Pemenuhan Asumsi Ordinary Least Square OLS

44 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Kecamatan Lembang Letak Administratif dan Kondisi Wilayah Kecamatan Lembang adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung Barat. Kabupaten Bandung Barat adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 12 Tahun 2007. Pemekaran tersebut dilakukan dengan tujuan lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga diharapkan akan lebih mendorong penyediaan barang publik dan pelayanan publik serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan Secara geografis, Kecamatan Lembang memiliki luas 10 367.916 ha dengan keadaan topografi 30 persen bergelombang, 60 persen berbutir, dan 10 persen datar. Kecamatan Lembang berada di 900-1,300 meter di atas permukaan laut dpl dengan jenis tanah Latosol dan Andosol. Kecamatan Lembang memiliki curah hujan 120-2,121 mm dan suhu udara 15 C hingga 27 C. Kecamatan Lembang mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisarua b. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Subang c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cicadas d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Bandung Kecamatan Lembang terdiri dari 16 KelurahanDesa, yaitu Kelurahan Cibodas, Kelurahan Cibogo, Kelurahan Cikahuripan, Kelurahan Cikidang, Kelurahan Cikole, Kelurahan Gd. Cikahuripan, Kelurahan Jayagiri, Kelurahan Kayuambin, Kelurahan Langensari, Kelurahan Lembang, Kelurahan Mekarwangi, Kelurahan Pageurwangi, Kelurahan Sukajaya, Kelurahan Suntenjaya, Kelurahan Wangunraharja, dan Kelurahan Wangunsari. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil setidaknya satu sampel dari masing-masing Kelurahan di Kecamatan Lembang. Kondisi Kependudukan dan Pendidikan Kecamatan Lembang merupakan daerah sentra tanaman sayuran yang berada di Kabupaten Bandung Barat. Sayuran yang dibudidayakan adalah kacang merah, kacang panjang, cabai, tomat, kentang, kubis, kembang kol, brokoli, letuce, sawi, dan timun. Jumlah penduduk Kecamatan Lembang pada tahun 2013 adalah sebanyak 166 797 orang yang terdiri dari 87 408 laki-laki dan 79 389 perempuan. Jenis pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk di Kecamatan Lembang berdasarkan informasi pada Tabel 15 adalah petani, petani ikan, peternak, pedagang, pengrajin, buruh industri, buruh bangunan, buruh pertambangan, buruh tani, pegawai negeri sipil, TNIPOLRI,dokter, bidan, notaris, pensiunan, montir, perawar, dosen, dan pegawai swasta. Dari jumlah tersebut sebanyak 6 886 orang bermata pencaharian sebagai petani. 45 Tabel 14 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Lembang tahun 2013 No. Jenis pekerjaan Jumlah orang Persentase 1. Pegawai negeriTNIPolri 3 370 3.01 2. Pegawai swasta 8 317 7.42 3. Petani 6 886 6.15 4. Nelayan 3 053 0.05 5. Pedagang 1 824 1.63 6. Wiraswasta 6 984 6.23 7. Lainnya 29 665 26.48 8. Tidak bekerja 54 935 49.03 Jumlah 112 034 100.00 Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Lembang 2013 Kepemilikan Lahan Keluarga Tani Kecamatan Lembang sebagian besar adalah lahan pertanian yang banyak ditanami sayur-sayuran. Lahan pertanian yang tersebar di Kecamatan Lembang sebanyak 680 orang kepala keluarga merupakan pemilik lahan pertanian yang tidak digarap langsung oleh pemilik, disusul sebanyak 535 orang kepala keluarga merupakan buruh tani, 339 orang kepala keluarga merupakan petani penggarap, dan sebanyak 182 orang kepala keluarga memiliki lahan yang digarap langsung oleh pemiliknya. Status kepemilikan lahan rata-rata kepala keluarga tani di Kecamatan Lembang pada tahun 2013 disajikan pada Tabel 16. Tabel 15 Status kepemilikan lahan rata-rata kepala keluarga tani di Kecamatan Lembang tahun 2013 No. Kepemilikan Jumlah kepala keluarga orang Persentase 1. Pemilik penggarap 182 10.48 2. Pemilik tidak menggarap 680 39.17 3. Penggarap 339 19.53 4. Buruh tani 535 30.82 Jumlah 1 736 100.00 Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Lembang 2013 Luas Lahan Usahatani Lahan usahatani yang dimiliki oleh keluarga tani di Kecamatan Lembang memiliki luas yang berbeda-beda Tabel 17. Sebagian besar keluarga tani memiliki luas lahan dengan kategori 0.1-0.3 hektar dengan jumlah pemilik 675 orang 48.74 persen. Sebanyak 397 orang memiliki rata-rata luas lahan pertanian kategori 0.4-0.5 hektar dengan persentase 28.66 persen. Selanjutnya sebanyak 190 orang memiliki kategori luas lahan rata-rata 0.6-1.0 hektar dengan persentase 13.72 persen. Dan sebanyak 123 orang keluarga tani memiliki kategori luas lahan rata-rata di atas satu hektar dengan persentase 8.88 persen. 46 Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Lembang 2013 Tabel 16 Rata-rata luas lahan usahatani di Kecamatan Lembang tahun 2013 No. Kategori luas lahan ha Jumlah pemilik orang Persentase 1. 0.1 – 0.3 675 48.74 2. 0.4 – 0.5 397 28.66 3. 0.6 – 1.0 190 13.72 4. 