limfosit pada timus, baik pada mamalia maupun unggas. Steroid dalam dosis tinggi selain mengganggu timopoiesis, juga dapat menghambat suplai limfosit T
ke perifer. Induksi stres steroid akan memengaruhi pembentukan limfosit T pada timus sehingga menyebabkan timus atropi. Penurunan level sel T pada timus
akibat stres akan berdampak pada imunosupresi beberapa organ imun lainnya. Atropi timus dan teraktivasinya sel NKT Natular Killer T adalah akibat dari
penyuntikkan glukokortikoid, namun tidak terlalu berdampak pada level granulosit Sagiyama et al. 2004.
4.3 Perubahan Histopatologi pada Limpa Akibat Pemberian Kortikosteroid
Limpa merupakan organ limfoid sekunder yang berperan dalam respon imun melawan antigen yang beredar secara sistemik dan bergantung pada timus
timus-dependent antigens. Perkembangan limfosit T pada limpa mencapai perkembangan terendah selama embriogenesis dan jumlah tertinggi setelah
menetas Careem et al. 2007. Limpa terlibat dalam respon kekebalan humoral maupun selular melalui perannya pada perbanyakan, pendewasaan, dan
penyimpanan limfosit. Ekspresi gen pada limpa unggas umum digunakan sebagai indikator respon imun Sanford et al. 2011. Parameter yang diamati adalah
jumlah folikel limfoid limpa. Hasil uji statistik terhadap jumlah folikel limfoid limpa dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Perbandingan jumlah folikel limfoid pulpa putih limpa kelompok kontrol CC0 dengan perlakuan CC2 dalam luas 2909.09 x 2327.27
µm
2
. Umur minggu
CC0 CC2
2 33.93±2.86
a
34.20±3.85
a
3 26.86±3.50
a
31.00±3.29
b
4 34.86±4.20
a
28.87±4.83
b
5 28.53±2.69
a
16.07±3.57
b
6 24.86±2.44
a
16.60±3.18
b
Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata P0.05.
Pemberian kortikosteroid dapat mempengaruhi jumlah folikel limfoid limpa. Hasil uji statistik T-student menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata
P0.05 antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pada ayam umur 3, 4, 5, dan 6 minggu. Jumlah folikel limfoid atau pulpa putih pada limpa yang
diinduksi kortikosteroid CC2 mengalami penurunan drastis pada umur 5 minggu. Namun ayam kelompok perlakuan CC2 umur 2 minggu menunjukkan
nilai tertinggi pada jumlah folikel limfoid, hal ini disebabkan pengaruh umur hewan terhadap respon stres. Hal ini sejalan dengan Guyton dan Hall 1996 yang
menyatakan bahwa salah satu faktor pemicu stres adalah umur. Secara umum jumlah pulpa putih limpa yang terpapar kortikosteroid CC2 masih lebih rendah
jika dibandingkan limpa kontrol CC0. Limpa merupakan organ limfoid sekunder yang memiliki peran penting
terhadap fungsi kekebalan. Peran limpa diantaranya pendewasaan sel T, sel B, dan mengatur interaksi makrofag selama respon kekebalan berlangsung. Induksi
kortikosteroid menyebabkan penurunan massa organ limfoid, khususnya limpa dan bursa Fabricius. Penurunan ini ditemukan pada 7 hari setelah ayam diinduksi
oleh kortikosteroid. Penekanan massa organ limfoid limpa akibat kortikosteroid disertai dengan penurunan aktivitas sel-sel fagositik. Kortikosteroid dengan
konsentrasi tinggi dapat menghambat aktivitas organ limfoid. Hal ini disertai penurunan kadar limfosit respon sel T dan titer antibodi IBDV Infectious Bursal
Disease Virus sebagai respon humoral-perantara Shini et al. 2010. Gambar histopatologi pulpa putih folikel limfoid limpa pada kelompok kontrol CC0
dan perlakuan CC2 disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Gambaran histopatologi limpa umur 4 minggu perbesaran 4x dengan pewarnaan HE pada kontrol A dan perlakuan B menunjukkan pulpa
merah PM dan pulpa putih PP yang berisi limfosit.
