsi produksi Cobb Douglass merupakan nilai elastisitas produksi dari variabel-variabel produksi tersebut. Berdasarkan Tabel 37 di atas, penjumlahan nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Model produksi yang diperoleh dari hasil penjumlahan nilai koefisien regresi masing-masing variabel diduga sebagai elastisitas produksi. Nilai parameter penjelas sebesar 1.1644 menunjukkan bahwa usahatani tomat di Kecamatan Lembang berada pada skala kenaikan hasil yang semakin meningkat increasing return to scale karena bernilai lebih dari satu. Nilai ini mengandung arti bahwa setiap penambahan satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi sebesar 1.1644 persen. Usahatani tomat di Kecamatan Lembang secara umum berada pada daerah produksi I daerah irrasional, daerah ini merupakan daerah produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum. 68 Pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan. Namun, tidak semua peningkatan penggunaan input pada masing-masing variabel mampu meningkatkan produksi tomat. Pengaruh penimgkatan penggunaan input pada masing-masing faktor produksi dijelaskan sebagai berikut:

1. Bibit X1

Penggunaan bibit sangat berpengaruh pada tanaman tomat yang akan diproduksi. Penggunaan bibit yang berkualitas akan menghasilkan tomat yang memiliki daya tahan yang baik dan menghasilkan tomat yang berkualitas. Jumlah bibit yang perlu disiapkan adalah sebanyak jumlah pertanaman ditambah bibit persediaan untuk kegiatan penyulaman. Nilai koefisien bibit sebesar 0.693 menunjukkan bahwa penggunaan pupuk berpengaruh nyata terhadap produksi tomat bersifat inelastis. Penggunaan bibit tomat sebesar satu persen dengan jumlah input yang lain tetap, maka produksi yang dihasilkan akan meningkat 0.693 persen. Nilai koefisien bibit antara nol dan satu 0Ep1 menunjukkan bahwa penggunaan pupuk berada pada daerah produksi II daerah rasional, sehingga akan mencapai keuntungan maksimum bagi petani.

2. Pupuk Kandang X2

Pupuk kandang yang digunakan sebagai pupuk dasar oleh sebagian petani ialah pupuk yang berasal dari kandang ternak berupa kotoran dalam bentuk padat yang dibeli dengan satuan karung 25 kg. Pupuk kandang ini merupakan sumber zat makanan bagi tumbuhan. Pupuk kandang yang digunakan oleh petani tomat di Kecamatan Lembang diperoleh dengan harga rata-rata Rp 9 000 per karung. Pupuk kandang berperan positif terhadap hasil produksi tomat dengan nilai 0.0182, artinya setiap penambahan pupuk kandang sebesar satu persen akan menaikkan hasil produksi tomat sebesar 0.0182 persen dengan jumlah input yang lain tetap. Nilai koefisien tersebut, menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang bersifat inelastis dan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena memiliki nilai elastisitas yang berada diantara nilai nol hingga satu 0Ep1. Faktor produksi penggunaan pupuk kandang terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat di Kecamatan Lembang.

3. Pupuk NPK X3

Pupuk NPK merupakan salah satu sumber hara yang mampu menyuburkan tanah sebagai media pertumbuhan tanaman tomat. Penggunaan pupuk NPK juga berperan positif terhadap produksi tomat yang ditunjukkan dengan nilai 0.0808, artinya peningkatan penggunaan pupuk NPK sebesar satu persen dengan jumlah input yang lain tetap akan meningkatkan produksi tomat sebanyak 0.0808 persen. Penggunaan pupuk NPK bersifat inelastis dan berada pada daerah produksi II daerah rasional dengan nilai elastisitas antara nol hingga satu 0Ep1. Hal tersebut membuktikan bahwa penggunaan pupuk NPK layak digunakan terhadap produksi tomat karena mampu memberikan keuntungan maksimum. Faktor produksi penggunaan pupuk NPK terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat di Kecamatan Lembang.