KERUSAKAN AKIBAT SERANGGA HAMA GUDANG

4 Sumber: Ke mentan 2010 Amilosa berpengaruh terhadap mutu masak beras. Kandungan amilosa berkorelasi positif pengembangan dan penyerapan air sela ma pe masakan dan berkorelasi negatif dengan kelengketan, ke lunakan, kepulenan, dan nilai rasa nasi. Antara te kstur nasi de ngan amilosa terdapat hubungan nyata. Beras dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, empuk, dan mengkilat. Beras bera milosa sedang akan menghasilkan nasi yang masih bersifat e mpuk wa laupun jika dib iarkan beberapa ja m nasi akan pera da n berbera i Da mard jati dan Purwani, 1991. Kadar protein beras giling sekita r 6,8-7,0. Protein merupakan ko mponen utama kedua setelah pati dalam susunan gizi beras. Kadar protein bila diu kur dengan Kjeldahl menggunakan fa ktor pengali 5,95. Fa ktor ini berdasarkan kandungan nitrogen dala m fra ksi protein beras utama glutelin sebesar 70,1 Ju liano, 1972. Sebagai bahan makanan pokok d i Indonesia, beras dala m menu makanan masyarakat menyu mbang sekurang -kurangnya 45 protein Da ma rdjat i, 1983. Kadar protein me mpengaruhi ke kerasan biji dan warna beras. Beras yang mengandung kadar protein yang tinggi cenderung lebih bening, warnanya lebih kecoklatan, dan me miliki ke kerasan biji lebih t inggi Ju liano et al., 1965. Kadar protein me miliki korelasi positif te rhadap rendemen beras kepa la dan berbanding negatif dengan derajat putih biji beras. Da la m biji, protein mengikat dan mengepak granula pati. Oleh karena itu, se makin t inggi kadar protein beras semakin keras dan tahan gesekan selama penyosohan. Sehingga endosperma yang tersosoh men jadi leb ih rendah. Dengan demikian, peningkatan kadar protein beras menurunkan derajat putih biji dan menaikkan rendemen beras kepala Da mard jati dan Purwani, 1991. Penampa kan butir beras ditentukan oleh kapasitas endosperma, banyaknya pengapuran sisi dorsal, dan banyaknya pengapuran pada bagian tengah butir beras. Granula pati yang mengapur kurang padat dibandingkan pada bagian bening sehingga terdapat rongga udara diantara granula pati. Dengan de mikian bagian yang mengapur tidak sekeras bagian bening beras sehingga butir mengapur lebih mudah rusak sela ma proses penggilingan Khush et al., 1979. Keke rasan biji me miliki kore lasi nyata terhadap kadar a ir. Sifat keke rasan me mpunyai hubungan dengan tingkat ke matangan dan variet as yang lebih dipengaruhi oleh keko mpa kan dan ikatan antar granula pati dala m endosperma beras. Rende men beras me miliki korelasi dengan indeks kekerasan biji Da mardjat i dan Purwani, 1991.