Kelompok limpa perlakuan B menunjukkan beberapa folikel limfoid pulpa putih tampak menyatu dan batas antara pulpa merah dan pulpa putih tidak
A B
PP PP
PM PM
jelas. Sedangkan kelompok kontrol A menunjukkan batas antara folikel limfoid pulpa putih tampak jelas. Luzicova dan Epimova 2009 menyatakan
glukokortikoid menyebabkan kematian sel pada folikel limfoid pulpa putih limpa. Namun limfosit pada pulpa merah kurang sensitif terhadap glukokortikoid
jika dibandingkan dengan pulpa putih. Glukokortikoid mempengaruhi molekul protein pada limfosit, yaitu reseptor yang terdapat pada sitoplasma di luar
membram mitokondria yang menstimulasi mekanisme apoptosis. Perbedaan sensitivitas reseptor glukokortikoid ini yang mempengaruhi struktur pulpa putih
pada limpa. Limpa merupakan penyaring darah terbesar di tubuh. Organ ini berfungsi
untuk menghilangkan eritrosit yang sudah tua. Fungsi ini dilakukan pada pulpa merah. Sedangkan daerah limfoid pulpa putih merupakan kompartemen limfosit
T dan B yang mengelilingi cabang-cabang pembuluh darah arteri. Mekanisme kekebalan pada limpa diatur oleh kemokin yang menarik limfosit T dan B ke zona
masing-masing sel. Hal ini yang membuat limpa memiliki baik respon humoral maupun seluler. Limfosit memasuki pulpa putih melalui zona marjinal Mebius
dan Kraal 2005. Pulpa putih merupakan indikator dalam penelitian ini untuk mengetahui
status tanggap kebal ayam. Selain jumlah dan ukuran folikel limfoid pulpa putih, jumlah limfosit dalam pulpa putih juga dihitung untuk mengetahui respon limpa
terhadap kortikosteroid. Hasil uji statistik terhadap jumlah limfosit limpa kelompok kontrol CC0 dan perlakuan CC2 dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Perbandingan jumlah limfosit limpa kelompok kontrol CC0 dengan perlakuan CC2 dalam luas 2909.09 x 2327.27 µm
2
. Umur minggu
CC0 CC2
2 844.70±159.72
a
892.60±138.00
a
3 1010.80±137.76
a
919.90±83.74
b
4 1194.30±104.67
a
1087.70±109.2
b
5 1060.70±79.26
a
1169.10±101.48
a
6 1723.50±678.51
a
628.50±135.18
b
Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata P0.05.
Hasil yang diperoleh adalah terdapat beda nyata P0.05 pada jumlah limfosit limpa pada umur 3, 4 minggu dan 6 minggu. Secara umum jumlah
limfosit pada limpa yang terpapar kortikosteroid lebih rendah dibandingkan limpa kontrol. Hal ini menunjukkan steroid memberikan efek stres terhadap limpa.
Ayam kelompok umur 5 minggu memiliki jumlah limfosit pada kelompok perlakuan CC2 lebih banyak daripada kelompok kontrol CC0. Namun hasil
tersebut tidak berbeda nyata P0.05. Induksi stres akibat hormon steroid dapat menyebabkan reduksi atau penurunan jumlah limfosit pada organ limpa sehingga
dapat mempengaruhi sistem imun dalam tubuh Wei et al. 2003. Stres kronis sering membuat sistem imun mengalami kondisi
imunosupresi. Hal ini menyebabkan apoptosis pada limfosit. Kondisi ini dapat disebut juga limfositopenia. Reduksi limfosit diketahui dapat meningkatkan resiko
kanker dan pertumbuhan serta perkembangan tumor Shi et al. 2003. Struktur histopatologi limpa yang mengalami reduksi jumlah limfosit dapat dilihat pada
Gambar 12.
Gambar 12 Gambaran histopatologi limpa umur 4 minggu perbesaran 40x dengan pewarnaan HE terhadap kontrol A dan perlakuan B menunjukkan deplesi
D pada limfosit L. Terlihat juga eritrosit E yang berinti.