1 123 8.88 Jumlah 1 385 100.00 Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Lembang 2013 Jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di Kecamatan Lembang adalah jenis sayur-sayuran berupa kacang merah, kacang panjang, cabai, tomat, kentang, kubis, kembang kol, brokoli, letuce, sawi, dan timun. Tomat termasuk jenis sayuran yang banyak ditanam oleh keluarga tani. Berdasarkan luas tanam sayuran yang tersaji pada Tabel 18, luas tanam tomat adalah sebesar 40 hektar dengan persentase 16.4 persen. Tabel 17 Luas tanam sayuran di Kecamatan Lembang tahun 2013 No. Jenis Sayuran Luas ha Persentase 1 Kacang merah 1.3 0.5 2. Kacang panjang 0.3 0.1 3. Cabai 40.0 16.4 4. Tomat 40.0 16.4 5. Kentang 0.0 0.0 6. Kubis 25.0 10.2 7. Kembang kol 20.0 8.2 8. Brokoli 35.8 14.6 9. Letuce 40.0 16.4 10. Sawi 20.0 8.2 11. Timun 22.0 9.0 Jumlah 244.4 100.0 Alur Pemasaran Komoditas sayuran yang diproduksi petani di Kecamatan Lembang dipasarkan melalui berbagai pihak dengan rantai pasok yang berbeda-beda, termasuk halnya dengan tomat. Berdasarkan alur pemasaran komoditas sayuran di Kecamatan Lembang yang tersaji pada Gambar 12, alur pemasaran komoditas dari petani dapat disalurkan kepada pengumpul, kepada kelompok, dan kepada mitra. Sangat jarang ditemui petani yang mampu memasarkan produknya secara langsung ke pasar maupun kepada konsumen. Komoditas sayuran yang disalurkan kepada pengumpul, kelompok, dan mitra kemudian disampaikan kembali kepada gabungan kelompok tani. Selanjutnya gabungan kelompok tani memasarkannya ke pasar tradisional, pasar ekspor, maupun pasar modern. 47 Fasilitas Pendukung Subsistem pendukung memiliki peran yang tidak kalah penting dari subsistem lainnya. Subsistem jasa pendukung berperan untuk membantu kelancaran kegiatan yang terjadi pada subsistem lainnya. Fasilitas pendukung agribisnis di Kecamatan Lembang seperti yang tersaji pada Tabel 19 adalah lembaga perbankan, Koperasi Unit Desa KUD, pasar, kios saprotan, pegadaian, penangkar benih, dan lembaga kemasyarakatan. Tabel 18 Fasilitas pendukung agribisnis di Kecamatan Lembang Tahun 2013 Jenis fasilitas Jumlah unit Perbankan 4 Koperasi Unit Desa KUD 1 Pasar 1 Kios saprotan 2 Pegadaian 1 Penangkar benih 1 Lembaga kemasyarakatan 1 Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Lembang 2013 Karakteristik Petani Responden Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani tomat dengan kategori sistem usahatani berbasis Standar Operasional Prosedur SOP dan petani tomat dengan kategori sistem usahatani konvensional yang sesuai dengan pemenuhan kuesioner yang disebarkan. Jumlah dari masing-masing kategori adalah 15 petani, sehingga seluruh petani responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 petani. Karakteristik petani tomat di Kecamatan Lembang yang dijadikan responden dalam penelitian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, usia, pengalaman bertani, jenis pekerjaan, luas lahan pertanian, kepemilikan lahan pertanian, sistem usahatani tomat, dan sumber modal usahatani. Petani Pengumpul Kelompok Tani Mitra Gabungan Kelompok Tani Pasar Tradisional Pasar Modern Ekspor Gambar 12 Alur pemasaran komoditas sayuran di Kecamatan Lembang Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Lembang 2013 48 Lokasi Petani Responden pada penelitian ini adalah petani tomat yang tersebar pada 16 kelurahan di Kecamatan Lembang, yaitu yaitu Kelurahan Cibodas, Kelurahan Cibogo, Kelurahan Cikahuripan, Kelurahan Cikidang, Kelurahan Cikole, Kelurahan Gd. Cikahuripan, Kelurahan Jayagiri, Kelurahan Kayuambin, Kelurahan Langensari, Kelurahan Lembang, Kelurahan Mekarwangi, Kelurahan Pageurwangi, Kelurahan Sukajaya, Kelurahan Suntenjaya, Kelurahan Wangunraharja, dan Kelurahan Wangunsari. Karakteristik petani responden berdasarkan wilayah tersaji pada Tabel 20. Tabel 19 Penyebaran lokasi petani responden di Kecamatan Lembang No. KelurahanDesa Jumlah petani Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1 Cibodas 1 2 3 2 Cibogo 2 1 3 3 Cikahuripan 1 1 2 4 Cikidang 1 1 2 5 Cikole 2 1 3 6 Gd. Cikahuripan 1 1 7 Jayagiri 1 1 2 8 Kayuambin 1 1 2 9 Langensari 2 2 10 Lembang 2 1 3 11 Mekarwangi 2 2 12 Pageurwangi 2 2 13 Sukajaya 2 1 3 14 Suntenjaya 1 1 2 15 Wangunraharja 2 2 16 Wangunsari 1 1 Jumlah 15 18 33 Jenis Kelamin Petani Petani tomat dalam penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan. Sebanyak 15 orang petani tomat berbasis Standar Operasional Prosedur SOP berjenis kelamin laki-laki, tidak satu orang pun berjenis kelamin perempuan. Sedangkan sebanyak 13 orang petani tomat konvensional berjenis kelamin laki- laki dan dua orang berjenis kelamin perempuan. Karakteristik responden petani tomat berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 21. Tabel 20 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan kategori jenis kelamin No. Jenis kelamin Jumlah petani tomat Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1 Laki-laki 15 13 28 2 Perempuan 2 2 Kepemilikan usahatani tomat sebagian besar dilakukan oleh petani dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan kegiatan usahatani tomat memerlukan tenaga yang lebih besar, seperti kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, dan pemasangan ajir. Sehingga kegiatan usahatani tomat masih 49 didominasi oleh kaum laki-laki. Tenaga kerja perempuan pada umumnya hanya melakukan kegiatan perawatan tanaman dan kegiatan panen. Tingkatan Usia Petani Usia petani responden dikategorikan menjadi petani dengan usia di bawah 40 tahun 40 tahun, petani dengan usia 40 hingga 50 tahun 40 – 50 tahun, dan petani dengan usia di atas 50 tahun 50 tahun. Pengelompokkan usia petani didasarkan pada rata-rata usia petani tomat yang menjadi responden. Karakteristik petani responden berdasarkan kategori tingkatan usia disajikan pada Tabel 22. Tabel 21 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan kategori tingkatan usia No. Kategori usia tahun Jumlah petani tomat Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1. 