21
4.2 PENELITIAN UTAMA 4.2.1 Persiapan Sampel
Penelitian  mengenai  formasi  gelas  glass  formation  pada  makanan  telah  dilakukan  oleh Supplee  1926  pada  tepung-tepungan  dan  Parks  dan  Thomas  1934  pada  glukosa.  Untuk
memahami  karakterfisik  fisik  dari  material  yang  terbuat  dari  makanan  maka  perlu  diketahui komposisi bahan dan karakter dari setiap komponen bahan serta interaksinya satu sama lain.  Oleh
karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan penggunaan komponen-komponen yang terdapat dalam bahan.
Kadar air yang terdapat pada sampel diatur pada kadar 35. Pengaturan tersebut dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah air ke dalam bahan setelah memperhitungkan kadar air yang
terdapat  di  dalam  tapioka  12  dan  ampok  8.  Kadar  air  ditetapkan  35  berdasarkan  hasil penelitian  pendahuluan  yang  menunjukkan  bahwa  kadar  air  35  dapat  menghasilkan  pati
termoplastis  yang  cukup  baik.  Pati  termoplastis  tersebut  dapat  mengembang  dengan  baik,  tidak kering, tidak rapuh dan kompak. Pembuatan pati termoplastis juga menggunakan bahan aditif yang
dapat  membantu  proses  pemanasan  sampel.  Pada  penelitian  Zhou  2007  dilakukan  penambahan bahan  aditif  berupa  CaCl
2
sebanyak  5.5  dan  NaCl  10.5  untuk  membantu  proses  penyerapan panas pada fase ekspansi foam pati.
Penggunaan PVOH pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperbaiki karakter fisik dari foam pati yang akan dibentuk. Berdasarkan penelitian  yang dilakukan oleh  Andersen and Hodson
1998 PVOH dapat memperbaiki kekuatan engsel pada kemasan makanan untuk menekuk secara fleksibel. Pada penelitian yang dilakukan Shogren et al. 2000 dilakukan penambahan PVOH ke
dalam  adonan  sebelum  proses  pemanasan.  Pada  penelitian  tersebut  digunakan  10  PVOH  dari jumlah bahan kering yang disiapkan. Berdasarkan riset-riset tersebut, pada penelitian ini dilakukan
penambahan PVOH sebanyak 10 gram atau setara dengan 5 saja dari total bahan kering karena penambahan  PVOH  di  atas  5  pada  sampel  membutuhkan  air  yang  jumlahnya  berlebih  untuk
mendapatkan  kadar  air  yang  diinginkan.  Perlakuan  penambahan  PVOH  ini  dilakukan  pada  tiga buah sampel, sedangkan tiga sampel lainnya tidak ditambahkan PVOH.
4.2.2 Pembuatan Pati Termoplastis
Terdapat dua jenis  morfologi polimer dalam keadaan padat yaitu amorf dan semikristalin. Dalam sebuah polimer amorf, molekul  berorientasi secara acak dan saling terkait. Bahan ini tidak
memiliki  titiik  leleh  yang  tinggi  dan  melunak  seiring  dengan  peningkatan  suhu.  Berbeda  dengan bahan  amorf,  Bahan semikristalin memiliki struktur molekul yang  sangat teratur dengan titik  leleh
yang tinggi. Bahan
ini tidak secara bertahap melunak
seiring dengan kenaikan
suhu, melainkan   tetap solid sampai sejumlah tertentu panas diserap kemudian  berubah  menjadi  cairan
dengan  viskositas  rendah  dengan  cepat.  Pati  yang  digunakan  untuk  membuat  pati  termoplastis dalam penelitian ini tergolong ke dalam bahan semikristalin yang memiliki titik leleh yang tinggi.
Bahan  termoplastis  adalah  bahan  yang  dapat  melunak  ketika  dipanaskan  dan  mengeras ketika  didinginkan.  Apabila  dipanaskan  kembali  bahan  ini  dapat  melunak  kembali  dan  demikian
sebaliknya.  Menurut  Corradini  et  al.  2007  pati  termoplastis  dapat  dibentuk  dengan  perlakuan panas  dan  gesekan  tinggi  yang  disertai  secara  bersamaan  selama  selang  waktu  tertentu.Untuk
memproduksi  pati  termoplastis,  pada  penelitian  ini  digunakan  rheocor  mixer  rheomix  yang mampu  berputar  dan  menggesek  bahan  serta  memberikannya  perlakuan  panas.  Suhu  yang  diset
pada proses ini sebesar 90-100-90
o
C. Selain diberi perlakuan panas, bahan juga diberikan gesekan oleh ekstruder ulir ganda pada kecepatan 65 rpm. Kedua perlakuan  ini dilakukan selama 5  menit
sehingga menghasilkan pati termopasltis.
