15 oven microwave. Hasil analisis rasio pengembangan ini disajikan pada Lampiran 5. Rasio
pengembangan ekstrudat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut. Rasio Pengembangan :
dengan : V
2
: Volume sampel setelah diekspansi V
1
: Volume sampel sebelum diekspasi Pengukuran volume foam dilakukan dengan metode seed displacemet test dengan
bantuan biji kacang hijau. Foam yang belum diekspansi dimasukkan ke dalam gelas ukur lalu ditambahkan biji kacang hijau sejumlah 150 ml. Hasil pengukuran yang terbaca disebut
dengan V
1
. Setelah foam diekspansi dalam oven microwave, foam tersebut dimasukkan kembali ke dalam gelas ukur dan ditambahkan sejumlah kacang hijau yang sama. Hasil
pengukuran yang terbaca dari proses tersebut disebut sebagai V
2
.
3.3.3.3 Densitas Kamba ASTM D1895-65
Densitas unit dihitung dengan menggunakan metode seed displacement. Sampel berupa loose fill dimasukkan ke gelas ukur 250 ml hingga tepat mencapai volume tersebut.
Selanjunya sampel sebanyak 250 ml tersebut ditimbang bobotnya. Densitas unit diperoleh dari bobot sampel dibagi volume 250 ml Bhatnagar dan Hanna 1995. Hasil analisis
densitas kamba ini disajikan pada Lampiran 6.
3.3.3.4 Absorbsi Air Sathe Salunke 1981
Sebanyak 1 g contoh ditambah 10 ml akuades dan diaduk selama 30 detik pada suhu kamar. Setelah itu larutan tersebut disentrifus selama 30 menit pada laju 4000 rpm. Hasil
analisis absorbsi air ini disajikan pada Lampiran 7. Nilai absorbsi air dihitung berdasarkan rumus berikut ini.
3.3.3.5 Sifat Kompresi ASTM D1621-73
Sifat kompresi diukur menggunakan Instron Universal Testing Machine ekstrudat ditempatkan pada sebuah piringan datar. Ekstrudat tersebut kemudian dikompres dengan
piringan lain yang begerak dari atas ke bawah. Kecepatan piringan penekan adalah 1cmmenit. Nilai gaya kgf yang terukur pada alat merupakan nilai kekuatan kompresi foam.
Nilai yang dilaporkan adalah nilai rataan dari 3 kali pengukuran. Hasil analisis sifat kompresi ini disajikan pada Lampiran 8.
3.3.3.6 Analsis Termal ASTM D-3418 1991
Sampel sebanyak 10 mg dimasukkan dalam test cell. Selanjutnya sampel di-seal dan dilakukan pencatatan bobot sampel. Pengujian mengacu pada ASTM D-3418 menggunakan
alat Differential Scanning Calorimeter DSC. Analisa dilakukan dengan temperatur dari 30
o
C sampai dengan 200
o
C. Kecepatan pemanasan adalah 10
o
Cmenit. Transisi gelas T
g
dihitung berdasarkan midpoint peningkatan kapasitas panas, sedangkan titik leleh T
m
dihitung pada saat terjadi reaksi eksotermis.
16
3.3.3.7 Analisis Morfologi Permukaan dengan SEM ASTM E-2015 1991
Sampel diletakkan pada sel holder dengan perekat ganda dan dilapisi dengan logam emas pada keadaan vakum. Sampel dimasukkan dalam alat SEM lalu gambar permukaan
diamati dan dilakukan perbesaran sesuai yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan pemotretan menggunakan film hitam putih.