40 1 2 3 2. 40 -50 5 7 12 3. 50 9 6 15 Berdasarkan Tabel 21, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani tomat dengan usahatani SOP berada pada kategori usia di atas 50 tahun yaitu sebanyak sembilan orang petani, disusul dengan kategori usia 40 hingga 50 tahun sebanyak lima orang, dan sisanya sebanyak satu orang petani termasuk dalam kategori usia di bawah 40 tahun. Sedangkan pada petani tomat dengan sistem usahatani konvensional disimpulkan bahwa petani dengan kategori usia 40 hingga 50 tahun menduduki peringkat terbanyak sebanyak tujuh orang, selanjutnya sebanyak enam orang petani berusia di atas 50 tahun, dan sebanyak dua orang petani berada pada kategori usia di bawah 40 tahun. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa petani termuda adalah petani dengan usia 29 tahun dan petani tertua berusia 61 tahun. Pengalaman Bertani Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahatani adalah pengalaman bertani. Pada umumnya, pengalaman bertani berbanding lurus dengan keberhasilan usahatani yang dilaksanakan. Petani dengan pengalaman yang cukup tentunya telah memiliki bekal dan ilmu yang cukup untuk mengetahui tindakan yang perlu dilakukan dalam menghadapi risiko dan ketidakpastian yang terjadi pada kegiatan usahatani. Karakteristik petani tomat berdasarkan pengalaman bertani disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan pengalaman bertani No. Pengalaman bertani tahun Jumlah petani tomat Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1. 20 7 4 11 2. 20 – 30 5 9 14 3. 30 3 2 5 Pengalaman bertani yang dimiliki pleh petani responden di Kecamatan Lembang sebagian besar berada pada selang usia 20 hingga 30 tahun, dengan 50 pengalaman terkecil selama dua tahun dan pengalaman terlama selama 44 tahun. Petani dengan sistem usahatani tomat SOP sebagian besar memiliki pengalaman di bawah 20 tahun yaitu sebanyak tujuh orang petani, disusul dengan pengalaman selama 20 hingga 30 tahun sebanyak lima orang petani, di atas 30 tahun yang dimiliki oleh tiga orang petani. Sedangkan untuk kategori petani dengan sistem usahatani tomat konvensional pengalaman terbanyak dimiliki oleh sembilan orang petani dengan selang pengalaman 20 hingga 30 tahun, empat orang petani dengan pengalaman di bawah 20 tahun, dan pengalaman di atas 30 tahun yang dimiliki oleh orang petani. Jenis Pekerjaan Usahatani Petani responden dengan kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang sebagian besar menjadikan kegiatan bertani sebagai pekerjaan pokoksampingan. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 23 yang menyajikan karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan kategori jenis pekerjaan usahatani. Tabel 23 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan kategori jenis pekerjaan usahatani No. Kategori jenis pekerjaan usahatani Jumlah petani tomat Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1 Pekerjaan pokok 4 7 11 2 Pekerjaan sampingan 11 8 19 Pada Tabel 23 diketahui 19 orang petani tomat di Kecamatan Lembang menyatakan kegiatan kegiatan bertani sebagai pekerjaan sampingan mereka. Sisanya, sebanyak 11 orang petani tomat menjadikan kegiatan bertani sebagai jenis pekerjaan utama. Petani tomat di Kecamatan Lembang yang menjadikan kegiatan bertani sebagai pekerjaan sampingan, pada umumnya memiliki pekerjaan sebagai peternak, bertani, pedagang, dan Pegawai Negeri Sipil PNS. Sekitar 11 orang petani responden yang menyatakan kegiatan bertani sebagai pekerjaan pokok, mengindikasikan bahwa kegiatan bertani dapat memenuhi kebutuhan hidup petani. Sebagian besar petani responden menyatakan bahwa kegiatan bertani dilakukan secara mandiri tanpa ikut serta dalam kelompok tani yang resmi. Menurut petani, ikut serta dalam kegiatan kelompok tani tidak memberikan manfaat yang besar bagi petani. keikutsertaan dalam kelompok tani dikatakan tidak mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani. Luas Lahan Pertanian Luas lahan pertanian menggambarkan seberapa luas lahan yang digarap oleh petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Sebagian besar jumlah produksi pertanian dipengaruhi oleh luas lahan pertanian yang digarap petani. Selain itu, luas lahan pertanian mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan petani. Luas kepemilikan lahan yang berbeda-beda antara petani responden menyebabkan perlu dilakukannya pengelompokkan kategori luas lahan. Pada penelitian ini, luas lahan pertanian dikelompokkan dalam kategori di bawah 0.1 hektar 0.1 ha, antara 0.1 hingga 1 hektar 0.1 – 1 ha, dan di atas 1 hektar 1 tersaji pada Tabel 24. 