22 Penggunaan plasticizer dan perlakuan panas pada rentang suhu 90-180
o
C dapat mengubah pati  menjadi  pati  termoplastis.  Proses  perubahan  tersebut  melibatkan  proses  transisi  gelas  yaitu
sebuah  keadaan  non  kristalin,  amorfus,  solid,  dan  terjadi  pada  suhu  100-150
o
C  yang  terletak  di bawah titik leleh melting  point suatu bahan. Karakter tersebut adalah tipe pembentukan  formasi
gelas pada polimer sintetis  yang  juga berlaku pada sebagian  besar  monosakarida  dan disakarida. Di  bawah  titik  atau  suhu  transisi  gelas,  komponen  amorf  cenderung  kaku  dan  tidak  memiliki
mobilitas.  Hal  tersebut  mengakibatkan  sifat  material  secara  makro  menjadi  keras  dan  kaku. Sebaliknya  di  atas  suhu  transisi  gelas  komponen  amorf  akan  lebih  mampu  bergerak  yang
berdampak pada sifat material secara makro lebih fleksibel dan elastis. Hasil  uji  termal  dengan  differential  scanning  calorimeter  DSC  menunjukkan  bahwa
ekstrudat pada proses plastisasi maupun ekpansi telah melampaui titik transisi gelas yang dimiliki sampel.  Sampel  yang  digunakan  pada  uji  DSC  ini  adalah  sampel  dengan  komposisi  tapioka  :
ampok sebesar 80:20 karena dinilai memiliki karakter fisik yang paling baik. Penggunaan PVOH juga diamati pada uji tersebut dan hasilnya menunjukkan bahwa sampel yang ditambahkan PVOH
memiliki  nilai  T
g
yang  lebih  tinggi.  Hal  ini  dikarenakan  titik  didih  PVOH  lebih  tinggi  dari  air sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk mencapai titik transisi gelasnya. Berikut ini
adalah  Tabel  8  yang  menjelaskan  uji  DSC  tersebut  sedangkan  grafik  yang  menjelaskan  rentang suhu transisi gelas pada sampel pada uji DSC disajikan pada Lampiran 15.
Tabel 8. Titik transisi gelas T
g o
C Sampel
Suhu Transisi Gelas T
g o
C Proses Plastisasi
Proses Ekspansi 80 : 20 non PVOH
71.81 80.14
80 : 20 PVOH 73.21
87.75 Berikut ini adalah Gambar 7 yang menjelaskan perubahan rentang suhu transisi gelas pada
makanan.  Pada  gambar  tersebut  terlihat  bahwa  rentang  suhu  transisi  berada  pada  rentang  suhu 100-150
o
C.  Penambahan  pelarut  mampu  menurunkan  suhu  transisi  gelas  tersebut  ke  suhu  yang lebih  rendah.  Roos  dan  Karel  1991  menemukan  bahwa  keberadaan  air  dalam  bahan  dapat
menurunkan  baik  titik  transisi  gelas  maupun  rentang  suhunya  dan  meningkatkan  kapasitas  panas pada  proses  transisi  tersebut.  Kalambur  dan  Rizvi  2006  menjelaskan  bahwa  selama  proses
pembentukan pati termoplastis, air  masuk ke dalam pati dan  membentuk  ikatan  hidrogen dengan pati  sehingga  terjadi  reaksi  antara  gugus  hidroksil  dan  molekul  pati.  Hal  tersebut  menyebabkan
pati  menjadi  lebih plastis. Selain  itu, air  juga dapat  membuat pati  lebih tahan terhadap panas dan gesekan dengan cara melindungi molekul pati tersebut.
Gambar 7. Perubahan volume V, entalpi H, dan entropi S serta pergeseran suhu transisi gelas T
g
dan titik leleh T
m
pada makanan Roos 1993
23
4.2.3  Proses Ekspansi Pati