Benih X Sarana dan Prasarana Perhubungan

49 dengan yang lainnya dapat berbeda, tergantung apakah petani tersebut ingin mengkombinasikannya dengan pupuk lain atau tidak. Misalnya, ada petani yang berpendapat bahwa kombinasi pupuk kandang dan urea dengan proporsi 75:25 merupakan kombinasi yang bagus, namun ada juga petani yang berpendapat bahwa kombinasi pupuk kandang, urea, dan TSP dengan proporsi 50:25:25 adalah kombinasi yang paling tepat. Masih belum ada aturan baku yang digunakan oleh petani responden dalam menggunakan urea, namun rata-rata petani responden menggunakan sekitar 20.9 kg urea untuk luas lahan seribu meter persegi. Hal ini berbeda dengan pernyataan Primantoro 1999 yang berpendapat bahwa penggunaan pupuk urea bagi kemangi adalah sebesar 15 kg per seribu meter persegi.

4. Pupuk TSP X

4 Selain urea, FAO Purwoko 2009 mengutarakan bahwa jenis pupuk anorganik yang paling lazim digunakan di Indonesia adalah TSP Triple Superphosphate. Berdasarkan hasil analisis regresi, diperoleh nilai koefisien regresi pupuk TSP pada petani responden di Ciaruteun Ilir adalah -0.019, yang berarti jika penggunaan pupuk TSP ditingkatkan sebesar 1, maka produksi kemangi akan menurun sebesar 0.019. Meskipun demikian, variabel pupuk TSP dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi jika nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata yang ditentukan. Oleh karena itu, dengan nilai probabilitas 0.137, maka variabel pupuk TSP tidak dapat dikatakan berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi kemangi di Ciaruteun Ilir pada taraf nyata 0.05, ceteris paribus. Tingginya nilai probabilitas variabel pada hasil analisis regresi kemungkinan disebabkan karena hanya sekitar 32 petani responden yang menggunakan jenis pupuk ini, yang mengindikasikan bahwa petani responden tidak menganggap pemakaian pupuk ini sebagai suatu keharusan. Pemakaian pupuk ini pun bervariasi antara satu petani dengan petani lain, tergantung kepada kepercayaan petani akan komposisi penggunaan pupuk yang paling tepat bagi lahannya. Harganya yang lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang dan pupuk urea juga menjadi salah satu alasan mengapa tak banyak petani kemangi di Ciaruteun Ilir yang menggunakan pupuk jenis ini. Selain itu, belum adanya aturan baku mengenai dosis pupuk TSP yang tepat bagi penanaman kemangi agar memberikan hasil yang optimal diduga menyebabkan terjadinya perbedaan penggunaan dosis pupuk ini antarpetani responden, khususnya di Ciaruteun Ilir. Penelitian yang dilakukan oleh Purwoko et al. 2009 menyimpulkan bahwa pemakaian 13.5 kg pupuk SP36 bersama-sama dengan 0.5 ton pupuk kandang ayam, 10 kg pupuk urea, dan 13.5 kg pupuk KCl per seribu meter persegi memberikan hasil yang paling baik bagi kemangi jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain, namun penelitian tersebut tidak membuktikan bahwa penggunaan 13.5 kg pupuk SP36 adalah dosis pemakaian pupuk yang dapat memberikan hasil produksi optimum bagi kemangi, terlepas dari fakta bahwa kandungan P 2 O 5 dari pupuk TSP dan pupuk SP36 memang berbeda. 50

5. Pupuk NPK Phonska X

5 Dari total 31 petani responden, hanya sekitar 25 petani yang menggunakan pupuk NPK Phonska, karena harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan ketiga jenis pupuk lain. Hal ini disebabkan karena kandungan dari pupuk Phonska tersebut yang lebih kompleks dibandingkan dengan pupuk urea maupun pupuk TSP. Berdasarkan hasil analisis regresi dengan E-Views 6, diperoleh nilai koefisien regresi pupuk Phonska sebesar 0.026, yang berarti jika penggunaan pupuk Phonska ditingkatkan sebesar 1, maka produksi kemangi akan meningkat sebesar 0.026. Namun, dengan nilai probabilitas 0.067, variabel pupuk Phonska tidak dapat dikatakan berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi kemangi di Ciaruteun Ilir pada taraf nyata 0.05, ceteris paribus. Kenyataan di lapangan, pupuk Phonska memang tidak dianggap sebagai syarat perlu dan syarat cukup bagi pertumbuhan kemangi oleh petani responden, sehingga tidak memakai pupuk ini pun tidak apa-apa. Efek pemakaian pupuk ini, yaitu menjadikan tanaman lebih hijau dan segar, tidak dianggap sebagai kriteria pokok pada hasil produksi. Meskipun demikian, beberapa petani yang memiliki modal lebih banyak gemar mengkombinasikan jenis pupuk ini dengan ketiga pupuk lainnya agar hasil produksi lebih maksimal. Sementara itu, dosis yang tepat bagi penggunaan pupuk ini agar mendapatkan hasil produksi kemangi yang optimum sejauh ini masih belum ditemukan.

