Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Tahap pembuatan preparat histopatologi

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Juli 2008 sampai dengan bulan Februari 2009. Pemeliharaan ayam pada saat pemberian perlakuan dilaksanakan di laboratorium UP3H Fakultas Kedokteran IPB dari bulan Juli 2008 sampai dengan Agustus 2008.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Ayam broiler DOC sebanyak 40 ekor. 2. Ekstrak adas 10, ekstrak temu ireng 10, ekstrak sirih merah 10 dan ekstrak sambiloto 10 untuk perlakuan single 3. Ekstrak adas 2.5, ekstrak temu ireng 2.5, ekstrak sirih merah 2.5 dan ekstrak sambiloto 2.5 untuk perlakuan dengan kombinasi 4 jenis tanaman obat sehingga diperoleh konsentrasi total 10. 4. Ekstrak adas 3.33, ekstrak temu ireng 3.33, ekstrak sirih merah 3.33 dan ekstrak sambiloto 3.33 untuk perlakuan dengan kombinasi 3 jenis tanaman obat sehingga diperoleh konsentrasi total 10. 5. Spoit 1ml untuk mencekok ayam. 6. Pengambilan sampel dan pengawetan jaringan: pisau, silet, scalpel, pinset anatomis dan sirurgis, gunting besar, gunting kecil tali label, wadah plastik, alkohol 70, larutan fiksatif Buffered Neutral Formalin BNF 10 7. Proses pembuatan sediaan histopatologi: Alkohol 70, 80, 90, 95 dan absolut, xylol, parafin, inkubator, cetakan parafin dan mikrotom. 8. Pewarnaan: Wadah dari gelas untuk tempat pewarnaan staining jar, Mayer Hemaktosilin Eosin, alkohol absolute, alkohol 70, 80, 90, 95, aquadestilata, Xylol. 9. Mounting: Permount® dan cover glass. 3.3. Metode kerja 3.3.1. Pembuatan kandang Kandang ayam dibuat sesuai dengan rancangan percobaan yang akan diterapkan yang berjumlah 10 petak untuk masing-masing kelompok perlakuan. Masing-masing petak kandang diberi label sesuai dengan ekstrak tanaman obat perlakuan yang akan diberikan 1-10. Kandang dipergunakan selama pemberian ekstrak tanaman obat pada ayam.

3.3.2. Persiapan ekstrak tanaman obat terstandar:

a. Budidaya Persiapan bahan baku dimulai dari panen bahan baku sampai proses pasca panen. Bahan baku tanaman dipanen dari koleksi plasma nutfah tanaman obat di kebun lingkup Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor. Sambiloto dipanen dari kebun koleksi plasma nufah di Kebun Percobaan KP Cimanggu, pada ketinggian 240 meter di atas permukaan laut dpl. Temu ireng dan sirih merah dari KP. Cicurug, pada ketinggian 550 meter dpl dan adas dari KP. Manoko Lembang, pada ketinggian 1200 meter dpl. Penanaman telah dilakukan pada bulan Desember 2006 dan pemeliharaan tanaman mengikuti Standard Operational Procedure SOP budidaya tanaman untuk menghasilkan potensi genetik yang optimal. Cara panen dilakukan sesuai dengan jenis tanaman. Pada temu ireng pemanenan dilakukan dengan cara membongkar seluruh rimpangnya, menggunakan garpu dan cangkul kemudian tanah yang menempel dibersihkan. Sirih merah dan sambiloto dipanen dengan cara membandingkan beberapa stadia kematangan daun yaitu dengan cara membandingkan daun tua, setengah tua dan muda. Pada adas akan dipanen beberapa stadia kematangan buah. Parameter yang diamati adalah mutu proksimat dari tiap bagian tanaman yang akan dipanen. Selanjutnya akan dilakukan analisis kimia. b. Pasca panen Kegiatan pasca panen dilakukan di laboratorium hasil Balitro mulai bulan Juni tahun 2007. bahan yang digunakan untuk ekstraksi adalah methanol, etanol, aseton dingin, etil asetat, kloroform, aquadestilata, asetat, hidrat, H 2 SO 4 . Untuk pemisahan dilakukan teknik Kromatografi Lapis Tipis KLT. c. Ekstraksi Proses pembuatan simplisia dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu sortasi, pencucian, pengeringan, penggilingan, dan ekstraksi, serta pengujian komponen fitokimia. Bahan dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 45ºC, sampai kadar air ± 10, kemudian digiling dengan ukuran 60 mesh. Ekstraksi dilakukan secara bertingkat untuk memisahkan fraksi polar, semi polar dan non polar.