B. KERUSAKAN AKIBAT SERANGGA HAMA GUDANG

Susut bahan disebabkan oleh banyak fa ktor baik kimia, fisik, maupun biologis. Da ri ketiga faktor tersebut, susut bahan secara biologis merupakan fa ktor do minan yang berkontribusi pada susut bahan. Susut bahan dapat terjadi akibat serangan hama gudang atau hama pascapanen. Ha ma yang sering dite mukan adalah serangga, tungau, tikus, kapang, dan burung. Kerusakan pada biji-bijian serealia dapat diakibatkan oleh bermaca m-maca m sebab sejak biji-bijian tersebut berada di lapangan sampai pada tempat pengolahan. Tingkat kerusakan yang terbesar terjad i pada te mpat penyimpanan dan penyebab utama di te mpat penyimpanan adalah serangga hama gudang Ilele ji et al., 2007. Serangga yang merupakan hama uta ma pada penyimpanan serealia dan biji-bijian dapat dilihat pada Tabel 2. 5 Di daerah tropis, ha ma serangga merupakan ha ma do minan yang sering men imbulkan kerusakan pada padi dan beras. Menurut Mora llo -Re jesus1984, ke rusakan akibat serangga mencapai 5-10 dari bahan yang disimpan. Pada penelitian yang dilaku kan di daerah Kara wang, Soe mard i dan Thahir 1991 menyebutkan susut beras gabah yang ditimbulkan oleh hama pada penyimpanan mencapai 6. Cotton dan Wilbur 1974 me mbagi kerusakan akibat serangga menjadi dua bagian yaitu kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung dapat dis ebabkan kontaminasi serangga, pupa, larva, te lur, dan bagian tubuh serangga. Kerusakan tidak langsung berupa kenaikan suhu akibat metabolis me serangga yang disebut hot spot yaitu suatu area dimana serangga menginfe ksi pangan dalam ju mlah yang sangat besar. Hot spot dapat menyebabkan migrasi a ir pada penyimpanan pangan. Hal in i dapat mengakibatkan naiknya kadar air, timbu l bau apek, tu mbuhnya kapang, dan menurunkan mutu beras itu sendiri. Sedangkan menurut Suyono dan Sukarna 1991, serangan hama dapat meny ebabkan kerugian kuantitatif, kualitatif, mutu benih, turunnya reputasi, dan kerugian a kibat peraturan dan perundang -undangan. Kerusakan yang disebabkan oleh serangga hama gudang dapat dilihat dari ge jala dengan adanya lubang gesekan, lubang keluar, garukan, webbing, dust powder dan feses Pranata, 1982. Se rangga me makan bagian kaya g izi dari beras sehingga yang tertinggal me rupakan beras miskin protein, vita min, dan le ma k Winarno dan Haryadi, 1982. Menurut Suyono dan Sukarna 1991, dala m menyerang biji-bijian, serangga me la kukan pe milihan. Larva Lepidoptera dan tungau menyukai e mbrio biji yang kaya akan mineral, protein, vita min, dan le ma k sedangkan S. oryzae dan S. zeamais menyuka i karbohidrat sehingga serangga tersebut banyak menyerang endosperma. Sumber : Borror et al., 1992 Serangga juga dapat menyebabkan peningkatan asam le ma k bebas yaitu dengan terbukanya permu kaan bahan, le ma k dio ksidasi menjadi asam le ma k dan gliserol Grist dan Lever, 1969. Tabel 2. Se rangga utama pada penyimpanan Fa milia Spesies Cucujidae Oryzaephilus surinamensis Oryzaephilus mercator Cryptolestes pusillus Cryptolestes ferrugineus Curculionidae Sitophilus oryzae Sitophilus zeamais Sitophilus granarius Dermestidae Trogoderma spp. Trogositidae Tenebroides mauritanicus Gelechiidae Sitotroga cerealella Pyralidae Plodia interpunctella Anagasta kuehniella Terebrionidae Tribolium confusum Tribolium castaneum 6 C. KUMBANG JAGUNG Sitophilus zeamais Menurut Atkins 1980, Sitophilus zeamais tergolong Ordo : Coleoptera Sub Ordo : Po lyphaga Super Fa mili : Curuculionoidea Fa mili : Curculionidae Sitophilus zeamais berwarna kecoklatan dan me miliki moncong snout yang khas sehingga dikenal dengan sebutan ku mbang moncong Borror et al., 1992. Se rangga ini me miliki dua pasang sayap. Sayap pertama me rupakan sayap dengan lapisan kuat menutupi dorsal abdomen. Sayap yang kedua berupa selaput yang berfungsi untuk terbang. Pada saat beristirahat, sayap belakang terlipat di bawah sayap pertama Ross, 1982. Antenanya siku dan menggada, pada elitra terdapat e mpat buah bercak bulat berwa rna me rah. Tipe alat mulutnya menggigit mengunyah Kalshoven, 1981. Sitophilus zeamais merupakan ha ma yang utama primer pada biji-b ijian. S. zeamais merupakan serangga yang sangat merugikan karena luasnya jangkauan serangan dan beragamnya bahan pangan yang diserang. Serangga ini dapat menyebabkan penurunan daya keca mbah biji-b ijian, peningkatan bulir patah pada beras giling serta penurunan berat biji-b ijian Pranata, 1982. Menurut Kalshoven 1981 ku mbang in i adalah serangga penyimpanan yang paling penting dan banyak menimbu lkan ke rusakan pada bahan pangan. Serangga ini bersifat polifag, selain menyerang jagung juga menyerang beras, gandum, kacang tana h, kacang kapri, kacang kedela i, ke lapa dan ja mbu mente. Sitophilus zeamais lebih banyak dite mu kan pada jagung dan beras sedangkan Sitophilus oryzae lebih dominan menyerang gandum. Sitophilus zeamais me rusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga dapat men yerang tongkol yang ada di pertamanan. Baik imago maupun larva me makan butir -butiran dan larva berke mbang dala m butiran Bo rror et al., 1992. Sitophilus zeamais diketahui lebih resisten terhadap dingin dibandingkan Sitophilus oryzae. Pada suhu -10 C, S. zea mais dewasa dapat bertahan hidup hingga 13 hari sedangkan S. oryzae hanya dapat bertahan selama 15 ja m. Tahap la rva dan pupa merupakan tahap yang paling resisten terhadap dingin dibandingkan tahap telur dan dewasa Macejski dan Korunic, 1973 Seekor betina ma ksimu m dapat bertelur hingga 575 butir Soeka rna, 1977. Te lur diletakkan satu per satu dengan jumlah mencapai 100 -150 butir dala m kurun waktu kurang lebih tiga minggu. Peleta kkan telur dapat disemua bagian biji tetapi kebanyakan dibagian dekat le mbaga Pranata, 1979. Telur berwarna putih, panjang 0,5 mm, dan berada di dala m beras 5-7 hari Cahyana,1982. Setelah telur menetas, larva a kan tetap berada di da la m beras. Larva tidak bertungkai, tidak berkaki, berwarna putih kusam atau kuning muda de ngan kepala berwarna coklat. Se la ma periode larva, terjad i tiga ka li ganti ku lit dan berlangsung selama 13 -16 hari Soekarna, 1977. Menurut Kranz et al. 1980, S. zeamais adalah serangga yang rakus terutama larvanya. La rva dapat me ma kan seluruh endosperma dan le mbaga. Sehingga hanya men inggalkan kulitnya saja. 7 Setelah selesai masa la rva, larva akan menjad i pupa. Sela ma menjadi pupa, S. zeamais tidak makan Cahyana, 1982. Pupa be rwa rna putih, panjang 3,0 -4,0 mm, dan la ma stadia 3-9 hari Soekarna, 1977. Sehari atau dua hari setelah menjadi dewasa, S. zeamais tetap berada di dala m biji. Serangga ini ke luar dengan me mbuat jalan me mbulat dengan tepi tidak me rata untuk mela kukan perkawinan di ma la m hari. Serangga ini dapat hidup selama 3-4 bulan dan sela ma h idupnya dapat menghasilkan telur sebanyak 300-400 butir Cahyana, 1982. Penelit ian yang dilaku kan oleh Sidik 1979 menyimpulkan bahwa beras yang diinfestasikan Sitophilus zeamais mengala mi kehilangan berat sebesar 22 sela ma 6 bulan penyimpanan. 8 III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT