Residu Hormon Steroid pada Manusia

berikatan pada reseptor dalam sitosol. Kortikosteroid juga dapat mereduksi kemampuan makrofag dan netrofil untuk memfagositosis benda asing. Efek inilah yang memberikan kontribusi dalam aksi anti-inflamasi kortikosteroid. Selain itu, kortikosteroid juga mereduksi kemotaksis, hal inilah yang membuat beberapa sel inflamasi tertarik oleh aktivasi sel T H. Ekspresi dari molekul MHC II dan IL-1 yang diproduksi oleh makrofag otomatis juga akan tereduksi. Akhirnya kortikosteroid juga akan menstabilisasi membran lisosom dari leukosit, sehingga terjadi penurunan level dari enzim lisosom dilepaskan pada situs inflamasi Kuby 1992. Forbes dan Altman 1998 berpendapat bahwa pada unggas kortikosteroid dapat menjadi terapi untuk lesio polifolikuler. Lesi ini mengakibatkan pruritus. Pemberian kortikosteroid atau NSAID, agen inflamasi dapat menghilangkan pruritus. Sedangkan Tully 2000 berpendapat pemberian obat topikal pada unggas harus diwaspadai dan tidak boleh terlalu banyak pemberiannya. Obat ini dapat melekat di bulu dan akan termakan oleh unggas saat unggas melicinkan bulunya dengan paruh sehingga berdampak toksisitas. Kortikosteroid topikal perlu diwaspadai penggunaannya. Banyak dilaporkan terjadi kematian setelah penggunaan kortikosteroid. Prednisolone, salah satu golongan kortikosteroid yang digunakan untuk penyakit rematik. Dosis rendah Prednisolone dapat menyebabkan kerusakan persendian. Efek paling serius paparan kortikostreoid adalah penekanan pitutari- adrenal. Kelenjar adrenal akan mengalami atropi lalu kehilangan kemampuan untuk memproduksi kortikosteroid alami. Tubuh tidak akan dapat bertahan menghadapi stres sehingga tubuh akan selalu berada di bawah cekaman. Anti- inflamasi kortikosteroid menurunkan fungsi imun. Respon infeksi akan meningkat seiring dengan berkurangnya jumlah limfosit. Berbagai infeksi seperti tuberkulosis akan mudah menyebar bahkan sebelum terdiagnosa Thorp 2008.

2.4.2 Residu Hormon Steroid pada Manusia

Agen anabolik digunakan pada ternak untuk meningkatkan pertumbuhan. Terdapat dua macam steroid, yaitu steroid yang terdapat dan disintesis dalam tubuh steroid endogenus dan steroid yang berasal dari luar tubuh steroid eksogenus. Steroid eksogenus mengandung ester dari steroid endogenus, contohnya estradiol benzoat dan testosteron propionat. Senyawa-senyawa ini akan masuk ke tubuh manusia melalui makanan. Steroid yang terkonsumsi manusia memiliki kecenderungan akan menganggu produksi endokrin. Mengkonsumsi daging yang terpapar senyawa ini meningkatkan level hormon dalam tubuh manusia. Akumulasi steroid eksogenus dalam tubuh akan berselisih dengan steroid endogenus dalam 3 cara. Pertama, aktivitas biologis steroid eksogenus akan lebih kuat dibanding steroid endogenus. Kedua, steroid eksogenus dimetabolis secara berbeda, dan ketiga, steroid eksogenus akan memberikan efek berbeda dibanding steroid endogenus Zeliger 2011. Hormon steroid diberikan pada ayam dengan tujuan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Selain itu hormon ini juga dapat meningkatkan massa otot ayam sebelum disembelih. Hal ini membantu peternak untuk meningkatkan keuntungan dan mempercepat panen ayam broiler tanpa mengeluarkan banyak biaya. Namun kandungan hormon steroid tersebut masih terdapat pada daging ayam bahkan setelah proses pemasakan, artinya saat mengkonsumsi, manusia akan terpapar oleh hormon ini dan menimbulkan efek negatif pada tubuh konsumen Ankeny 2011. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan Pasal 58 ayat 1 menyebutkan bahwa dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan. Akumulasi senyawa steroid dalam daging berpotensi menimbulkan efek yang buruk bagi manusia selaku konsumen. Efek yang ditimbulkan mencangkup gangguan pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas, seperti imunotoksisitas, genotoksisitas, dan karsinogenisitas Addis et al. 1999. Menurut Gandhi dan Snedeker 2003 beberapa steroid sintetis, contohnya diethylstilbestrol DES, ditemukan dapat meningkatkan resiko kanker vagina. Paparan hormon steroid yang berkepanjangan juga dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Hormon steroid yang terdapat pada makanan dilaporkan menyebabkan pubertas yang lebih cepat pada anak-anak perempuan. Sedangkan studi lain di Italia menunjukkan bahwa residu hormon steroid pada daging sapi dan ayam dinilai dapat menyebabkan pembesaran payudara baik pada anak perempuan maupun anak laki-laki.

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fasilitas Kandang Percobaan FKH IPB, Laboratorium Histopatologi, dan Laboratorium Photo, Bagian Patologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi KRP, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian berlangsung dari bulan September 2009 sampai dengan bulan Februari 2010.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. 30 ekor ayam broiler berumur 1 hari DOC. 2. Bahan imunosupressan kortikosteroid yaitu Prednisone 3 mgKg BB Jamin 2011. 3. Vaksin Newcastle Disease ND strain La-Sota dan vaksin Gumboro IBD yang merupakan vaksin aktif 4. Vitamin, antibiotik, dan ransum dari produk komersil serta air yang diberikan secara ad libitum 5. Kebutuhan sanitasi kandang, diantaranya air bersih isi ulang, deterjen, insektisida, formalin 10, dan enilconalone 15 konsentrasi 150 gL sebagai fungisida. 6. Sekam 7. Bahan nekropsi dan pembuatan preparat histopatologi, yaitu larutan buffer netral formalin BNF 10, alkohol dengan konsentrasi bertingkat 70, 80, 90, alkohol 95, dan alkohol absolut, larutan penjernih xylol, parafin granul histoplast dengan titik leleh 56-57 C, pewarna Meyer’s Hematoksilin, Eosin dan lithium karbonat. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Alat pemeliharaan ayam seperti kandang, timbangan, dan syringe 2. Alat nekropsi seperti pisau, pinset, gunting, jarum pentul, dan pot plastik