6. Herbisida Round-Up X

6 dan Herbisida Bravoxone X 8 Berdasarkan Tabel 4, didapat nilai koefisien regresi herbisida Round-Up sebesar -0.006. Ini artinya jika penggunaan herbisida Round-Up ditingkatkan sebesar 1, maka produksi kemangi akan menurun sebesar 0.006. Variabel herbisida Round-Up dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi jika nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata yang ditentukan. Oleh karena itu, dengan nilai probabilitas 0.814, maka variabel herbisida Round-Up tidak dapat dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi pada taraf nyata 0.05, ceteris paribus. Di lain pihak, hasil analisis regresi menggunakan E-Views 6 pada Tabel 4 menghasilkan nilai koefisien regresi herbisida Bravoxone sebesar 0.016. Parameter herbisida Bravoxone yang positif berarti jika penggunaan herbisida Bravoxone ditingkatkan sebesar 1, maka produksi kemangi akan meningkat sebesar 0.016. Variabel herbisida Bravoxone dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi jika nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata yang ditentukan. Dengan nilai probabilitas sebesar 0.220, maka variabel herbisida Bravoxone tidak dapat dikatakan berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi pada taraf nyata 0.05, ceteris paribus. Faktanya di lapangan, dari total 31 petani responden, hanya 4 orang petani yang memilih menggunakan herbisida Round-Up sementara 14 orang petani lebih menggunakan herbisida Bravoxone, dan 1 orang petani yang memilih untuk mengkombinasikan keduanya. Jumlah petani yang memakai herbisida Round-Up lebih sedikit karena harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan herbisida Bravoxone harga per liter herbisida Round- Up berkisar antara Rp72 000 hingga Rp75 000, sementara harga per liter 51 herbisida Bravoxone hanya berkisar Rp15 000 hingga Rp17 000. Meskipun secara teori pemakaian herbisida Round-Up sebelum menggunakan herbisida Bravoxone akan membuat penanggulangan gulma lebih efisien teori ‘Double Knock’ 10 , yang menggunakan herbisida berbahan aktif paraquat sebagai bodyguard bagi herbisida berbahan aktif glyphosate, kebanyakan petani responden di Ciaruteun Ilir cenderung memilih menggunakan salah satu saja atau tidak menggunakan sama sekali.

7. Insektisida Curacron X

7 Nilai koefisien regresi insektisida Curacron adalah -0.021, yang berarti jika penggunaan insektisida Curacron ditingkatkan sebesar 1, maka produksi kemangi akan menurun sebesar 0.021. Variabel insektisida Curacron dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi jika nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata yang ditentukan. Maka, dengan nilai probabilitas 0.488, variabel insektisida Curacron tidak dapat dikatakan berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi pada taraf nyata 0.05, ceteris paribus. Menurut petani responden, kemangi merupakan salah satu tanaman yang tidak ‘rewel’ dibudidayakan. Wanginya yang khas membuat tanaman ini tidak banyak diganggu oleh hama. Jikapun ada hama biasanya ulat atau penggerek, jumlahnya sedikit dan tidak sampai berdampak negatif bagi penerimaan petani, oleh karena itu variabel insektisida hanya dianggap sebagai syarat cukup bagi petani. Jumlah pemakaian antara petani satu dengan lainnya pun bervariasi. Tidak ada takaran yang pasti mengenai penggunaan insektisida ini di kalangan petani kemangi responden. Hal ini tergantung oleh sikap masing-masing petani dalam menghadapi hama.

8. Tenaga Kerja X

9 Penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi merupakan hal yang penting, karena produksi tak akan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya tenaga kerja yang jumlahnya cukup dan memiliki keahlian yang memadai. Namun, penggunaan tenaga kerja yang melampaui batas juga dapat menurunkan tambahan produk yang dapat diperoleh selama proses produksi. Dari hasil analisis regresi, didapat hasil bahwa nilai koefisien regresi tenaga kerja adalah -0.818, yang berarti jika penggunaan tenaga kerja ditingkatkan sebesar 1, maka produksi kemangi akan menurun sebesar 0.818. Variabel tenaga kerja dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi jika nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata yang ditentukan. Maka, dengan nilai probabilitas 0.002, variabel tenaga kerja dikatakan berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap hasil produksi pada taraf nyata 0.05, ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja telah melampaui batas, sehingga penambahan tenaga kerja pada proses produksi tidak disarankan. Kemangi, sebagai salah satu tanaman asli Indonesia, memiliki adaptasi yang lebih baik dibandingkan tanaman-tanaman yang bukan asli Indonesia, 10 Anonim. 2010. Paraquat is Glyphosate’s Bodyguard [internet]. [diunduh 27 Mei 2013]. Tersedia pada: http:paraquat.comnews-and-featuresarchievesparaquat-is-glyphosates-bodyguard