51 Tabel 24 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan kategori luas lahan pertanian Ha No. Kategori luas lahan pertanian Ha Jumlah petani tomat Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1. 0.1 2 2 2. 0.1 - 1 15 12 27 3. 1 1 1 Tabel 24 menunjukan luas kepemilikan lahan petani responden di Kecamatan Lembang. Sehingga dapat diketahui bahwa sebagian besar petani responden memiliki luas lahan antara 0.1 hingga satu hektar yang dimiliki oleh 27 petani 15 orang dengan kriteria usahatani tomat berbasikan SOP dan 12 orang dengan kriteria usahatani tomat konvensional. Sebanyak dua orang petani tomat berbasikan SOP menggarap lahan di bawah 0.1 hektar dan satu orang petani tomat konvensional menggarap lahan di atas satu hektar. Kepemilikan Lahan Pertanian Lahan pertanian yang digarap petani menentukan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani. Lahan pertanian yang dimiliki oleh petani di Kecamatan Lembang terdiri dari dua kategori, yaitu milik dan sewa. Petani akan mengeluarkan biaya berupa Pajak Bumi dan Bangunan PBB di setiap tahunnya pada lahan miliknya, sedangkan petani dengan lahan sewaan akan mengeluarkan biaya sewa lahan pada setiap tahun. Pengeluaran biaya berupa Pajak Bumi dan Bangunan PBB pada lahan milik pribadi lebih sedikit jika dibandingkan dengan biaya sewa lahan pada lahan sewa. Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan kategori kepemilikan lahan disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan kategori kepemilikan lahan pertanian No. Status kepemilikan lahan pertanian Jumlah petani tomat Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1. Milik 5 11 16 2. Sewa 10 4 14 Berdasarkan tabel di atas, status kepemilikan lahan yang umumnya digarap oleh petani di Kecamatan Lembang adalah lahan milik pribadi yang dimiliki oleh 16 orang dan lahaan sewaan yang dimiliki oleh 14 orang. Pada usahatani berbasis SOP, 10 orang petani menggarap lahan sewaan dan lima orang petani menggarap lahan milik pribadi. Sedangkan pada usahatani konvensional, sebagian besar petani memiliki lahan sendiri untuk digarap yang dinyatakan oleh 11 orang petani dan sisanya sebanyak empat orang petani menyatakan lahan milik pribadi. Karakteristik Usahatani Tomat Pada umumnya petani tomat di Kecamatan Lembang melakukan kegiatan usahatani tomat dengan sistem polikultur dan tumpangsari dengan alasan keterbatasan lahan dan biaya produksi yang besar. Sistem polikultur dan tumpangsari juga dikatakan dapat meminimalisir risiko kerugian pada usahatani 52 tomat saat produksi maupun harga jual tomat menurun. Berdasarkan hasil wawancara, tipe usahatani yang dilakukan di Kecamatan Lembang dilakukan secara tumpangsari dan polikultur Tabel 26. Kegiatan usahatani yang dijalankan bersifat komersial yaitu diusahakan untuk dijual kembali memperoleh keuntungan bukan sebagai konsumsi rumah tangga. Tabel 26 Sebaran sistem usahatani tomat di Kecamatan Lembang No. Sistem usahatani Jumlah petani tomat Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1. Polikultur 15 14 29 2. Monokultur 3. Tumpangsari 14 15 20 Pola tanam polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis varietas tanaman pada suatu lahan usahatani dalam waktu satu tahun. Pola tanam ini dikatakan dapat mengefisiensi lahan pertanian, mengurangi hama penyakit, memperoleh hasil yang beragam, serta mampu mengembalikan kesuburan tanah. Jenis tanaman yang ditanam dengan sistem polikultur oleh petani responden di Kecamatan Lembang selain tomat adalah bawang daun, buncis, jagung, kacang, kubis bunga, letuce, selada, terung, dan wortel yang tersaji pada Tabel 27. Tabel 27 Sebaran jenis tanaman polikultur selain tomat di Kecamatan Lembang No. Jenis tanaman polikultur selain tomat Jumlah petani tomat Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1 Bawang daun 1 2 3 2 Buncis 6 7 13 3. Jagung 1 1 2 4. Kacang 2 1 3 5. Kubis bunga 2 4 6 6. Letuce 5 2 7 7. Selada 4 3 7 8. Wortel 1 2 3 Pola tanam tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu jenis varietas tanaman pada suatu lahan pertanian dalam periode waktu tanam yang sama. Pola tanam ini dikatakan sebagai kegiatan efisiensi penggunaan lahan, efisiensi waktu tanam, efisiensi tenaga kerja dalam mengolah dan merawat tanaman, efisiensi biaya produksi seperti pupuk, pestisida, dan mulsa, serta mampu mencegah serangan hama penyakit pada tanaman. Jenis tanaman yang ditanam secara tumpangsari bersamaan dengan tomat di Kecamatan Lembang adalah brokoli, cabai, kubis bunga, dan letuce seperti yang tersaji pada Tabel 29. Tabel 28 Sebaran jenis tanaman tumpangsari selain tomat di Kecamatan Lembang No. Jenis tanaman tumpangsari selain tomat Jumlah petani tomat Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional 1. Brokoli 6 5 11 2. Cabai 15 15 30 3. Kubis bunga 5 4 9 4. Letuce 2 4 6 Kegiatan usahatani tomat merupakan usahatani yang dominan