3.4.RANCANGAN PERCOBAAN
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dan dievaluasi dengan menggunakan ANOVA α = 0.05. Terdapat dua variabel perlakuan yang digunakan yaitu
komposisi tapioka A dan penggunaan PVOH B. Komposisi tapioka: ampok dinyatakan dalam tiga taraf, yaitu 60 : 40 A1, 70 : 30 A2, dan 80 : 20 A3. Penggunaan PVOH dinyatakan dalam
dua taraf, yaitu sampel yang menggunakan PVOH B1 dan yang tidak menggunakan PVOH B2. Model matematika yang digunakan untuk percobaan ini berdasarkan Matjik dan Sumertajaya
2002 adalah: Y
ijk
= μ + A
i
+ B
j
+AB
ij
+ε
ijk
dengan: i
: jumlah taraf A = 3 j
: jumlah taraf B = 2 k
: jumlah ulangan = 2 Y
ijk
: variabel responhasil pengamatan karena pengaruh bersama faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan ulangan ke-k
μ : pengaruh rata-rata sebernarnyarata-rata umum A
i
: pengaruh dari faktor komposisi pada tapioka taraf ke-i B
j
: pengaruh dari faktor penambahan PVOH pada taraf ke-j AB
ij
: pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i,faktor B taraf ke-j ε
ijk
: pengaruh galaterror dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan ulangan ke-k
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
Pada penelitian ini sumber pati yang dipilih adalah jagung dan ubi kayu. Pati singkong yang digunakan pada penelitian ini adalah tapioka komersial, sedangkan pati jagung yang
digunakan pada penelitian ini berasal dari ampok jagung yang merupakan produk samping dari proses pembuatan tepung jagung. Sebelum digunakan dalam penelitian utama, kedua jenis pati
tersebut perlu mendapatkan perlakuan pendahuluan yang meliputi pengeringan, pengecilan ukuran dan analisis proksimat. Ketiga hal ini penting dilakukan untuk mengetahui dan memperbaiki mutu
pati yang digunakan sehingga menghasilkan foam pati berkualitas baik.
4.1.1 Pengeringan dan Pengecilan Ukuran Ampok
Proses pengeringan pati pada penelitian pendahuluan ini dikhususkan pada ampok jagung saja karena pati komersial yang digunakan sudah cukup rendah kadar airnya. Proses penurunan
kadar air dan pengecilan ampok jagung ini dilakukan di Balai Besar Industri Agro, Cikaret Bogor. Penurunan kadar air dilakukan dengan proses pengeringan di dalam oven selama 4 jam pada suhu
50-60
o
C. Selain untuk menurunkan kadar air, pengeringan juga ditujukan untuk memudahkan proses pengecilan ukuran dan menghindari tumbuhnya mikroorganisme selama proses
penyimpanan. Kadar air maksimum bahan harus berada di bawah 10 bb karena jika melebihi ambang batas tersebut tahap plastisasi tidak dapat dilakukan dengan sempurna
Setelah dikeringkan ampok jagung digiling hingga 200 mesh. Pengecilan ukuran ini memegang peranan penting karena akan memperluas bidang permukaan antara pati dengan bahan
lainnya seperti tapioka, garam dan PVOH. Ampok jagung digiling dengan mesin kemudian disaring dengan saringan 200 mesh. Ampas yang tertahan dipisahkan dari ampok jagung yang
lolos saringan.
4.1.2 Proksimat Ampok Jagung
Uji proksimat ampok jagung ini akan menentukan proses formulasi bahan dalam penelitian sekaligus mempermudah proses analisis fisik foam yang dihasilkan. Analisis mutu
ampok jagung yang dilakukan pada penelitian ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, dan karbohidrat. Tabel hasil analisis proksimat ampok jagung disajikan pada Tabel 6.
Ampok jagung yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil samping dari pengolahan tepung jagung. Jika dibandingkan dengan pati jagung, ampok jagung tersebut
memiliki kualitas yang lebih rendah. Pada sebagian besar pati mengandung air sebanyak 10-20 bb Swinkels 1985. Nilai analisis kadar air menunjukkan bahwa ampok jagung memiliki kadar
air sebesar 8.2 bb yang masih sesuai dengan SNI yaitu maksimal 10. Kadar air yang terdapat di dalam pati ditentukan oleh proses pengeringan pati dan sangat menentukan mutu pati yang
dihasilkan. Apabila pengeringan tidak dilakukan secara optimal, kadar air yang tinggi dapat memicu tumbuhnya jamur dan mempercepat potensi kerusakan pati. Menurut Azudin dan Noor
1992, kadar air pati sangat penting berkenaan stabilitas selama penyimpanan. Kadar air yang berlebihan akan menyebabkan pati teraglomerasi dan memberikan efek negatif terhadap interaksi
interfacial antara pati dengan polimer. Demikian pula, kadar air yang akan mengurangi aglomerasi pati selama proses pencampuran dengan polimer Favis et al. 2005. Informasi tentang kadar air
ini digunakan untuk menentukan jumlah air yang perlu ditambahkan pada tahap formulasi bahan.