59 Tabel 30 Rata-rata penggunaan pestisida per 1 000 m
2
pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang
Sistem usahatani tomat berbasis SOP Jenis pestisida
Kebutuhan Harga per satuan Rp
Nilai joint cost Rp Anthracal botol
0.50 140 333.33
43 616.67 Bazooka kg
1.92 72 928.57
37 350.46 Daconil botol
2.09 136 857.14
186 933.33 Prepathon ml
12.56 36 357.14
4 235.03 Pestisida lainnya
botol 5.99
73 000.00 421 480.69
Jumlah 23.07
459 476.19 693 616.18
Sistem usahatani tomat konvensional Anthracal botol
50.26 71 333.33
26 134.92 Bazooka kg
1.35 27 633.33
18 811.22 Daconil botol
1.18 78 333.33
129 023.58 Prepathon ml
37.20 25 333.33
4 721.09 Pestisida lainnya
botol 57.49
33 333.33 179 349.21
Jumlah 147.48
235 966.67 358 040.02
Penggunaan mulsa pada kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang banyak digunakan oleh petani tomat yang menerapkan sistem usahatani berbasis
konvensional. Berdasarkan data rata-rata penggunaan mulsa per 1 000 m
2
pada Tabel 32, terbukti bahwa penggunaan mulsa pada sistem usahatani SOP lebih
besar 0.2 rol dari sistem usahatani konvensional. Selain itu, harga beli mulsa per satuan oleh sistem usahatani SOP juga lebih besar dari sistem usahatani
konvensional. Selisih harga beli mulsa per rol cukup besar, yaitu mencapai 74 704.76. Sehingga biaya tunai yang dikeluarkan dalam penggunaan mulsa pada
sistem usahatani SOP lebih besar daripada biaya mulsa pada sistem usahatani konvensional. Penggunaan mulsa pada tanaman tomat juga telah banyak
dilakukan oleh petani tomat konvensional.
Tabel 31 Rata-rata penggunaan mulsa per 1 000 m
2
pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang
Keterangan Sistem usahatani SOP
Sistem usahatani konvensional Kebutuhan rol
1.00 0.98
Harga satuan Rprol 384 133.33
309 428.57 Nilai Rp
379 693.75 304 044.78
Nilai joint cost Rp 173 811.55
120 256.99
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani tomat di Kecamatan Lembang terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penggunaan
tenaga kerja dalam usahatani tomat menggunakan satuan Hari Orang Kerja HOK dengan aktivitas kerja selama lima jam setiap harinya, yaitu pada pukul
07.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Pembayawan upah tenaga kerja dibedakan berdasarkan jenis kelamin dengan kisaran Rp 25 000 hingga Rp 40 000 untuk
60 tenaga kerja pria per hari dan Rp 20 000 hingga Rp 35 000 per hari untuk tenaga
kerja wanita. Upah tenaga kerja dibayarkan petani setiap harinya setelah pekerjaan selesai. Tenaga kerja wanita dihitung dalam Hari Kerja Wanita HKW, sehingga
perlu dikonversikan ke dalam Hari Kerja Pria dengan mengalikan 0.8.
Sumber perolehan tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani dibedakan menjadi Tenaga Kerja Dalam Keluarga TKDK dan Tenaga Kerja
Luar Keluarga LKDK. Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani tomat meliputi kegiatan penyemaian benih, pengolahan lahan, penanaman, pemasangan
ajir, perawatan tanaman berupa pemupukan, pengairan, pemangkasan tanaman non produktif, serta pengendalian dan perawatan organisme pengganggu tanaman
hingga pemanenan. Tenaga kerja pria diperlukan dalam kegiatan penyemaian benih, pengolahan lahan, penanaman, pemasangan ajir, serta perawatan tanaman
berupa pemupukan dan pengairan karena memerlukan tenaga yang besar dalam seluruh rangkaian kegiatan tersebut. Sedangkan tenaga kerja wanita diperlukan
dalam kegiatan perawatan tanaman berupa pemangkasan daun dan pemanenan dengan alasan kehati-hatian dan kerja yang relatif ringan. Rata-rata penggunaan
tenaga kerja dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang disajikan pada Tabel 33.