dilakukan oleh petani di Kecamatan Lembang. Rusli, salah seorang petani tomat di 53 Kecamatan Lembang menyatakan bahwa “bukan dinamakan petani jika belum menanam tomat”. Hal itu dinyatakan dengan alasan bahwa komoditas tomat merupakan komoditas pertanian yang tampak mudah, namun sulit untuk dilaksanakan. Sehingga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan usahatani pada komoditas lainnya. Pada musim hujan komoditas tomat yang ditanam mudah layu dan busuk, sedangkan pada musim kemarau komoditas tomat yang ditanam mudah kering dan mati. Namun di Kecamatan Lembang kegiatan usahatani tidak terpengaruh oleh musim karena hujan turun di setiap hari, sehingga ketersediaan air untuk usahatani mencukupi. Kegiatan usahatani tomat digambarkan pada dokumentasi yang disajikan pada Lampiran 10. Kriteria Standar Operasional Prosedur SOP pada usahatani tomat diterapkan oleh sebagian responden petani tomat di Kecamatan Lembang, yaitu sebanyak 15 orang. Kriteria SOP yang diterapkan mencakup penyediaan benih, pengolahan lahan, penanaman, pemasangan ajir, pemangkasan, pengairan, pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman, hingga kegiatan panen. Pada petani tomat berbasis SOP, kriteria yang dilakukan pada umumnya yaitu pada kegiatan penyediaan benih berkualitas dan bersertifikat, prencanaan dan persiapan lokasi tanam yang baik, pemasangan ajir, pemangkasan tanaman tidak produktif secara berkala, pemupukan yang sesuai, hingga pada kegiatan pengendalian hama dan penyakit. Pada petani tomat konvensional, benih yang disediakan sudah merupakan benih yang berkualitas sesuai dengan kriteria SOP usahatani tomat. Selain itu, kriteria SOP yang dipenuhi oleh petani tomat konvensional yaitu kegiatan perencanaan lokasi tanam dan penyediaan lahan yang telah dibersihkan. Perlakuan benih pada petani tomat konvensional umumnya tidak diperlakukan dengan baik, seperti tidak dilakukannya perendaman benih dengan air hangat dan pestisida. Sehingga bibit berkualitas pun mudah terserang hama dan penyakit jika tidak diperlakukan dengan baik. Pemasangan ajir pada tanaman tomat juga tidak dilakukan sesuai dengan prosedur SOP. Kegiatan pengairan pada tanaman tomat hanya bergantung pada cuaca, jika turun hujan tanaman tomat disiram namun jika tidak petani tidak memberikan pengairan yang cukup. Selain itu kegiatan pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan sesuai dengan prosedur SOP, yakni tidak dilakukan secara berkala. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, muncul sarana produksi pertanian yang semakin berkualitas dan teknik produksi yang semakin kompleks untuk menghasilkan komoditas unggul. Teknik produksi dengan menggunakan sarana produksi pertanian terangkum dalam ketetapan Standar Operasional Produksi SOP yang baku, seperti yang pernah dicatat pada Direktorat Jenderal Hortikultura. 54 Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Lembang menunjukkan bahwa terdapat sebagian petani tomat yang menerapkan sistem usahatani berbasis SOP dengan asumsi menghasilkan komoditas tomat berkualitas yang mampu meningkatkan pendapatan petani. Namun tidak sedikit pula petani tomat yang melakukan kegiatan usahatani konvensional sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh sejak lama. Sistem usahatani tomat konvensional pada umumnya dilakukan oleh petani yang memiliki pengalaman bertani lebih dari 20 tahun, pengalaman yang diperoleh sejak kecil. Burhan, petani tomat konvensional mengaku memiliki pengalaman bertani lebih dari tiga puluh tahun yang diperoleh sejak kecil saat ikut orangtuanya bertani. Berbeda dengan Dani, seorang petani yang menerapkan sistem usahatni tomat berbasis SOP mengungkapkan bahwa pengalaman bertaninya baru dimulai sejak dua tahun yang lalu dan diperoleh dari pelatihan dan buku-buku referensi. Beberapa faktor yang menjadi alasan petani enggan menerapkan sistem usahatani berbasis SOP bukan disebabkan kurangnya informasi mengenai teknik usahatani berbasis SOP, melainkan kecemasan petani jika panennya gagal, harga input produksi berkualitas yang tinggi, teknik yang menyulitkan petani. Harga input pertanian yang tinggi, seperti penambahan mulsa sebesar Rp 350 000 per rol dan sprayer sebesar Rp 200 000 yang dapat meningkatkan biaya produksi merupakan faktor utama keengganan petani dalam menerapkan sistem usahatani berbasis SOP. Selain itu banyak petani yang enggan melakukan sistem usahatani berbasis SOP karena dianggap teknik yang dilakukan terlalu menyulitkan dan tidak efisien dalam hal waktu dan tenaga kerja, seperti perlakuan terhadap benih, pemeriksaan tanaman agar sesuai SOP, pemangkasan tanaman secara detail, serta pemberian pupuk dan obat-obatan yang sesuai anjuran. Faktor kebiasaan dan kenyamanan petani dalam menerapkan usahatani konvensional juga mendasari alasan petani enggan beralih kepada sistem usahatani berbasis SOP. Lili, salah seorang petani konvensional mengatakan bahwa dengan menerapkan sistem usahatani berdasarkan pengalamannya telah cukup memperoleh keuntungan sehingga tidak perlu mengubah sistem usahatani yang diterapkannya. Faktor