Jumlah Total Populasi Nt

12 dan persen kehilangan boot. Selain itu, diuji ko relasi para meter-para meter resistensi terhadap kadar amilosa masing-masing varietas. Kadar a milosa masing-masing varietas dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan amilosa pada lima varietas beras Varietas Kadar a milosa Batutegi 22,30 a Mambera mo 19,00 b Indagiri 23,50 c Silungonggo 24,11 d Ciherang 23,00 e Puslitbang Pangan 2010 Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa beras varietas Silugonggo me miliki kadar a milosa tertinggi diikuti oleh beras varietas Indragiri, Ciherang, Bat utegi, dan Ma mbera mo.

A. KARAKTERISTIK DINAMIKA POPULASI SERANGGA

1. Jumlah Total Populasi Nt

Jumlah total populasi me rupakan ju mlah dari serangga awal yang diinfestasikan N o d ita mbah dengan jumlah seluruh turunan pertama F1 yang ke luar. Ju mlah populasi serangga turunan pertama dih itung setiap hari sejak ke luarnya serangga turunan pertama sampai tidak ada lagi serangga yang keluar dari beras lima hari berturut -turut. Ju mlah serangga yang keluar setiap hari dih itung secara kumu latif sehingga diperoleh data jumlah serangga turunan pertama untuk setiap perla kuan dari setiap ulangan. Nilai rata -rata ju mlah turunan pertama dari Sitophilus zeamais pada media lima varietas beras dapat dilihat pada Tabel 4. Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain Uji Duncan pada p=0,05 Tabel 4. Nila i rata-rata total populasi S.zeamais pada media beras Varietas Total Populasi Batutegi 134 a ± 5 Mambera mo 121 b ± 4 Indragiri 87 c ± 9 Silugonggo 57 d ± 3 Ciherang 100 e ± 7 13 Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa ju mlah total populasi serangga Sitophilus zeamais pada masing-masing varietas beras berbeda dan menyebar me rata. Total populasi tertinggi terdapat pada varietas Batutegi dengan total populasi 134 dan teren dah pada varietas Silugonggo denga total populasi 57. Be rdasarkan analisis sidik raga m pada La mp iran 4, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah turunan pertama yang dihasilkan. Hasil ana lisis lanjutan dengan uji Duncan menguatkan bahwa varietas berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan turunan pertama Sitophilus zeamais. Masing-masing varietas dari varietas Batutegi, Ma mbera mo, Indragiri, Silugonggo, dan Ciherang berbeda nyata terhadap total populasi serangga hama gudang Sitophilus zeamais. Total populasi serangga Sitophilus zeamais turunan pertama erat ka itannya dengan perila ku oviposisi dari induk betina. Pe rila ku oviposisi telah banyak dipela jari untuk mengetahui tingkah la ku serangga betina dala m peletakan telur. Penelitian terhadap oviposisi mencakup hubungan oviposisi terhadap u mur substrat, umur serangga betina, kepadatan serangga dan lain sebagainya. Menurut Fava dan Burlando 1995 pola oviposisi sangat dipengaruhi oleh u mur dari serangga betina dan ketersediaan dari substrat. Periode puncak serangga betina me mp roduksi telur berkisar pada 10-20 hari semen jak serangga dewasa terbentuk. Periode puncak ini dipengaruhi oleh ke matangan organ seksualitas serangga betina dan pengaruh faktor b iologis serangga seperti hormon. Umu r serangga dewasa yang digunakan pada percobaan ini berumur antara 11-13 hari. Wa laupun terdapat variasi pada umur serangga induk tetapi t idak berbeda nyata dala m hal kesuburan. Penelitian yang dila kukan Fava dan Burlando 1995 me mbukt ikan hal tersebut. Serangga dewasa yang digunakan me liputi serangga dewasa berumur 1-30 hari dan ditemu kan bahwa infestasi mencapai puncak pada