Tabel 32 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per 1 000 m
2
dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang
Usahatani SOP Kegiatan
Jumlah HOK 1000 m² TKDK
Total TKLK
Total HKP
HKW HKP
HKW Penyemaian benih
1.00 0.00
1.00 20.80
0.00 20.80
Pengolahan lahan 3.80
0.00 3.80
27.47 0.00
27.47 Penanaman
0.20 0.00
0.20 4.07
0.00 4.07
Pemasangan ajir 0.20
0.00 0.20
5.27 0.00
5.27 Perawatan tanaman pemangkasan
daun, pengairan, pemupukan, dan perawatan organisme pengganggu
tanaman 16.00
3.20 19.20
104.00 28.80
132.80 Panen
9.60 1.17
10.77 13.93
0.43 14.36
Jumlah 30.80
4.37 35.17
175.53 29.23
204.76 Usahatani Konvensional
Penyemaian benih 3.27
0.00 3.27
14.27 0.00
14.27 Pengolahan lahan
1.20 0.00
1.20 19.67
0.00 19.67
Penanaman 0.33
0.05 0.39
2.87 0.00
2.87 Pemasangan ajir
0.53 0.00
0.53 4.13
0.96 5.09
Perawatan tanaman pemangkasan daun, pengairan, pemupukan, dan
perawatan organisme pengganggu tanaman
16.13 6.40
22.53 92.13
16.00 108.13
Panen 7.73
0.53 8.27
5.93 0.4
6.36 Jumlah
29.20 6.99
32.91 124.73
17.39 142.12
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 33, terlihat perbedaan penggunaan tenaga kerja pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang. Pada
sistem usahatani berbasis SOP, penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK terbesar terletak pada kegiatan perawatan tanaman yaitu sebesar 132.80 HOK
yang kemudian disusul oleh kegiatan pengolahan lahan sebesar 27.57 HOK,
61 penyemaian benih sebesar 20.80 HOK, panen sebesar 14.36 HOK, pemasangan
ajir sebesar 5.27 HOK, dan penanaman sebesar 4.07 HOK. Sama halnya dengan sistem usahatani berbasis SOP, urutan penggunaan tenaga kerja pada sistem
usahatani konvensional terbesar adalah pengolahan lahan sebesar 108.13 HOK, pengolahan lahan sebesar 19.67 HOK, penyemaian benih sebesar 14.27 HOK,
pemanenan sebesar 6.36 HOK, pemasangan ajir sebesar 5.09 HOK, dan penanaman sebesar 2.87 HOK. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK
pada sistem usahatani berbasis SOP lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK pada sistem usahatani
konvensional.
Lahan yang digunakan dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang terdiri dari lahan milik dan lahan sewa. Petani penggarap lahan milik
wajib membayar pajak tanah yang dikeluarkan setiap tahunnya. Biaya yang dikeluarkan petani untuk membayar pajak tanah atas lahan pertanian yang
diusahakannya di Kecamatan Lembang adalah sebesar Rp 100 000 per 1 000 m
2
setiap tahunnya.
2. Biaya Non Tunai
Biaya non tunai yang dikeluarkan petani meliputi biaya penyemaian benih dari tanaman tomat sebelumnya, biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya sewa
lahan milik pribadi, serta biaya penyusutan peralatan. Benih yang digunakan petani tomat di Kecamatan Lembang diperoleh dari toko saprotan dan petani
penyemaian benih, sehingga tidak terdapat biaya non tunai dari kegiatan penyemaian benih di Kecamatan Lembang.
Berdasarkan rata-rata penggunaan tenaga kerja pada Tabel 29, diketahui bahwa jumlah Tenaga Kerja Dalam Keluarga TKDK terbesar adalah pada sistem
usahatani tomat berbasis SOP dengan nilai 30.80 HOK, sedangkan jumlah tenaga kerja konvensional adalah sebesar 29.20 HOK. Pada sistem usahatani berbasis
SOP, penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga TKDK terbesar terletak pada kegiatan perawatan tanaman yaitu sebesar 16.00 HOK yang kemudian disusul
oleh kegiatan pemanenan sebesar 9.60 HOK, pengolahan lahan sebesar 3.80 HOK, penyemaian benih sebesar 1.00 HOK, serta penanaman dan pemasangan
ajir sebesar 0.20. Berbeda halnya dengan sistem usahatani berbasis SOP, urutan penggunaan tenaga kerja pada sistem usahatani konvensional terbesar adalah
pengolahan lahan sebesar 16.13 HOK, pemanenan sebesar 7.73 HOK, penyemaian benih sebesar 3.27 HOK, pengolahan lahan sebesar 1.20 HOK,
pemasangan ajir sebesar 0.53 HOK, dan penanaman sebesar 0.33 HOK. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK pada sistem usahatani berbasis
SOP lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK pada sistem usahatani konvensional.
Biaya sewa lahan perlu diperhitungkan dalam biaya non tunai baik bagi petani penggarap lahan milik, maupun bagi petani penggarap lahan sewa
meskipun tidak diperhitungkan secara tunai bagi petani penggarap lahan milik. Biaya sewa lahan pertanian di Kecamatan Lembang dibayar setiap tahun sesuai
dengan luas lahan yang disewa. Rata-rata biaya yang dikeluarkan petani untuk membayar sewa lahan atas lahan pertanian yang digarapnya per 1 000 m
2
di Kecamatan Lembang adalah sebesar Rp 1 510 661.38 untuk sistem usahatani
62 tomat SOP dan Rp 503 553.79 untuk sistem usahatani tomat konvensional setiap
tahunnya. Peralatan pertanian merupakan sarana penunjang kegiatan usahatani yang
harus dimiliki oleh setiap petani. Peralatan yang dimiliki oleh petani responden di Kecamatan Lembang adalah cangkul, karung, kored, gunting, dan sprayer.
Peralatan yang digunakan selain berpengaruh terhadap modal usahatani, juga mempengaruhi besarnya biaya penyusutan yang termasuk pada biaya non tunai.
Perhitungan nilai penyusutan peralatan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis dari perlatan. Pada perhitungan ini, nilai sisa dianggap
tidak ada sehingga tidak dimasukkan ke dalam perhitungan. Besarnya rata-rata biaya penyusutan peralatan pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang
disajikan pada Tabel 34.
Tabel 33 Nilai rata-rata penyusutan peralatan per 1 000 m
2
pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang
Usahatani tomat berbasis SOP No.
Jenis peralatan
Jumlah unit
Harga Rpunit
Umur teknis bulan
Biaya penyu- sutan Rp
Nilai penyusutan per musim tanam Rp
Joint cost Rp
1 Cangkul 4
50 000 12
16 388 49 166
17 916 2 Karung
166 1 500
12 20 791
62 375 21 604
3 Kored 3
15 000 24
1 875 5 625
2 020 4 Gunting
30 375 000
180 4 166
12 500 4 513
5 Sprayer 1
200 000 48
4 444 13 333
4 583 Jumlah
204 641 500
276 47 667
143 000 50 639
Usahatani tomat konvensional 1 Cangkul
3 50 000
12 12 777
38 333 14 444
2 Karung 99
1 500 12
12 325 36 975
13 758 3 Kored
3 15 000
24 1 708
5 125 1 895
4 Gunting 2
25 000 12
4 027 12 083
4 444 5 Sprayer
1 200 000
48 3 055
9 166 3 750
Jumlah 107
291 500 108
33 894 101 683
38 293
Berdasarkan perhitungan nilai penyusutan peralatan pada Tabel 34, menunjukkan bahwa penyusutan terbesar pada sistem usahatani berbasis SOP
terletak pada karung yang kemudian disusul oleh cangkul, sprayer, gunting, dan kored. Sedangkan nilai penyusutan peralatan terbesar pada usahatani tomat
konvensional terletak pada cangkul, yang kemudian diikuti oleh karung, gunting, sprayer, dan kored. Dari perbandingan sistem usahatani tersebut, biaya
penyusutan terbesar adalah pada sistem usahatani tomat berbasis SOP dengan nilai penyusutan per musim tanam sebesar Rp 50 639 dibandingkan sistem
usahatani tomat konvensional dengan nilai Rp 38 293.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui faktor produksi yang, dimasukan ke dalam tabel perbandingan yang tersaji pada Lampiran 11. mempengaruhi biaya
yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang. Perbedaan biaya yang dikeluarkan antara kedua sistem usahatani juga semakin
terlihat jelas. Biaya-biaya pada faktor produksi pupuk, pestisida, tenaga kerja, serta penyusutan peralatan dihitung berdasarkan nilai pemakaian bersama joint
cost karena sistem usahatani dilakukan secara tumpangsari. Besarnya biaya pemakaian bersama joint cost pada setiap petani berbeda-beda, sesuai dengan
63 jenis komoditas yang diusahakan pada lahan yang digarapnya. Secara umum,
terdapat tiga komoditas pertanian yang ditanam secara tumpangsari dalam satu luasan lahan garapan. Perbedaan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan
usahatani di atas
Hasil perhitungan yang tersaji pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan pada sistem usahatani berbasis SOP lebih besar jika
dibandingkan dengan sistem usahatani konvensional, yaitu sebesar Rp 6,663 429.83 pada usahatani SOP dan Rp 6 475 858.09 pada usahatani konvensional.
Pada sistem usahatani tomat berbasis SOP, tiga komponen dengan persentase biaya terbesar terletak pada biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK yaitu
sebesar 55.67 persen Rp 3 326 013.78, yang kemudian disusul oleh pestisida sebesar 23.15 persen Rp 1 382 997.34, dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga
TKDK sebesar 11.90 persen Rp 710 666.67. Sedangkan pada sistem usahatani tomat konvensional, tiga komponen biaya tertinggi adalah biaya Tenaga Kerja
Luar Keluarga TKLK yaitu sebesar 41.41 persen Rp 2 512 624.89, yang diikuti dengan biaya pupuk sebesar 28.19 Rp 1 710 459.24, dan Tenaga Kerja dalam
Keluarga sebesar 13.40 persen Rp 812 776.67. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar pada kedua sistem usahatani.
Sistem usahatani berbasis SOP lebih banyak mengeluarkan biaya pada komponen pestisida setelah tenaga kerja, yang menunjukkan bahwa penggunaan pestisida
pada sistem usahatani ini lebih banyak dari usahatani konvensional. Berbeda dengan sistem usahatani konvensional, komponen biaya terbesar setelah
penggunaan tenaga kerja terletak pada pupuk yang menunjukkan bahwa penggunaan pupuk pada sistem usahatani ini lebih besar dari sistem usahatani
SOP. Secara keseluruhan, biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan pada sistem usahatani konvensional lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan
pada sistem usahatani berbasis SOP. Analisis Penerimaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang
Analisis penerimaan usahatani tomat dihitung berdasarkan penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Penerimaan dalam
kegiatan usahatani tomat adalah berupa tomat yang diproduksi dikali dengan harga jual tomat. Penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahatani pada kedua
sistem usahatani disajikan pada Tabel 35.
Tabel 34 Rata-rata penerimaan usahatani tomat pada luas lahan 1 000 m
2
di Kecamatan Lembang
Uraian Penerimaan usahatani SOP
Penerimaan usahatani konvensional Produksi kg
2 429.85 2 294.29
Harga jual Rpkg 3 966.67
3 646.67 Penerimaan
9 638 408.53 8 366 495.24
Produksi tomat yang dihasilkan pada sistem usahatani tomat berbasis SOP adalah sebesar 2 429.85 kilogram, sedangkan produksi tomat yang dihasilkan
pada sistem usahatani konvensional adalah 2 294.29 kilogram. Perbedaan jumlah produksi tomat yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh penggunaan input
produksi yang digunakan pada kegiatan usahatani. Tomat yang dihasilkan dari sistem usahatani berbasis SOP jauh lebih banyak dibandingkan tomat yang