utama yang menyebabkan petani tomat beralih ke sistem usahatani tomat berbasis SOP adalah keuntungan yang diperoleh meningkat dari hasil panen yang diperoleh. Komoditas tomat yang diproduksi dari sistem usahatani berbasis SOP dikatakan lebih banyak dari produksi tomat sebelumnya. Tampilan tomat yang dihasilkan juga lebih menarik dilihat dari segi warna yang merah, ukuran yang seragam, buah bebas dari cacat, dan bobot tomat 100 gram per buah hingga mencapai 150 gram per buah. selain itu tanaman tomat yang ditanam tidak mudah terserang hama dan penyakit, seperti penambahan mulsa mampu mencegah agar bibit tidak busuk serta menjaga kestabilan air dan pupuk yang diberikan. Kegiatan usahatani tomat digambarkan pada dokumentasi yang disajikan pada Lampiran 10. Secara umum keragaan usahatani tomat di Kecamatan Lembang mencakup penyemaian benih, pengolahan lahan, penanaman, pemasangan ajir, perawatan organisme tanaman pengganggu, hingga panen. Penyemaian Benih Benih merupakan faktor penentu utama dalam menghasilkan komoditas pertanian, benih yang unggul akan menghasilkan produk yang unggul pula. Benih yang biasa dipergunakan oleh petani tomat di Kecamatan Lembang baik pada 55 sistem usahatani konvensional maupun sistem usahatani berbasis SOP adalah jenis benih unggul F1. Varietas benih yang ditanam adalah varietas benih hibrida yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian yaitu Marta, Amala, Warani, Aura, Cap Kapal Terbang, danArthaloka. Pemilihan varietas benih disesuaikan dengan ketersediaan di pasar dan varietas yang diminati pasar. Benih yang digunakan diperoleh dengan sistem pesanan kepada penyemaian benih, sehingga diperoleh bibit yang siap tanam. Selain itu, petani tomat yang mampu menyemai benih membeli benih dari kios saprotan kemudian disemai pada lahan miliknya selama 10 hingga 15 hari. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan dimaksudkan untuk membuat struktur tanah menjadi lunak, sehingga tanaman tomat mudah ditanam. Pengolahan lahan dilakukan dengan membalik-balikkan tanah, membuat bedengan, hingga pemberian mulsa dan pupuk. Pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani tomat di Kecamatan Lembang umumnya dilakukan selama lima hari oleh rata-rata penggunaan tenaga kerja sebanyak 19.67 HOK pada usahatani konvensional dan 27.47 HOK pada usahatani berbasis SOP. Penanaman Penanaman tanaman oleh petani tomat di Kecamatan Lembang dilakukan pada pagi hari karena seluruh kegiatan bercocoktanam dilakukan pada pagi hari hingga menjelang siang hari. Penanaman dilakukan dengan mengangkut bibit ke lokasi tanam, membuka polybag, dan ditanam pada mulsa yang telah dilubangi maupun ditanam langsung pada tanah tanpa mengikutsertakan batang tanaman. Setelah penanaman selesai dilakukan, petani memberikan pupuk dan menyiram tanaman agar tumbuh subur. Pupuk yang diberikan pada penanaman adalah pupuk kandang, pupuk NPK, TSP, dan KCl. Kegiatan penanaman umumnya dilakukan selama satu hari dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 4.07 HOK pada usahatani berbasis SOP dan 2.87 HOK pada usahatani konvensional. Pemasangan Ajir Pemasangan ajir dilakukan untuk membantu tanaman tumbuh tegak, memperbaiki pertumbuhan tanaman, mencegah kerusakan fisik tanaman yang disebabkan beban buah dan tiupan angin, serta mempermudah kegiatan perawatan tanaman. Pemasangan ajir harus dilakukan secara hati-hati, pemasangan ajir yang salah akan menyebabkan kerusakan tanaman akibat angin kencang sehingga mudah merusak tanaman tomat yang ditanam Cucu, 2013. Ajir dipasang pada saat tanaman berusia tiga minggu setelah ditanam di lapang. Ajir yang dipasang pada umumnya setinggi 200 meter dengan jarak 10 hingga 15 cm. ajir dipasang pada tanaman yang kemudian diikat dengan menggunakan tali rapia. Pemasangan ajir dilakukan selama tiga hari dengan tenaga kerja 5.27 HOK pada usahatani berbasis SOP dan dua hari dengan tenaga kerja 5.09 HOK pada usahatani konvensional. Perawatan Tanaman Perawatan tanaman meliputi pemangkasan daun, pengairan, pemupukan berkala, hingga perawatan organisme pengganggu tanaman. Pada kegiatan 56 usahatani tomat di Kecamatan Lembang, perawatan tanaman berupa pemangkasan, pengairan, dan perawatan organisme pengganggu dilakukan setiap hari. Pemangkasan daun dilakukan saat ada bagian tanaman yang tidak produktif dan kemudian disingkirkan dari tanaman. Pengairan dilakukan pada pagi hari jika satu hari sebelumnya tidak turun hujan. Namun pengairan di Kecamatan Lembang jarang dilakukan karena hampir setiap hari hujan turun. Pengendalian organisme pengganggu tanaman hanya dilakukan jika dalam tanaman tersebut terlihat ada serangan hama atau penyakit. Jika tidak ada, maka pengendalian tidak dilakukan. Kegiatan ini dilakukan selama dua bulan 60 hari dengan tenaga kerja 132.80 HOK pada usahatani berbasis SOP dan dua hari dengan tenaga kerja 108.13 HOK pada usahatani konvensional. Panen Kegiatan panen dilakukan setelah tanaman berumur 60 hingga 75 hari setelah tanaman pindah ke lapang dan kemudian dilakukan tiga hingga lima hari sekali hingga buah