3.3.3. Pemeliharaan Ayam dan Kelompok Perlakuan

Ayam broiler DOC yang berjumlah 40 ekor unisex dibagi menjadi 10 kelompok dan dimasukkan ke dalam petak-petak kandang yang sudah disediakan. Ayam tersebut diberi makan dan minum ad libitum. Pakan yang diberikan adalah pakan komersial. Pada minggu pertama ayam belum diberikan perlakuan, hal ini dilakukan agar ayam dapat beradaptasi dengan lingkungan selain itu pada minggu pertama juga diberikan vaksin New Castle Disease ND. Selama minggu pertama pemeliharaan tiap petak kandang disediakan sebuah lampu pijar untuk menjaga suhu kandang agar tetap hangat. Gambar 7 Pemeliharaan DOC Kode kandang diberikan untuk menandakan jenis perlakuan yang akan diberikan. Kandang diberi kode dengan menggunakan angka 1-10, selain itu untuk membedakan masing-masing ayam dalam satu kelompok perlakuan maka di pergelangan kaki ayam dipasang gelang plastik modifikasi untuk mempermudah identifikasi. Warna gelang untuk tiap perlakuan berbeda. Tabel 1. Jenis Perlakuan Perlakuan P Perlakuan 1 Adas 2 Temu ireng 3 Sirih merah 4 Sambiloto 5 Adas + temu ireng + sirih merah + sambiloto 6 Adas + temu ireng + sirih merah 7 Adas + temu ireng + sambiloto 8 Temu ireng + sirih merah + sambiloto 9 Adas + sirih merah + sambiloto 10 Kontrol aquadestilata Pencekokan dilakukan satu kali dalam sehari pada pagi hari dengan menggunakan spoit 1 ml. Ayam kontrol diberikan cekokan aquadest agar memiliki tingkat stres yang sama dengan kelompok perlakuan lainnya. Pengukuran bobot ayam dilakukan setiap pagi setelah ayam diberi cekokan ekstrak tanaman obat, data tersebut dicatat hari perhari sehingga dapat diamati pertambahan bobot badan dari masing-masing ayam di tiap kelompok perlakuan. Ayam dipelihara dan diberikan perlakuan sampai berumur empat minggu.

3.4. Tahap pembuatan preparat histopatologi

Setelah ayam berumur empat minggu dilakukan pemanenan dan siap untuk menuju ke tahap selanjutnya. Dua ekor ayam dari masing-masing kelompok dinekropsi, kemudian sampel hati diambil. Setiap sampel organ diiris setebal ± 0,5 cm. Organ tersebut kemudian dimasukkan kedalam tissue cassette. Kemudian cassette dimasukkan ke dalam wadah khusus, lalu diproses dalam automatic tissue processor. Di dalam alat tersebut secara otomatis jaringan akan mengalami dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat alkohol 70, 80, absolut. Setelah itu jaringan dimasukkan ke dalam xylol untuk melarutkan alkohol yang terdapat dalam jaringan, untuk selanjutnya diinfiltrasi oleh paraffin. Proses pembuatan preparat selanjutnya adalah embedding, yaitu suatu proses penanaman jaringan ke dalam blok paraffin. Setelah itu disimpan dalam refrigerator 4-6ºC. Setiap blok paraffin yang berisi jaringan dipotong dengan menggunakan mikrotom dengan tebal irisan 3μm. Potongan jaringan tersebut diletakkan di atas permukaan air hangat agar jaringan tidak berkerut, selanjutnya jaringan diletakkan di atas gelas obyek untuk diinkubasi selama ± 24 jam agar jaringan benar-benar melekat. Keesokan harinya dilakukan proses pewarnaan. Pewarnaan yang dilakukan adalah Hematoxylin-Eosin. Tahapan-tahapan untuk melakukan pewarnaan ini yaitu: 1. Deparafinisasi : - perendaman gelas obyek dalam xylol I selama 2 menit. - perendaman dalam xylol II selama 2 menit. 2. Dehidrasi : - perendaman dalam alkohol absolut selama 2 menit. - perendaman dalam alkohol 95 selama 2 menit. - perendaman dalam alkohol 80 selama 2 menit. 3. Pembilasan dengan air mengalir. 4. Pewarnaan : perendaman dalam Mayer’s Hematoxyllin selama 8 menit. 5. Pembilasan dengan air mengalir. 6. Perendaman dalam lithium carbonat selama 15-30 detik. 7. Pembilasan dengan air mengalir. 8. Pewarnaan : perendaman dalam Eosin selama 2-3 menit. 9. Pembilasan dengan air mengalir. 10. Dehidrasi : - pencelupan dengan alkohol 95 sebanyak 10 kali - pencelupan dengan alkohol absolut I sebanyak 10 kali - pencelupan dengan alkohol absolut II selama 2 menit 11. Deparafinisasi : - perendaman gelas obyek dalam xylol I selama 2 menit. - perendaman dalam xylol II selama 2 menit. Setelah proses pewarnaan selesai preparat direkatkan dengan cover glass dengan menggunakan Permount®, lalu diberi label.

3.5. Parameter Pengamatan Histopatologi dan Evaluasi Data