umur 10-20 hari. Menurut Haryadi 1991 diacu dala m Tarmudji 2008 kede wasaan kawin dan produksi telur maksimal serangga Sitophilis zeamais terjadi pada umur 7-14 hari. Sela in itu, ketersediaan ma kanan juga sangat me mpengaruhi oviposisi. Se ma kin banyak ketersediaan makanan ma ka se makin banyak serangga turunan pertama yang muncul. Hal ini ke mungkinan d isebabkan oleh kan ibalisme pada tahap la rva. Danho et al. 2001 menyebutkan bahwa kuantitas biji-bijian me mpengaruhi distribusi telu r serangga. Ke mungkinan in festasi telur lebih dari satu per biji jagung semakin menurun seiring dengan peningkatan ju mlah b iji jagung. Hal yang menarik adalah rata-rata hanya satu serangga dewasa keluar per biji jagung. Padahal dala m penelitian sebelumnya d ite mukan banyak ditemu kan infestasi telur lebih dari satu di biji jagung yang sama. Sehingga ke mungkinan besar terjadi proses kompetisi pada tahap larva sehingga mengakibatkan ke mat ian larva lain. Arakaki dan Takashi 1982 menyebutkan bahwa oviposisi Sitophilus zeamais dipengaruhi oleh ko mponen volatil dari beras. Ko mponen volatil in i berfungsi sebagai stimulan oviposisi serangga betina. Lebih lanjut, penelitian in i mengungkap bahwa serangga betina lebih me milih me lakukan infestasi pada beras pecah kulit dibandingkan beras sosoh. Komponen volatil stimulan oviposisi diidentifikasi banyak dite mu kan pada lapisan aleuron dan e mb rio biji be ras. Maeshima et al. 1984 menyatakan bahwa ko mponen stimulan ini terdiri atas campuran asam feru lat, digliserida, dan sterol. Sebagai ta mbahan, proses infestasi Sitophilus zeamais me mbutuhkan bentuk padat dari bij-b ijian. Bentuk padat ini berperan penting dalam oviposisi tetapi tidak te rla lu penting dala m ma kan. Subyek penelit ian yang digunakan merupakan beras sosoh berbeda varietas yaitu varietas Mambera mo, Indragiri, Silugonggo, Batutegi, dan Ciherang. Perbedaan ju mlah total populasi disebabkan oleh distribusi oviposisi serangga betina Sitophilus zeamais. Perbedaan 14 ini ke mungkinan disebabkan berbagai fa ktor yang saling berhubungan seperti stimulan oviposisi yang me mpengaruhi peleta kan telur dan kua litas biji beras. Stimu lan do minan berasal dari e mb rio b iji beras sosoh. Sifat fisiologis dan ko mposisi kimia erat kaitannya terhadap tahap perke mbangan serangga khususnya pada saat tahap larva. Menurut Vowotor et al. 1994 sifat fisio logis dan kimia wi suatu biji-bijian me mpengaruhi perke mbangan la rva Sitophilus zeamais. Pada biji jagung yang telah dibuang kulit dan endospermanya, pertu mbuhan larva cenderung lebih la ma dan tingkat ke matian larva lebih t inggi dibandingkan larva pada jagung utuh. Hal ini disebabkan kandungan gizi yang tidak seimbang dimana pada perlakuan perta ma ko mposisi karbohidrat sangat dominan. M iskinnya kandungan gizi me mbuat kebutuhan gizi la rva tidak terpenuhi dan mengganggu proses perkembangannya. Perbedaan total populasi Sitophilus zeamais diduga karena perbedaan sifat-sifat fisiologis dan kimiawi dari masing-masing varietas beras. Komposisi kimia seperti kandungan amilosa dan protein dan fisiologis seperti keke rasan dan kerapatan biji-bijian menjad i fa ktor yang me mpengaruhi pertu mbuhan larva dan serangga Sitophilus zeamais. La ju pertu mbuhan populasi turunan pertama Sitophilus zeamais pada beras dapat dilihat pada La mpiran 1. Ga mba r 1 menujukkan gra fik laju pe rta mbahan populasi F1 Sitophilus zeamais. Ga mbar 1. Grafik laju perta mbahan populasi turunan pertama F1 S. zeamais pada lima varietas beras.

2. Periode Perkembangan D