14 Tabel 5. Formulasi bahan untuk tiap unit percobaan
Sampel Tapioka g
Ampok g NaCl g
PVOH g Air ml
A1B1 120
80 21
10 76
A2B1 140
60 21
10 75
A3B1 160
40 21
10 74
A1B2 120
80 21
- 76
A2B2 140
60 21
- 75
A3B2 160
40 21
- 74
3.3.2.2 Plastisasi
Proses plastisasi diawali dengan  mencampurkan tapioka dan  ampok jagung di dalam wadah. Pada wadah yang lain, NaCl dilarutkan di dalam air yang telah ditentukan jumlahnya.
Pada  sampel  yang  membutuhkan  PVOH  ditambahkan  PVOH  yang  telah  dicairkan  terlebih dulu di atas penangas. PVOH, air dan NaCl yang telah siap  ditambahkan kedalam campuran
tapioka  dan  ampok  dan  diaduk  hingga  merata.  Setelah  itu,  bahan  tersebut  dimasukan  ke dalam  rheocord  mixer  rheomix  3000  HAAKE  dengan  kecepatan  65  rpm  dan  suhu  yang
diatur  pada  tiga  barrel  masing-masing  90-100-90
o
C.  Proses  pencampuran  ini  dilakukan selama 5 menit. Setelah selesai adonan diperkecil ukurannya dengan pisau.
3.3.2.3 Ekspansi
Proses  pengembangan  pellet  yang  telah  dihasilkan  dilakukan  dengan  bantuan  oven microwave  Sharp  R-8720M,  1000W.  Microwave  oven  diset  pada  level  power  100  pada
daya  1kW  selama  45  detik  Zhou  et  al.    2007.  Proses  pemanasan  tidak  dilakukan  terlalu lama untuk mencegah kegosongan pada sampel.
3.3.3 Karakter Fisik Biodegradable Foam
Uji karakter fisik pada foam yang dihasilkan dilakukan berdasarkan riset yang dilakukan oleh Bhatnagar dan Hanna 1995. Pada riset tersebut dilakukan beberapa uji  yang meliputi rasio
pengembangan  expantion  ratio,  densitas  kamba,  absorbsi  air,  kompresibilitas,  dan  kekerasan bahan. Berikut ini adalah hasil pengamatan terhadap karakter fisik foam pati.
3.3.3.1 Sifat Kekerasan Apriyantono et al. 1989
Pada  pengukuran  kekerasan  digunakan  penetrometer  dengan  beban  150  gram. Pengukuran ini menggunakan jarum selama 5 detik. Pengukuran dilakukan lima kali pada titik
yang berbeda untuk tiap sampel dan dihitung nilai  rata-ratanya. Hasil analisis kekerasan foam ini disajikan pada Lampiran 4.
3.3.3.2 Analisis Rasio Pengembangan
Rasio  pengembangan  didefinisikan  sebagai  perbandingan  antara  volume  ekstrudat yang diperoleh dari proses ekstrusi dengan  volume sampel yang telah dikembangkan di dalam
15 oven  microwave.  Hasil  analisis  rasio  pengembangan  ini  disajikan  pada  Lampiran  5.  Rasio
pengembangan ekstrudat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut. Rasio Pengembangan :
dengan : V
2
: Volume sampel setelah diekspansi V
1
: Volume sampel sebelum diekspasi Pengukuran  volume  foam  dilakukan  dengan  metode  seed  displacemet  test  dengan
bantuan  biji  kacang  hijau.    Foam  yang  belum  diekspansi  dimasukkan  ke  dalam  gelas  ukur lalu ditambahkan biji kacang hijau sejumlah 150 ml. Hasil pengukuran  yang terbaca disebut
dengan  V
1
.  Setelah  foam  diekspansi  dalam  oven  microwave,  foam  tersebut  dimasukkan kembali  ke  dalam  gelas  ukur  dan  ditambahkan  sejumlah  kacang  hijau  yang  sama.  Hasil
pengukuran yang terbaca dari proses tersebut disebut sebagai V
2
.
3.3.3.3 Densitas Kamba ASTM D1895-65
Densitas  unit  dihitung  dengan  menggunakan  metode  seed  displacement.  Sampel berupa  loose  fill  dimasukkan  ke  gelas  ukur  250 ml  hingga  tepat  mencapai  volume  tersebut.
Selanjunya  sampel  sebanyak  250  ml  tersebut  ditimbang  bobotnya.  Densitas  unit  diperoleh dari  bobot  sampel  dibagi  volume  250  ml  Bhatnagar  dan  Hanna  1995.  Hasil  analisis
densitas kamba ini disajikan pada Lampiran 6.
3.3.3.4 Absorbsi Air Sathe  Salunke 1981
Sebanyak 1 g contoh ditambah 10 ml akuades dan diaduk selama 30 detik pada suhu kamar.  Setelah  itu  larutan  tersebut  disentrifus  selama  30  menit  pada  laju  4000  rpm.    Hasil
analisis  absorbsi  air  ini  disajikan  pada  Lampiran  7.  Nilai  absorbsi  air  dihitung  berdasarkan rumus berikut ini.
3.3.3.5 Sifat Kompresi ASTM D1621-73