tomat habis. Buah tomat dipanen dengan cara dipetik tanpa menyertakan tangkai buahnya dengan menggunakan tangan. Kegiatan panen umumnya dilakukan secara langsung oleh tenaga kerja wanita karena dinilai lebih hati-hati. Buah tomat yang dipanen kemudiian dipasarkan secara langsung ke pasar maupun ke agen pengumpul di sekitar lokasi petani. Kegiatan ini rata-rata dilakukan selama enam hari dengan tenaga kerja 14.36 HOK pada usahatani berbasis SOP dan empat hari dengan tenaga kerja 6.36 HOK pada usahatani konvensional. Sistem usahatani yang diterapkan oleh petani berupa usahatani konvensional maupun usahatani berbasis SOP telah dipertimbangkan dengan baik oleh masing- masing petani. Perbandingan mengenai penggunaan sistem usahatani tomat akan dibahas lebih rinci dan mendalam yang dilihat berdasarkan struktur biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan, serta efisiensi pendapatan. Hasil perhitungan akan menunjukkan penggunaan sistem usahatani yang lebih menguntungkan petani. Analisis Pendapatan Usahatani Tomat Berbasis SOP dan Usahatani Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh petani dan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani merupakan faktor utama yang mendorong petani untuk menerapkan sistem usahatani pada komoditas yang ditanam. Petani akan menerapkan suatu sistem usahatani jika terbukti memberikan keuntungan berupa pendapatan yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Sebaliknya, petani enggan menerapkan sistem usahatani baru jika terbukti menurunkan pendapatan yang diperolehnya. Analisis perbandingan usahatani yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan struktur biaya rata-rata usahatani dan penerimaan rata- rata usahatani yang kemudian diperoleh pendapatan pendapatan rata-rata usahatani berbasis SOP dan usahatani konvensional. 57 Analisis Struktur Biaya Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang Biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang dibedakan atas penggunaan input produksi yang digunakan. Biaya tersebut terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai. Perhitungan biaya dihitung berdasarkan luasan lahan 1 000 m 2 0.1 hektar yang diperoleh dari jumlah kepemilikan lahan terbesar yang digunakan oleh petani responden.

1. Biaya Tunai

Biaya tunai yang dikeluarkan berupa biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya mulsa, biaya tenaga kerja luar keluarga, serta pajak tanah yang dikeluarkan setiap periode tanam. Varietas benih yang digunakan oleh petani responden di Kecamatan Lembang bervariasi, yaitu yaitu Marta 99, Amala, Warani, Aura, Cap Kapal Terbang, danArthaloka. Varietas benih yang digunakan adalah varietas hibrida yang telah dilepas oleh Kementrian Pertanian. Benih yang digunakan berasal dari kios saprotan yang kemudian disemai sendiri oleh petani dan dapat pula memesan benih ke persemaian di lokasi sekitar petani. Kebutuhan rata-rata benih tomat pada setiap musim tanam adalah sebanyak 1 392 pohon dengan harga beli benih sebesar Rp 135.89 per pohon untuk sistem usahatani tomat berbasis SOP dan 1 705 pohon dengan harga beli benih sebesar Rp 92.00 per pohon. Sehingga jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk penyediaan benih pada sistem usahatani tomat berbasis SOP adalah Rp 296 195.88 dan biaya penyediaan benih pada sistem usahatani tomat konvensional adalah Rp 505 306. Penggunaan pupuk dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang terdiri dari pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk TSP, pupuk KCl, dan pupuk tambahan lainnya. Pupuk yang digunakan diperoleh dari toko saprotan di sekitar lokasi tanam petani. Ketersediaan pupuk diakui selalu mencukupi dan terpenuhi, selain itu harga pupuk relatif stabil. Rata-rata penggunaan pupuk pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 29 Rata-rata penggunaan pupuk per 1 000 m 2 pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang Sistem usahatani tomat berbasis SOP Jenis pupuk Kebutuhan Harga per satuan Rp Nilai joint cost Rp Pupuk kandang karung 111.95 7 333.33 328 776.15 Pupuk NPK kg 75.18 17 326.67 244 611.86 Pupuk TSP kg 26.75 2 566.67 31 399.54 Pupuk KCl kg 9.80 2 530.00 18 242.54 Pupuk lainnya kg 0.46 1 535.71 1 248.92 Jumlah 224.24 31 292.38 624 279.02 Sistem usahatani tomat konvensional Jenis pupuk Kebutuhan Harga per satuan Rp Nilai joint cost Rp Pupuk kandang karung 124.59 7 133.33 481 469.25 Pupuk NPK kg 63.54 16 333.33 244 611.86 Pupuk TSP kg 15.08 2 533.33 20 604.50 Pupuk KCl kg 7.87 2 430.00 18 000.40 Pupuk lainnya kg 13.70 6 500.00 24 452.38 Jumlah 224.79 34 930.00 789 138.38 58 Pupuk kandang pada umumnya dibeli dengan ukuran karung yang berisi 30 kilogram pupuk dari kotoran kambing. Jumlah pupuk kandang yang digunakan selama satu musim tanam per 1 000 m 2 adalah 111.95 karung dengan harga beli rata-rata Rp 7 333.33 per karung pada sistem usahatani tomat berbasis SOP dan 124.59 karung dengan harga beli rata-rata Rp 7 133.33 per karung pada sistem usahatani tomat konvensional. Sedangkan penggunaan pupuk buatan terdiri dari pupuk