Folikel limfoid pulpa putih kontrol A menunjukkan kepadatan limfosit yang lebih tinggi dibandingkan pulpa putih perlakuan B. Limfosit yang
mengalami apoptosis akibat terpapar kortiksteroid menyebabkan deplesi pada folikel limfoid limpa. Apoptosis akibat glukokortikoid diinduksi oleh enzim
caspase Schlossmacher et al. 2011 Imunosupresi yang terjadi pada limpa perlakuan dapat menyebabkan ayam mudah terserang penyakit. Limpa bekerja
secara sistemik, jika terjadi reduksi sel-sel antibodi maka tubuh akan peka terhadap agen penyakit.
A B
L L
E D
E
Salah satu efek buruk dari steroid yang menyerang sistem imun adalah menyebabkan leukosit mengalami deplesi. Stres akut dapat mempengaruhi
perkembangan serta fungsi dari sel dendrit, netrofil, makrofag, dan limfosit yang berpengaruh terhadap sistem kekebalan humoral maupun seluler. Stres kronis
akan menekan jumlah leukosit sehingga mengakibatkan imunosupresi Dhabhar 2008.
Prednisone merupakan kortikosteroid yang digunakan baik untuk manusia maupun hewan. Hewan yang umum mendapatkan anti-inflamasi berupa
prednisone adalah kucing, anjing, dan kuda. Dalam penelitian ini Prednisone yang diberikan secara per oral kepada ayam broiler untuk melihat perubahan organ
limfoidnya. Dosis yang diberikan merupakan dosis yang umum diberikan kepada manusia. Menurut Jamin 2011, dosis yang diberikan adalah 3 mgKg BB per
oral. Kortikosteroid berfungsi sebagai anti-inflamasi namun jika diberikan
secara terus-menerus maka akan berdampak buruk. Kortikosteroid akan menekan sistem kekebalan tubuh sehingga akan membuat ayam lebih mudah terpapar agen
penyakit. Kondisi ini disebut imunosupresi dan dapat dilihat dari perubahan histopatologi organ limfoid ayam broiler. Perubahan sangat signifikan dapat
dilihat pada jumlah limfosit baik pada bursa Fabricius, timus, dan limpa. Pada jumlah limfosit organ yang diberi perlakuan CC2 secara umum mengalami
apoptosis sehingga kepadatan berkurang. Pengamatan histopatologi menunjukkan deplesi pada folikel limfoid akibat kematian limfosit. Deplesi diakibatkan
mekanisme apoptosis yang melibatkan enzim caspase akibat reaksi dari ikatan reseptor dan glukokortikoid.
Hal yang sama dialami oleh folikel limfoid limpa. Namun pengamatan pada jumlah folikel limfoid bursa Fabricius tidak menunjukkan efek imunosupresi
dari kortikosteroid. Pengamatan yang dilakukan terhadap ukuran organ, yakni bursa Fabricius dan timus juga tidak terlalu menunjukkan pengaruh kortikosteroid
secara signifikan. Beberapa organ yang terpapar kortikosteroid mengalami atrofi yang ditunjukkan plika bursa yang lebih pendek daripada kelompok kontrol
CC0. Folikel limfoid yang mengalami deplesi akan terisi oleh cairan sehingga
organ akan mengalami edema. Kondisi imunosupresi yang jelas dapat terlihat dan diamati adalah dari kepadatan limfosit bukan dari ukuran organ.
Dengan melihat kecenderungan terjadi penurunan jumlah limfosit dan ukuran bursa Fabricius, limpa, serta luas korteks timus diperkirakan jika
penggunaan diberikan atau dilakukan dalam jangka waktu panjang dapat mempengaruhi ukuran folikel limfoid. Namun karena sel imunokompeten yang
penting adalah limfosit, maka penurunan jumlah limfosit sudah membeikan kerugian. Ayam akan menjadi rentan terhadap penyakit dan respon vaksinasi akan
buruk. Kerugian akan terlihat lebih jelas pada ayam layer atau breeder dan ayam hias yang memiliki masa hidup lebih lama dibandingkan ayam broiler.
5. SIMPULAN DAN SARAN