NPK, pupuk TSP, pupuk KCl, dan pupuk tambahan lainnya. Kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh sistem usahatani tomat berbasis SOP selama satu musim tanam per 1 000 m 2 adalah sebesar 75.18 kilogram pupuk NPK, 26.75 kilogram pupuk TSP, 9.80 kilogram pupuk KCl, dan 0.46 kilogram pupuk lainnya dengan harga beliper kg berturut-turut sebesar Rp 17 326.67, Rp 2 566.67, Rp 2 530.00, dan Rp 3 580.09. Sedangkan kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh sistem usahatani tomat konvensional selama satu musim tanam per 1 000 m 2 adalah sebesar 63.54 kilogram pupuk NPK, 15.08 kilogram pupuk TSP, 7.87 kilogram pupuk KCl, dan 13.70 kilogram pupuk lainnya dengan harga beli per kilogram berturut-turut sebesar Rp 16 333.33, Rp 2 533.33, Rp 2 430.00, dan Rp 6 500.00. Penggunaan pupuk pada sistem usahatani tomat konvensional lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk pada sistem usahatani tomat berbasis SOP. Namun biaya yang dikeluarkan petani tomat konvensional lebih besar dari petani tomat berbasis SOP untuk pembelian pupuk. Obat-obatan diberikan saat tanaman terserang organisme pengganggu tanaman dengan tujuan mengurangi terjangkitnya hama dan penyakit pada tanaman tomat. Obat-obatan yang digunakan pada umumnya dalam usahatani tomat di Kecamatan Lembang adalah Anthracal, Bazooka, Daconil, Prepathon, dan obat tambahan lainnya seperti yang tersaji pada Tabel 31. Penggunaan pestisida oleh sistem usahatani tomat berbasis SOP selama satu musim tanam per 1 000 m 2 adalah sebesar 0.50 botol Anthracal, 1.92 kilogram Bazooka, 2.09 botol Daconil, 12.56 mililiter Prepathon, dan 5.99 botol pestisida lainnya dengan harga beli rata-rata berturut-turut sebesar Rp 140 333.33 per botol, Rp 72 928.57 per kilogram, Rp 136 857.14 per botol, Rp 36 357.14 per mililiter, dan Rp 73 000.000 per botol. Sedangkan penggunaan pestisida yang diperlukan oleh sistem usahatani tomat konvensional selama satu musim tanam per 1 000 m 2 adalah sebesar 50.26 botol Anthracal, 1.35 kilogram Bazooka, 1.18 botol Daconil, 37.20 mililiter Prepathon, dan 57.49 botol pestisida lainnya dengan harga beli rata-rata berturut- turut sebesar Rp 71 333.33 per botol, Rp 27 633.33 per kilogram, Rp 78 333.33 per botol, Rp 25 333.33 per mililiter, dan Rp 33 333.33 per botol. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 30, dapat diketahui bahwa penggunaan pestisida pada usahatani tomat konvensional lebih besar daripada penggunaan pestisida pada usahatani tomat berbasis SOP. Namun, harga beli pestisida pada petani tomat berbasis SOP lebih besar dibandingkan harga beli pestisida pada petani tomat konvensional, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan pestisida pada petani tomat berbasis SOP lebih besar daripada biaya usahatani tomat konvensional. 59 Tabel 30 Rata-rata penggunaan pestisida per 1 000 m 2 pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang Sistem usahatani tomat berbasis SOP Jenis pestisida Kebutuhan Harga per satuan Rp Nilai joint cost Rp Anthracal botol 0.50 140 333.33 43 616.67 Bazooka kg 1.92 72 928.57 37 350.46 Daconil botol 2.09 136 857.14 186 933.33 Prepathon ml 12.56 36 357.14 4 235.03 Pestisida lainnya botol 5.99 73 000.00 421 480.69 Jumlah 23.07 459 476.19 693 616.18 Sistem usahatani tomat konvensional Anthracal botol 50.26 71 333.33 26 134.92 Bazooka kg 1.35 27 633.33 18 811.22 Daconil botol 1.18 78 333.33 129 023.58 Prepathon ml 37.20 25 333.33 4 721.09 Pestisida lainnya botol 57.49 33 333.33 179 349.21 Jumlah 147.48 235 966.67 358 040.02 Penggunaan mulsa pada kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang banyak digunakan oleh petani tomat yang menerapkan sistem usahatani berbasis konvensional. Berdasarkan data rata-rata penggunaan mulsa per 1 000 m 2 pada Tabel 32, terbukti bahwa penggunaan mulsa pada sistem usahatani SOP lebih besar 0.2 rol dari sistem usahatani konvensional. Selain itu, harga beli mulsa per satuan oleh sistem usahatani SOP juga lebih besar dari sistem usahatani konvensional. Selisih harga beli mulsa per rol cukup besar, yaitu mencapai 74 704.76. Sehingga biaya tunai yang dikeluarkan dalam penggunaan mulsa pada sistem usahatani SOP lebih besar daripada biaya mulsa pada sistem usahatani konvensional. Penggunaan mulsa pada tanaman tomat juga telah banyak dilakukan oleh petani tomat konvensional. Tabel 31 Rata-rata penggunaan mulsa per 1 000 m 2 pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang Keterangan Sistem usahatani SOP Sistem usahatani konvensional Kebutuhan rol 1.00 0.98 Harga satuan Rprol 384 133.33 309 428.57 Nilai Rp 379 693.75 304 044.78 Nilai joint cost Rp 173 811.55 120 256.99 Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani tomat di Kecamatan Lembang terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani tomat menggunakan satuan Hari Orang Kerja HOK dengan aktivitas kerja selama lima jam setiap harinya, yaitu pada pukul 07.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Pembayawan upah tenaga kerja dibedakan berdasarkan jenis kelamin dengan kisaran Rp 25 000 hingga Rp 40 000 untuk